Informan EDL Sosialita yang gemar mendesain busana

4.2.1.1. Informan Kunci

4.2.1.1.1. Informan EDL Sosialita yang gemar mendesain busana

muslim Wanita paruh baya yang sehari-hari aktif sebagai salah satu anggota Yayasan Penyandang Anak Cacat Medan ini telah lama menggunakan jilbab dalam kesehariannya. Terlahir di keluarga yang terbilang agamis, EDL pun mantap menutup aurat sejak dipersunting sang suami yang sekarang telah memberinya 3 orang putra dan seorang putri yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sebagai salah satu sosialita wanita dari kelompok dominan yang aktif bersosialisasi dengan lingkungan atau komunitasnya di kota Medan dengan segudang kegiatan serta interaksi dengan orang-orang penting, wanita yang beralamat di daerah Gajah Mada ini menganggap tampil modis dan elegan harus senantiasa di lakukannya dalam setiap kesempatan. EDL ingin menunjukkan walaupun menggunakan busana muslim ia tetap bisa bergaul dengan komunitasnya tanpa terhalang suatu apapun. Untuk mensiasati hal itu, EDL pun mulai memutar otak. Terlahir sebagai lulusan Sarjana Ekonomi Universitas Harapan Medan yang kemudian mengambil spesialisasi desain interior di salah satu Universitas swasta di Jakarta EDL pun terbiasa untuk merancang ataupun memodifikasi busana yang akan digunakannya sehari-hari. Terlebih ia dan suami bekerja di bidang desain interior dan mebel. Untuk urusan fashion, Ia tak segan untuk turun tangan langsung dalam pemilihan bahan sampai detil ornamen dari busana yang akan dia kenakan. Ia mengatakan apa yang ia kenakan selama ini adalah hasil kreasinya sendiri, sekali- Universitas Sumatera Utara kali ia juga melihat televisi untuk melihat tren apa yang sedang ada di pasaran. Baginya penampilan fisik termasuk dalam pemilihan busana muslim yang mewah merupakan sesuatu yang penting pada era global saat ini, terlebih di kota-kota besar. Menurut EDL kesan pertama pada saat bertemu dengan orang lain atau klien sangat berpengaruh pada kesan-kesan berikutnya. Sehingga merupakan hal yang wajar apabila pada saat ini kebanyakan orang tak terkecuali para wanita berbusana muslim sangat memperhatikan tampilan fisik. Ia pun mengakui bahwa kegemarannya di bidang fashion ini cukup menguras kantong, ia pun mengakui bahwa ia adalah seorang yang sangat konsumtif. Meski begitu EDL mengaku suaminya tidak pernah mengeluh akan kebiasaannya. Menurut EDL suaminya adalah tipe lelaki yang sabar dan tak banyak berkomentar. Bagi wanita penyuka warna ungu ini, uang bukanlah menjadi masalah, bila itu bisa menyalurkan kegemarannya menggunakan busana muslim yang trendi. Dimana model busana muslim masa kini telah jauh berbeda dengan dulu. Model busana muslim masa kini lebih variatif dan banyak pilihan. Busana muslim masa kini dapat dikombinasikan dengan blazer, jaket, manset atau kardigan. Selain itu model busananya semakin modis, terkesan lebih muda dan dapat meningkatkan rasa percaya diri. EDL sangat bahagia dengan munculnya mode-mode baru dalam berbusana muslim. Baginya wanita haruslah tetap tampil cantik dan modis walaupun terbilang berumur dan menggunakan busana muslim. EDL justru merasa risih dengan model busana yang dianggapnya kuno yaitu baju yang terlihat gombrong dan tak bermodel. Karena bagaimanapun busana yang dikenakan akan sangat berpengaruh pada saat ia berinteraksi dengan komunitasnya. Universitas Sumatera Utara Bagi EDL tampil cantik dan modis adalah suatu keharusan. Tak heran jika EDL sangat konsen terhadap koleksi busananya. Peneliti pun berkesempatan melihat isi kamarnya yang telah ia sulap seperti miniatur sebuah butik. Ukuran kamarnya luas, terbagi menjadi dua ruangan. Satu ruangan untuk tempat tidur, kamar mandi, dan lemari pakaian sang suami. Satu ruangan lainnya didesain sedemikian rupa menjadi deretan lemari pakaian dan tas. Lemarinya pun tak disatukan, EDL memisahkan busananya sesuai bahannya. Satu lemari untuk pakaian berbahan brokat dan payet, ada lemari khusus busana pesta yang mewah, ada lemari khusus busana pengajianuntuk acara-acara yang semi formal, ada juga lemari khusus untuk keperluan umrohnya mengingat hampir setiap tahun EDL selalu mempunyai agenda umroh, semua tertata rapi. Tak hanya konsen pada busananya, EDL juga memajang koleksi tas-tas miliknya yang ia klaim sebagai tas original dengan harga selangit. Terlihat pula tumpukan tas yang menurut EDL tidak begitu mahal, tergantung bertumpukan di sudut ruang itu yang jumlahnya sudah lebih dari 50 buah. EDL menyadari bahwa lemarinya sudah tak mampu menampung busana-busana baru. Tapi EDL selalu tergoda apabila melihat barang bagus ketika jalan-jalan di mal. Tak hanya itu, banyaknya acara formal seperti acara pesta atau undangan-undangan resmi lainnya menuntut EDL untuk menjahit baju baru, ia pun selalu mendesain sendiri busana yang akan ia jahit. Dalam menggunakan busana muslim, EDL tidak selalu mengikuti tren yang ada. Ia mengaku memiliki ciri khas tersendiri dalam menggunakan busana muslim ataupun dalam berjilbab. Dalam proses berbusana muslimah ia mengalami metamorfosa dalam menampilkan model yang berbeda dengan gaya berbusana Universitas Sumatera Utara wanita lain, ia ingin memiliki ciri khas tersendiri. Dukungan teman, suami, dan anak-anak pun semakin memantapkan EDL dalam menggunakan busana yang trendi. Diakui EDL ia banyak mendapatkan pujian dari orang-orang disekitarnya bila menggunakan busana muslim yang trendi. Ia pun mengakui ada rasa kepuasanbahagia dan merasa “lebih oke” bila menggunakan busana muslim yang trendi. Ketika ditanyakan apakah ia selalu menggunakan busana muslim baru setiap acara, EDL menolaknya. Busana muslim miliknya, biasa ia kenakan maksimal 2 kali dalam setahun. Ia selalu perduli pada jilbab yang trendistylish, menurut EDL itu adalah keharusan baginya dengan menggunakan jilbab yang stylish EDL merasa lebih percaya diri. Karena terkadang penggunaan jilbab yang trendistylish bisa menjadi kamuflase pandangan orang lain terhadapnya, terutama apabila busana tersebut sudah pernah digunakannya sebelumnya. Untuk masalah perawatan koleksi busananya, EDL mengaku selalu menyerahkan pada ahlinya, yaitu loundry langganannya. Perawatan ini ia lakukan khususnya untuk koleksi busana pesta yang mana cara pencuciannya harus dry clean sehingga tidak bisa dicuci dirumah, selain itu baju-baju yang terdapat banyak payet dan swarovsky juga turut ia loundry. Untuk masalah merek, EDL mengaku bahwa ia termasuk wanita yang memperhatikan merek. Tidak bisa dipungkiri kualitas barang bermerek branded pasti lebih bagus daripada yang tidak bermerek. Meski begitu ia tak mengharuskan selalu menggunakan busana muslim yang bermerek branded, Universitas Sumatera Utara yang penting bagus dan modis terutama untuk acara-acara yang semi formal seperti pengajian, arisan, atau sekedar jalan-jalan ke mal. Keperluan fashion nya pun tak tanggung-tanggung, wanita yang berasal dari Tapanuli Selatan ini mempunyai beberapa langganan tukang jahit yang siap menerima pesanannya. Detail yang rumit serta bahan yang berkualitas diakuinya menjadi kepuasan tersendiri walaupun ia harus merogoh kocek yang cukup dalam seperti yang diakuinya sekitar Rp 4.000.000baju hanya untuk ongkos jahit saja. Selain menjahit, EDL juga terbiasa membeli baju pesta yang umumnya adalah kombinasi batik ATBM yang eksklusif di butik Labiba untuk menghadiri berbagai undangan. Untuk itu semua EDL mematokkan besarnya budget yang harus dia keluarkan untuk busananya sebesar RP 10.000.000bulan, dan Rp 20.000.000 sampai Rp 30.000.00 apabila ia sedang keluar kota yang biasanya ia lakukan 2 sampai 3 bulan sekali. Untuk kisaran harga busana yang ia kenakan EDL mematok harga minimal Rp 1.000.000 dan harga maksimal Rp 7.000.000. Diakuinya sang suami tak pernah berkomentar dengan pengeluarannya yang cukup besar ini, karena ia pun mempunyai pendapatan sendiri dari usahanya di bidang mebel yang terletak di Jalan Eka Warni Medan Johor. Dengan budget yang begitu besar untuk fashion, penelitipun tertarik mengetahui besaran penghasilan EDL per bulan. Dan ketika disingung mengenai pengahasilan EDL dengan tersipu malu menyebut kisaran Rp 70.000.000bulan. Dalam cara membayar EDL mengaku lebih suka pembayaran tunai dari pada mencicil, ia pun mengutarakan beberapa alasannya. Pertama, EDL mengaku tidak suka berhutang, selain itu EDL juga mengaku tidak puas dengan membeli secara kredit karena kualitasnya pasti bukan yang nomor 1, karena biasanya Universitas Sumatera Utara pembayaran dengan cara kredit dilakukan di arisan atau pengajian sehingga baju sudah dipilih oleh penjual, EDL sendiri lebih senang membeli baju yang dipasang di manekin. Namun jika ada orang membeli secara kredit pun, EDL mengaku tidak masalah begitupun jika dirinya suatu saat nanti membeli busana secara kredit. Tak dipungkiri penjualan secara kredit adalah salah satu cara untuk memikat pembeli agar membeli dagangan produsen. EDL pun mengaku tidak suka pembayaran dengan kartu kredit, walau bagaimana hal itu tetap saja berhutang. Ia sendiri mengaku lebih senang menggunakan kartu debit untuk berbelanja lebih dari Rp 1.000.000. Untuk urusan perkumpulan komunitas pengajian atau arisan, EDL tak perlu diragukan lagi. Hampir semua pengajian di Kota Medan ini ia ikuti, sebut saja SJU, ANS 1 tua, ANS 2 muda, ARDH, dan masih banyak lagi. Menurut EDL ia mengikuti 11 kelompok pengajian dan arisan. Dari segi waktu EDL mengaku tidak begitu sulit mengatur kegiatannya. Setiap komunitas rata-rata mengadakan pertemuan sebulan sekali sampai 2 kali sebulan dan jarang berbenturan. Adapun sekali waktu bersamaan biasanya jamnya berbeda, satu pagi satu lagi malam. Sehingga tak ada masalah untuk mengaturnya. EDL merasa banyak mendapatkan manfaat dari interaksi dengan komunitasnya ini. Seperti, mempererat tali silahturrahmi dan menjalin ikatan bisnis, yang kemudian disebut EDL “ibadah tapi bisnis juga.” EDL mengaku untuk penggunaan dresscode sebenarnya cukup memberatkan, tidak dapat dipungkiri ini turut mempengaruhi pengeluaran bulanannya. Dimana untuk momen-momen tertentu seperti event ulang tahun, foto bersama untuk kalender pengajian, atau untuk acara pengajian bulanan Universitas Sumatera Utara mereka menggunakan dresscode dalam acaranya. Meski mengaku berat tapi EDL mewajibkan pada dirinya sendiri untuk tampil all out dalam hal busana, karena disana nanti ia akan banyak bertemu dengan kolega atau kerabat dari kalangan yang sama dan tak menutup kemungkinan pada kesempatan itu ia dapat memperluas jaringan dalam bidang pekerjaan karena salah satu faktor yang membuat ia dekat dengan sosialita di kota Medan ini adalah berawal dari pertemanan yang kemudian mempercayakannya untuk mendesain kantor atau rumahnya. Selain faktor bisnis, meski tak ada sanksi sosial dari komunitasnya, EDL mengaku tidak percaya diri jika menggunakan busana yang di luar dresscode yang ada. Sehingga mau tak mau pada akhirnya ia menggunakan dresscode yang ditentukan. Kemajuan teknologi dan gencarnya media sosial saat ini diakui EDL turut mempengaruhi gaya berbusananya, seperti facebook dan BBM. Biasanya EDL meng upload foto-foto terbarunya ke facebook dan BBM. EDL mengaku banyak mendapat pujian dari orang lain tentang cara berbusananya. Ia pun mengklaim bahwa semua orang senang dengan penampilannya yang modis dan trendi. Foto bersama anggota komunitas yang lain dalam setiap pengajian menurut EDL menjadi salah satu foto yang sering ia pasang menjadi display picture BBM nya. Kegemarannya ini tentunya tak lepas dari busana yang ia kenakan bersama anggota yang lain. Semakin cantik busana yang dikenakan, EDL mengaku semakin senang memasangnya sebagai dp BBM. Mengikuti beberapa komunitas sekaligus diakui EDL cukup memberikan wawasan baru padanya. Ia pun tak memungkiri adanya anggapan pengajian yang diikutinya termasuk pengajian eksklusif. Ia mencontohkan pengajian SJU, EDL Universitas Sumatera Utara mengaku angkat jempol untuk sang ketua pengajian karena bisa mengajak orang- orang penting terutama ibu-ibu pejabat masuk di komunitas ini. Ia pun dengan bangga mengatakan bahwa saat ini tidak ada yang bisa menandingi keeksklusifan pengajian SJU di Kota Medan. Meski diakui tak ada sanksi sosial bagi anggota komunitas bila tidak menggunakan busana muslim yang mahal, namun tak dipungkiri bahwa ada persaingan didalamnya, terutama urusan fashion dan aksesorisnya. Tak hanya berkisar di urusan busana muslim yang terkesan show off, hawa persaingan juga terasa untuk urusan perhiasan berlian, tas, serta sepatu yang dikenakan. Dengan adanya “persaingan” tersebut maka tak heran jika pengeluaran bulanan EDL pun membengkak. Tak hanya untuk kostum, komunitas pun turut berkontribusi dalam agenda liburan EDL. Ia pun mencontohkan bulan Desember 2013 kemarin baru saja tour muslim bersama anggota SJU dan Ummi Pipik Dian Irawati Istri almrh. Uje ke Jakarta dan Bandung. Selain itu ada pula agenda liburan bersama ke luar negeri seperti Jepang, Hongkong, sebentar lagi Malaysia, dan tak lupa wisata rohani berupa umroh bersama. Dengan interaksi yang intens dengan para sosialita yang bergabung dalam komunitasnya, membuat EDL semakin bangga serta puas bila menggunakan busana muslim yang trendi serta mahal. Karena dengan menggunakan busana muslim yang mahal maka secara tidak langsung akan menaikkan harga dirinya didepan komunitasnya. EDL pun mengibaratkan, jika orang menggunakan busana muslim yang bagus dan mahal, ia pun bisa. Jika ada orang yang menggunakan berlian, ia pun juga bisa. EDL tetap menyesuaikan penggunaan busana yang sesuai dengan acara dan tempatnya. Karena tak dipungkiri jika EDL menggunakan busana muslim yang mewah di acara sederhana itu akan memicu Universitas Sumatera Utara kecemburuan sosial. Ia pun berusaha menjaga agar hal itu tidak terjadi. Untuk meminimalisir kesenjangan sosial antara ia dan lingkungannya selain cara diatas, EDL juga memberikan busana muslim yang sudah tidak ia kenakan kepada orang- orang terdekatnya, terutama saudara-saudaranya. Di akhir wawancara, peneliti menyinggung kemungkinan korupsi yang dikarenakan gaya hidup yang terlalu mewah EDL mengaku itu bisa saja terjadi. Terutama kepada para wanita yang terlanjur masuk ke dalam komunitas yang eksklusif namun tidak siap secara mental. Itu semua ia kembalikan kepada pribadi masing-masing karena ia mengaku tidak berhak menghakimi seseorang.

4.2.1.1.2. Informan CC Seorang dokter yang perduli terhadap