Gaya Hidup TINJAUAN PUSTAKA

modal dan habitus yang lebih banyak akan dapat mengubah atau mempertahankan struktur dari pada yang tidak memiliki modal. Bourdieu, Pierre, Terjemahan Oleh Pipit Maizer, 2005:xxi. Field atau ranah dalam penelitian ini adalah kelompok keagamaan atau kelompok sosial. Dari konsep yang di tawarkan oleh Bourdieu tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu; Habitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antarposisi-posisi objektif dalam tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individual. Ranah mengisi ruang sosial, yang mengacu pada keseluruhan konsepsi tentang dunia sosial. Sedangkan praktik adalah produk dari relasi antara habitus dengan ranah, yang keduanya merupakan produk sejarah. Dalam ranah inilah ada pertaruhan kekuatan antar orang yang memiliki modal. Konsep modal dari Bourdieu lebih luas daripada sekadar modal material, yakni bisa juga berupa modal ekonomi, modal sosial, modal intelektual maupun modal kultural. Sehingga secara ringkas Bourdieu menyatakan rumus generatif yang menerangkan praktik sosial dengan persamaan: Habitus x Modal + Ranah = Praktik. Rumus ini menggantikan setiap relasi sederhana antara individu dan struktur dengan relasi antara habitus dan ranah yang melibatkan modal. Vera, Nawiroh, 2010, dalam http:academia.edu diakses pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul 16.12

2.2. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi citra rasa seseorang dalam fashion, mobil, hiburan dan rekreasi, bacaan dan hal-hal lainnya. Gaya hidup sendiri menbicarakan tentang pola yang berlangsung dalam kehidupan Universitas Sumatera Utara sehari-hari. Gaya hidup dibangun guna memperlihatkan identitas sekaligus pembeda, Piliang, Yasraf Amir, 2010:237 dimana dalam praktik sosial perlu mekanisme dalam proses pembedaan sosial itu sendiri. Melalui suatu gaya hidup, masyarakat dibedakan melalui kelompok-kelompok gaya hidup yang masing- masing membangun identitas kelompoknya dalam rangka membedakan identitas dengan kelompok lainnya. Gaya hidup sendiri sangat dipengaruhi oleh intensitas interaksi seseorang terhadap gaya hidup tertentu, dan hal ini akan berdampak buruk jika seseorang berinteraksi dengan gaya hidup negatif misalnya: gaya hidup konsumtif namun ia memiliki pertahanan diri ideologi yang lemah. Gaya hidup sering dihubungkan dengan kelas sosial ekonomi masyarakat serta menunjukkan citra seseorang. Misalnya pemilihan busana muslim bagi para muslimah di kota-kota besar menggunakan busana muslim yang mewah dan trendi menjadi nilai tambah dan tentunya dapat meningkatkan citra pemakainya terlebih jika busana tersebut keluaran produsen-produsen yang branded, pemilihan aksesoris tambahan seperti penggunakan jilbab yang bertabur batu swarovsky atau payet dan pita buatan tangan. Dalam hal merek, merek tidak hanya dimaknai sebagai sebuah nama singkat semata, namun lebih dari itu merek dapat merepresentasikan sifat, makna, arti, dan isi dari yang bersangkutan. Membeli merek sepertinya sudah menjadi gaya hidup masyarakat urban, termasuk para wanita berbusana muslim, tak sulit untuk mendapatkan barang-barang muslimah yang bermerek branded, misalkan merek Labiba, Shafira, atau Dian Pelangi maka konsumen tak segan untuk membelinya. Penyebutan merek itu sendiri seolah menjadi gengsi tersendiri, tak heran jika sekarang sering kita jumpai jilbab atau hijab dengan merek yang dijahit di luar Universitas Sumatera Utara yang mana dengan mudah dapat dilihat oleh orang lain. Bahkan merek itu sendiri menurut Sobur 2004 kini telah menjelma sebagai sebuah harapan dari berbagai macam harapan yang dimunculkan oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen, dimana konsumen mengharapkan barang-barang yang berkelas, berkualitas, dan bernilai uang pantas sebagai cerminan gaya hidup pemakainya. Berikut adalah 3 sifat Gaya Hidup menurut Piliang 2010:323 : 1. Gaya Hidup sebagai pola, yaitu sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang 2. Yang mempunyai massa, tidak ada gaya hidup personal suatu gaya hidup pasti memiliki pengikut 3. Mempunyai daur ulang, artinya ada masa kelahiran, tumbuh, puncak, surut dan mati. Dengan kata lain gaya hidup identik dengan sesuatu yang relatif lama bertahan di masyarakat. Gaya hidup disini tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan sistem tanda dan citra suatu objek sebagai medianya. Sebagai contoh adanya kelompok gaya hidup muslimah tertentu yang berbicara melalui busananya yang dilakukan berulang-ulang sehingga mereka memiliki pengikut fanatik yang cenderung meniruimitasi. Merujuk pada sifat ketiga yang mana setiap awal ada akhirnya, seiring berjalannya waktu gaya hidup itupun akan tergantikan dengan gaya hidup yang baru dikemudian hari. Menyambung teori sebelumnya, konsumsi dan gaya hidup adalah dua hal tak bisa dilepaskan. Gaya konsumsi yang telah sarat dengan manipulasi simbol- simbol tersebut yang akhirnya melahirkan gaya hidup konsumerisme atau Universitas Sumatera Utara konsumtif. Gaya hidup yang lebih mengutamakan makna simbolik ini lebih didasarkan atas dorongan nafsu atau hasrat belaka ketimbang fungsi utilitasnya. Piliang, Yasraf Amir, 2010:145 . Gaya hidup konsumerime sendiri telah banyak mendapatkan kritikan dari Adorno, Piliang, Yasraf Amir, 2012:87 menurutnya konsumsi disini adalah wujud penipuan massa. Bagaimana citra-citra yang dikonstruksikan melalui sebuah produk yang kemudian digunakan sebagai alat untuk mengendalikan selera massa konsumen yang diatur oleh para produsen. Piliang, Yasraf Amir, 2010:152. Para wanita berbusana muslim yang menjadi konsumen produk-produk itu pun seakan menjadi penonton serta pengguna yang pasif, karena konstruksi yang telah diciptakan tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan dunia fashion muslim semakin masif di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan penjualan busana muslim yang mengalami kenaikan 8,5 dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini melampaui pertumbuhan penjualan busana selain busana muslim yang hanya naik 7 dari tahun 2012. Kabar Pasar TV ONE, disiarkan tanggal 5 November 2013. Busana muslim kini telah bertransformasi dari busana “pinggiran” menjadi salah satu busana populer. Busana muslim masa kini menurut Brenner dalam Barnard, Malcolm:Hal. pengantar xii dianggap sebagai sesuatu yang seratus persen modern. Jilbabisasi dianggap sebagai tanda globalisasi, suatu identifikasi orang Islam di Indonesia dengan umat Islam di negara-negara lain di dunia modern. Berawal dari kemunculan blog islami pada tahun 2008, Lestari, Diajeng, 2013:23 busana muslim semakin populer di masyarakat Indonesia dengan lahirnya sebuah kelompok wanita-wanita muslim yang dimotori oleh para desainer muslim yang gerah dengan stigma negatif yang melekat pada wanita muslim selama ini seperti: kuno, ketinggalan zaman, dan termarginalkan dalam dunia pekerjaan. Kemunculan para desainer muslimah dengan berbagai kreasinya pun semakin menambah gairah industri fashion muslim dan puncaknya berhasil mencuri perhatian masyarakat Indonesia pada akhir tahun 2010, kelompok ini kemudian disebut dengan Hijabers Community. Hijabers Community Universitas Sumatera Utara