100
Informan E mengkoordinir pendistribusian kebutuhan obat sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Dimana mobil operasional merupakan alat transportasi yang
dipergunakan. Informan f mengatakan :
“Kalau kemarin kita mengambil obat langsung ke dinas kesehatan dan selanjutnya kita langsung mendistribusikan ke posko-posko kesehatan sesuai
dengan kebutuhan. Ketika mengambil dan mendistribusikan obat kemarin saya lebih banyak menggunakan kenderaan pribadi dikarenakan ambulance
puskesmas saya stand by kan untuk kejadian-kejadian darurat.”F, 28 Mei 2014
Informan F menyatakan didalam pendistribusian obat tidak mengalami permasalahan yang berarti hanya saja informan menggunakan mobil pribadi didalam
pendistribusian obat ke pos-pos kesehatan.
4.5.2.1 Hal-Hal Yang Harus DiPerhatikan Dalam Perencanaan Pendistribusian Pengangkutan Obat
Informan A berpendapat : “ Didalam pendistribusian obat, Dinas kesehatan Kabupaten Karo tidak
menggunakan sistem pendistribusian yang baik sesuai dengan Perka BNPB No.10 tahun 2012, dimana Dinas menggunakan sistem pengambilan sesuai
dengan kebutuhan. Sehingga penanggung jawab pos kesehatan akan datang ke Dinas Kesehatan apabila stok obat di pos akan habis. Oleh karena itu
perencanaan pendistribusian yang dilakukan sesuai dengan pengalaman kejadian bencana sebelumnya. ”
A, 30 Mei 2014
Informan A mengatakan bahwa di Dinas kesehatan kabupaten Karo tidak memiliki sistem perencanaan pendistribusian sesuai Perka BNPB No.10 tahun 2012.
Dinas Kesehatan Kabupaten Karo menggunakan sistem pendistribusian obat sesuai
Universitas Sumatera Utara
101
dengan kebutuhan, dimana penanggung jawab pos kesehatan akan datang ke Dinas Kesehatan apabila stok obat di pos akan habis. Perencanaaan pendistribusian yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo menggunakan sistem pengalaman kejadian bencana sebelumnya.
Dimana informan B juga mengatakan : “ Sistem Perencanaan pendistribusian yang dilakukan Dinas kesehatan Karo
menggunakan Sistem seperti biasa yang tidak sesuai dengan sesuai Perka BNPB No.10 tahun 2012. Dimana kita memberikan obat sesuai dengan kebutuhan obat
dari masing-masing pos kesehatan yang diambil oleh penanggung jawab pos kesehatan”B, 28 Mei 2014
Informan B mengatakan bahwa perencanaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo tidak menggunakan sistem yang ada di Perka BNPB
No.10 tahun 2012. Dinas kesehatan Kabupaten Karo memberikan dan mendistribusikan obat sesuai dengan kebutuhan obat dari masing-masing pos
kesehatan yang diambil oleh penanggung jawab pos kesehatan. Informan C mengatakan :
“Dinas kesehatan dalam melakukan perencanaan pendistribusian obat tidak menggunakan Perka BNPB No.10 tahun 2012, dimana peraturan tersebut
memiliki sistem yang baku. Kami didalam meminta dan mengambil obat, sesuai dengan kebutuhan yang ada di pos dan kami mengambilnya langsung ke Dinas
Kesehatan sesuai dengan kebutuhan kami.”C, 28 Mei 2014
Informan C mengatakan bahwa sistem perencanaan pendistribusian yang dilakukan Dinas Kesehatan tidak menggunakan Perka BNPB No.10 tahun 2012,
dimana peraturan tersebut memiliki sistem yang baku. Dimana sistem yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo adalah sistem mengambil dan meminta obat sesuai
Universitas Sumatera Utara
102
dengan kebutuhan yang di pos. Dan pihak penanggung jawab pos mengambil langsung obat ke Dinas Kesehatan sesuai dengan kebutuhan obat.
Informan D mengatakan : “Dinas Kesehan dalam melakukan perencanaan pendistribusian obat tidak
menggunakan sistem BNPB No.10 tahun 2012, dimana sistem perencanaan yang dilakukan adalah obat yang diminta dan diberikan sesuai dengan obat yang
dibutuhkan oleh pos kesehatan. Sehingga jumlah obat yang diberikan sesuai dengan permintaan yang ada. Dan penanggung jawab pos kesehatan
mengambilnya langsung ke Dinas Kesehatan. D, 30 Mei 2014
Informan D mengatakan bahwa sistem perencanaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan belum sesuai dengan Perka BNPB No.10 tahun 2012, dimana sistem
perencanaan yang dilakukan Dinas Kesehatan adalah obat yang diminta dan diberikan sesuai dengan obat yang dibutuhkan oleh pos kesehatan dan penanggung jawab pos
kesehatan mengambil langsung ke Dinas Kesehatan. Informan E mengatakan :
“Sistem perencanaan pendistribusian obat yang dilakukan oleh Dinas Keseahtan belum sesuai dengan Perka BNPB No.10 tahun 2012. Dimana dalam
pendistribusian obat, penanggung jawab pos kesehatan langsung mengambil obat ke Dinas Kesehatan sesuai dengan Kebutuhan obat yang dibutuhkan Pos
kesehatan dengan membawa form permintaan obat”. E, 29 Mei 2014
Informan E menjelaskan bahwa Sistem perencanaan Dinas Kesehatan Karo belum sesuai dengan Perka BNPB No.10 tahun 2012, dimana dalam pendistribusian
obat Dinas meminta penanggung jawab pos kesehatan untuk datang dan mengambil langsung obat ke Dinas Kesehatan sesuai dengan Kebutuhan obat yang dibutuhkan
Pos kesehatan dengan membawa form permintaan obat.
Universitas Sumatera Utara
103
Informan F mengatakan : “Sepengetahuan saya, sistem perencanaan pendistribusian yang dilaksanakan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo belum sesuai dengan Perka BNPB No.10 tahun 2012. Dimana saya sebagai penanggung jawab pos mengambil obat
langsung ke Dinas Kesehatan sesuai dengan kebutuhan obat yang ada di pos kesehatan. Ketika mengambil ambil obat, saya melampirkan form permintaan
obat dan setelah itu saya langsung mendistribusikan ke pos-pos kesehatan yang ada di ruang lingkup Puskesmas TiganDerket”. F, 28 Mei 2014
Informan F menjelaskan bahwa sistem perencanaan pendistribusian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karo belum sesuai dengan Perka BNPB
No.10 tahun 2012. Dimana penanggung jawab pos kesehatan langsung mengambil obat ke Dinas Kesehatan sesuai dengan kebutuhan obat yang ada di pos kesehatan.
Didalam mengambil obat harus melampirkan form permintaan obat. Setelah mendapatkan obat dari Dinas Kesehatan Kabupaten karo, penanggung jawab pos
kesehatan langsung mendistribusikan obat ke pos-pos kesehtan yang menjadi tanggung jawab puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
104
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Data Umum Kabupaten
Dari informasi yang didapat diketahui Kabupaten Karo adalah wilayah rawan bencana erupsi Gunung Sinabung terutama empat kecamatan yang masuk ke dalam
radius ≤ 10 Km yaitu kecamatan Simpang Empat, Naman Tran, TiganDerket dan
Payung. Sebanyak 34 Desa masuk kedalam daerah rawan erupsi Gunung sinabung dan 17 Desa diantaranya berada
≤ 5 Km. Dimana kejadian erupsi sudah terjadi berulang-ulang mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Selain erupsi Gunung Sinabung kabupaten Karo juga resiko tinggi dilanda musibah longsor, dimana kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140 sampai
dengan 1.400 Meter diatas permukaan laut dengan sudut kemiringan atau lerengnya banyak yang curam yaitu 72.734 Ha 34,19.Oleh karena itu pemerintah Kabupaten
Karo memiliki pekerjaan ekstra dalam menanggulangi bencana, apabila sekali-kali
bencana tersebut akan datang.
Dari informasi yang didapat diketahui bahwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan Puskesmas yang berada di radius
≤ 10 Kmbelum memi liki sistem yang baku dalam penanggulangan bencana terutama didalam perencanaan kebutuhan obat
dan perencanaan pendistribusiannya. Dimana ketika terjadi erupsi Gunung Sinabung tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo tidak memiliki persiapan didalam
perencanaan kebutuhan obat. Mereka menggunakan stok obat yang ada, selain itu
Universitas Sumatera Utara
105
juga menggunakan buffer stok dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat. Didalam perencanaan pendistribusian obat, Dinas Kesehatan Karo tidak memiliki sistem yang
baku. Dimana Dinas Kesehatan Kabupaeten Karo meminta Puskesmas yang memiliki pos-pos kesehatan untuk datang ke Dinas Kesehatan untuk mengambil obat sesuai
dengan keperluan, oleh sebab itu Puskesmas yang memiliki pos-pos kesehatan akan datang berulang-ulang perminggu untuk mengambil keperluan obat yang diperlukan.
Oleh karena itu diperlukan perencanaan kebutuhan obat dan perencanaan pendistribusian yang matang sehingga penanggulangan dampak bencana terutama
erupsi Gunung Sinabung dapat ditanggulangi dengan baik dan seefektif mungkin.
5.2.Perencanaan
Dengan sistem perencanaan yang baik, maka seluruh kebutuhan akan terpenuhi dengan baik sehingga dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi
sesuai dengan penyusunan yang sistematis dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan Depkes RI, 1996. Dengan adanya sistem perencanaan yang baik maka
permasalahan yang muncul ketika terjadi bencana dapat ditangani dengan baik. Dan mengingat bencana dapat terjadi kapan saja dan tanpa bisa di prediksi, maka
perencanaan kebutuhan obat harus benar-benar dilaksanakan dengan baik. Dalam pembuatan perencanaan kebutuhan obat pada masa tanggap darurat
bencana erupsi Gunung Sinabung dapat menggunakan metode morbiditas dan pembuatan perencanaan pendistribusian obat pada masa tanggap darurat bencana
erupsi Gunung Sinabung dapat menggunakan metode distribusi.
Universitas Sumatera Utara
106
5.3.Proses Perencanaan Kebutuhan Obat 5.3.1 Menentukan Jenis Penyakit
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan untuk menentukan jenis penyakit, peneliti bertanya kepada informan mengenai jenis-jenis obat yang
dibutuhkan. Sehingga diperoleh hasilbahwa penentuan jenis-jenis obat berdasarkan penyakit yang sering muncul di lapangan, 10 penyakit terbesar di puskesmas dan
penyakit yang akan muncul akibat dampak bencana terjadi. Dari informasi yang diperoleh, penentuan jenis penyakit yang dilaksanakan
oleh Dinas Kesehatan sudah sesuai tetapi belum maksimal dengan pedoman yang ada. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 059MenkesSKI2011 jenis penyakit yang
terjadi dipengungsian tergantung dari jenis bencana yang terjadi. tetapi ada beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab utama kematian ditempat pengungsian adalah
campak, diare, ISPA dan Malaria. Penyediaan obat untuk keempat jenis penyakit tersebut perlu mendapat perhatian khusus.