Informan SA Wanita muda yang energik

YNT tak menampik jika gaya hidupnya yang termasuk gampang mengeluarkan uang untuk fashion tentunya bisa menimbulkan kesenjangan sosial dengan masyarakat disekitarnya. YNT beranggapan bahwa apa yang ia lakukan ini msih dalam taraf yang wajar. Oleh sebab itu, untuk meminimalisir kecemburuan sosial dengan masyarakat yang menengah ke bawah terutama di lingkungannya, YNT mensiasatinya dengan menggunakan busana yang sederhana jika menghadiri acara-acara yang biasa. Tak jarang pula ia memberikan beberapa busana yang tidak ia gunakan lagi untuk saudara yang lebih membutuhkan. Baginya itu adalah trik terbaik, karena bagaimanapun menggunakan busana muslim yang trendi dan modis yang tentunya berharga mahal mampu memberikan kepuasaan dan kebahagiaan baginya. Bagi YNT ini merupakan win win solution, dimana ia bisa mendapatkan kepuasan serta tetap bisa menjaga perasaan orang lain. Ketika ditanya adanya kemungkinan korupsi dipekerjaan karena gaya hidup mewah seseorang, YNT pun tak menampiknya. Baginya itu bisa saja terjadi jika harapan jauh dengan realita. Yang perlu digarisbawahi disini menurut YNT adalah jadilah diri sendiri, jangan terlalu memaksakanmeniru gaya hidup orang lain.

4.2.1.1.7. Informan SA Wanita muda yang energik

Sore itu peneliti telah membuat janji bertemu dengan salah satu informan bernama SA. SA beralamat di daerah Simpang Limun. Wanita yang kelahiran tahun 1983 ini adalah istri dari seorang pengusaha asal Malaysia. Ia sendiri adalah seorang wiraswasta tepatnya mempunyai toko tas dan sepatu di pasar simpanglimun. Pendidikan terakhirnya adalah SLTA sedangkan sang suami Universitas Sumatera Utara bergelar setara dengan S1. Tak lama dari waktu yang dijanjikan, sebuah mobil proton silver produksi Malaysia parkir di halaman butik Labiba, dimana kami sepakat untuk bertemu. Tak lama seorang wanita cantik turun dengan menenteng tas dan sepatu yang senada dengan warna busananya. Kami pun bersalaman yang kemudian dilanjutkan dengan obrolan singkat sebagai pengantar sebelum masuk ke pokok bahasan. Wanita berdarah melayu ini adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. SA mengatakan setiap bulannya ia mendapatkan penghasilan bersih Rp 35.000.000, yang merupakan gabungan antara hasil usahanya serta uang bulanan dari sang suami. Memiliki suami yang tinggal jauh darinya membuat SA sampai saat ini masih tinggal dikediaman orang tuanya. Tak dipungkiri SA bahwa ada keinginan untuk ikut tinggal bersama sang suami di Negri Jiran tersebut, namun keinginannya tidak mendapat restu dari sang suami. Meski diakui jarak yang memisahkan cukup menguras kantong, mengingat SA harus bolak-balik Malaysia-Medan 3-4 kali sebulan untuk mengunjungi sang suami. Tinggal berjauhan serta belum hadirnya buah hati di keluarga kecilnya terkadang membuatnya sedih. Jika pikiran itu datang, SA pun segera mengalihkan pikirannya ke hal-hal positif lain, seperti mengurus tokonya atupun berkumpul dengan komunitasnya. Selain itu, hobinya berbelanja juga menjadi alternatif lain untuk menghilangkan kesedihannya. Butik Labiba pun menjadi salah satu toko busana muslim yang rutin dikunjunginya. Hampir setiap satu bulan sekali SA menyempatkan diri untuk melihat produk baru butik Labiba. SA sendiri terbilang cukup baru dalam menggunakan busana muslim. SA mengaku mulai menggunakan busana muslim sekitar 3 tahun yang lalu, tepatnya Universitas Sumatera Utara setelah ia resmi dipersunting sang suami. SA tak merasa keberatan ketika sang suami memintanya menggunakan busana muslim dalam kesehariannya. SA berfikir, “Toh busana muslim zaman sekarang kan sudah modis sehingga tak perlu khawa tir akan terlihat tua”. Menyadari pengalamannya yang masih minim apalagi di awal pemakaian jilbab, SA banyak mencari referensi dari majalah, maupun televisi yang menampilkan model busana muslim dan jilbab terbaru. SA menganggap nilai materialistis sebag ai sesuatu yang “penting nggak penting”. SA mengatakan,”Nilai materialistis dibilang penting banget sih enggak, dibilang nggak penting juga penting.” Menurut SA wajar jika segala sesuatu itu dipandang dari segi materi atau kebendaan. Ia menyadari bahwa menomorsatukan kebendaan itu bukanlah keputusan bijak namun jika ia tidak melakukannya, ia merasa kurang percaya diri. misalkan nilai materialistis dalam memandang busana muslim. Untuk tampil modis tak dipungkiri SA memerlukan usaha yang maksimal serta dana yang tidak sedikit. Apalagi sekarang segala sesuatu selalu dilihat dari penampilan. Ia lalu membandingkan antara seseorang menggunakan busana muslim yang trendi dengan wanita yang menggunakan busana muslim ala kadarnya. Pasti yang lebih menarik perhatian orang lain adalah wanita dengan busana yang modis. Secara tidak langsung hal tersebut turut menaikkan kepercayaan dirinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Meski tentunya membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, serta uang yang tidak sedikit. SApun rela dengan senang hati melakukannya. SA pun menyadari untuk tampil modis seperti yang ia inginkan memerlukan uang yang tidak sedikit. SA pun mengaku bahwa ia termasuk orang yang konsumtif dalam berbelanja terutama urusan fashion. Ia mencontohkan Universitas Sumatera Utara apabila berkunjung ke butik Labiba, niat awalnya adalah melihat-lihat. Jika ada yang cocok dengannya ia tak segan membeli meski saat itu ia tidak membutuhkannya. Bagi SA, mungkin saat ini tidak butuh namun suatu saat pasti akan terpakai. Hobinya berbelanja ini juga diakui SA tidak mendapat tentangan dari sang suami. Selain karena jarak yang memisahkan, sang suami juga diakui tidak pernah menyinggung akan penggunaan uang bulanan yang telah diberikan kepada SA. Bagi SA, busana muslim masa kini diakui lebih modis dan menjadikannya semakin percaya diri dalam berbusana. Ia pun menceritakan pada saat dirinya masih gemuk, ia merasa kurang percaya diri, namun setelah ia berhasil menurunkan berat badannya ia mengaku sering “kalap” dalam berbelanja karena banyaknya pilihan busana yang modis yang dapat ia kenakan apalagi modelnya sudah semakin variatif. Berbeda dengan dulu, yang mana baginya busana muslim identik dengan gamis. Hal itu membuat pemakainya terlihat tua, ini pula yang membuatnya tak keberatan ketika sang suami menginginkannya berjilbab setelah menikah. Ia pun berpendapat bahwa maraknya para remaja zaman sekarang yang menggunakan jilbab tak lepas dari semakin modisnya busana muslim masa kini. SA pun tak mematokkan waktu dalam membeli busana muslim, baginya kapan saja ia mau maka ia akan membelinya. Mengenai penggunaan busana yang ia beli, SA akan menyesuaikan dengan model busana itu sendiri apakah untuk jalan-jalan atau acara resmi. Ia juga selalu mengikuti tren fashion yang ada hal ini dikarenakan kegemarannya dalam bidang fashion ini. Hobinya dalam fashion muslim ini tak lepas dari semakin modisnya desain busana muslim masa kini. Ini pula yang memotivasi SA menggunakan busana muslim, selain tentunya Universitas Sumatera Utara permintaan sang suami. Hobinya menggunakan busana muslim yang modis ini dirasa SA memberinya kepuasan dan kebahagiaan, karena ia dapat menyalurkan hobinya dalam mix and match antara busana, sepatu, tas, dan aksesoris yang digunakan. SA mengaku tak harus menggunakan busana muslim yang baru setiap pesta, ia sendiri biasa menggunakan 2-3 kali busana dalam jangka waktu satu tahun. Untuk menyamarkannya, biasanya SA memadupadankan jilbab dan aksesoris yang berbeda agar orang lain tidak sadar bahwa SA menggunakan kembali busana tersebut. Untuk urusan jilbab pun SA tidak mau terlihat biasa. Baik untuk acara formal seperti pesta atau harian, SA merasa tampilan jilbab sangat mendukung. Maka dari itu, ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam dikala senggang untuk mencoba kreasi jilbab model terbaru yang akan digunakannya terutama dalam acara formal. SA juga tak hanya konsen pada model jilbab dan busana muslim semata. Ia pun sangat perhatian pada perawatan koleksi busananya. Ia pun mengaku selalu meloundry koleksi busana pestanya terutama untuk bahan-bahan khusus seperti kaftan dan bahan-bahan yang harus dicuci dengan dry clean. Untuk masalah merek, SA merasa hal itu merupakan sesuatu yang “penting tidak penting”. Tak dipungkirinya busana yang bermerek branded pasti memiliki prestise tersendiri, sehingga membuatnya semakin percaya diri dalam menggunakan busana tersebut. Menyadari kegemarannya belanja terlebih untuk beberapa busana yang bermerek branded yang tentunya memiliki harga yang cukup menguras kantong, SA mengaku tak ingin mematokkan pengaluarannya. SA mengaku ia akan membeli busana cocok ia kenakan meskipun terbilang cukup mahal. SA pun mengaku Universitas Sumatera Utara pernah kehabisan uang disebabkan hobi belanjanya yang tidak terkontrol, alhasil ia pun meminta tambahan uang dari sang suami. Untuk harga koleksi busana yang ia miliki biasanya berkisar antara Rp 200.000 sampai Rp 500.000 untuk busana harian dan untuk koleksi busana pesta berkisar pada Rp 600.000 sampai 2.000.000. Dalam berbelanja busana muslim SA tak menampik menyukai sistem kredit dalam berbelanja dikarenakan bisa membeli beberapa busana yang ia inginkan dalam satu waktu dengan harga yang dianggapnya tidak terlalu memberatkan. SA merasa bahwa hal ini juga lah yang membuat pengeluarannya tak terkontrol. Ia pun tak malu atau gengsi membeli dengan cara kredit karena menurutnya orang pun tidak akan tahu bahwa ia membeli dengan cara kredit atau kontan. Berbeda dengan sistem kredit pada butik atau tempat dimana ia bisa membeli busana dengan cara kredit, SA justru jarang menggunakan kartu kredit. Ia lebih memilih untuk membeli dengan cara kontan atau kalau mau kredi, kredit aja sekalian bayar bulanan langsung daripada harus menggunakan kartu kredit. Ia mengatakan bahwa komunitas dimana ia bergabung sekarang yaitu pengajian ANS muda turut berkontribusi pada gaya berbusana sekaligus pengeluarannya. Dari gaya berbusana, SA mengaku sering tergiur oleh busana yang digunakan teman-temannya. Ia pun kemudian membeli busana dengan model yang sama atau hampir sama yang tentunya berdampak pada pengeluarannya. Meskipun hanya sebulan sekali bertemu, SA merasa komunitasnya tersebut dapat menjadi hiburan tersendiri baginya, terlebih disaat tak ada suami disampingnya. Ia pun merasa mendapat banyak teman, ia juga bisa saling tanya jawab dan tukar informasi mengenai tren fashion muslim saat ini. Ia Universitas Sumatera Utara juga tak mempermasalahkan penggunaan dresscode pada acara pengajian yang ia ikuti. Justru ia merasa senang akan hal tersebut, ia merasa akan lucu jika ia menolak dresscode sedangkan banyak ibu-ibu yang telah berumur justru terlihat sangat menikmati dresscode di pengajian yang ia ikuti. Hal tersebut diakuinya mungkin karena usianya yang relatif masih muda sehingga masih senang dengan penggunaan dresscode. Selain itu belum hadirnya buah hati di tengah keluarga kecilnya juga membuat SA merasa tak keberatan jika harus menggunakan busana yang berbeda setiap pertemuan. Ia pun tak menampik dapat berubah pikiran jika nantinya ia memiliki anak, karena prioritas utama tentunya anak. Tak berhenti sampai di situ, dengan sedikit bergurau SA hanya bisa berdoa agar ia selalu mendapatkan limpahan rezeky karena tak mungkin jika kelak ada acara yang menggunakan dresscode dan ia tak mengikutinya. Media diakuinya turut berkontribusi dalam pemilihan gaya busananya, terutama bbm. Melihat display picture dari teman-temannya membuat SA semakin termotivasi untuk memodifikasi ataupun memiliki busana dengan model serupa, atau paling tidak itu menjadi rutinitas yang tak ia sadari, yaitu melihat display picture teman-temannya setiap hari.Ia pun tak memungkiri memasang foto menggunakan busana yang trendi atau modis di bbm terkadang terkandung unsur pamer, namun ia merasa senang akan hal tersebut sehingga tak masalah baginya toh banyak juga yang melakukan hal serupa. SA tak merasa bahwa komunitas pengajiannya merupakan komunitas yang eksklusif, namun tak dipungkirinya bahwa memang tak semua orang dapat masuk dalam pengajian tersebut. ia pun tak memungkiri bahwa mayoritas anggotanya merupakan kelompok dominan. Maka tak heran jika banyak persaingan di Universitas Sumatera Utara dalamnya, mulai dari ujung kepala sampai kaki bahkan mobil dan aksesoris lainnya tak jarang menjadi perbincangan di sela-sela acara pengajian. Meski tak ada sanksi sosial dari anggota yang lain jika tidak menggunakan busana muslim yang trendi atau mahal, namun SA merasa sadar diri bahwa ia berada di kelompok dominan atas sehingga harus menyesuaikan. Menggunakan busana muslim yang trendi dan mahal juga menurutnya dapat meningkatkan percaya diri, gengsi dan tentunya memiliki kualitas yang lebih baik. SA tak menampik gaya hidupnya tersebut memicu kesenjangan sosial dengan lingkungannya. Terkadang ia pun memikirkan bahwa tak seharusnya agama digabungkan dengan duniawi, namun ia juga tak kuasa menampik bahwa ada prestise tersendiri ketika mengikuti acara pengajian tersebut. Iapun mengaku selalu menyisihkan penghasilannya untuk masyarakat terutama disekitar tempat tinggalnya yang tidak mampu. Beberapa pakaian yang sudah tak ia kenakan pun tak jarang diberikan kepada sanak famili yang kurang mampu ataupun tetangga disekitarnya. Mengenai kemungkinan korupsi kaitannya dengan gaya hidup mewah dikalangan masyarakat urban sekarang ini, SA turut prihatin. Ia hanya berpesan agar jangan terlalu membanggakan apa yang dimiliki dan jangan terlalu melihat ke atas karena hal tersebut menurutnya dapat memicu tindakan korupsi

4.2.1.1.8. Informan MW Calon dosen yang perduli pada penampilan