82
5.2.5. Hubungan Umur Anak Batita dengan Status Gizi Anak Batita
Gambar 5.12 Diagram Bar Status Gizi Anak Batita Berdasarkan Umur Anak Batita di Desa Tanjung Beringin Tahun 2016
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa status gizi kurang pada anak batita umur 24-36 bulan lebih besar daripada anak batita umur 12-23 bulan
dengan persentase 24,0 dan 6,5. Senada dengan penelitian Kunanto 1992, menunjukkan bahwa ada
hubungan antara umur balita dengan status gizi. Adanya hubungan antara umur anak batita dengan status gizi berkaitan erat dengan menurunnya perhatian orang
tua terhadap anaknya, yang mungkin disebabkan oleh adanya anak yang lebih muda adik atau kesibukan orang tua anak tersebut.
Umur anak juga dapat memengaruhi kuantitas waktu ibu untuk pengasuhan. Pada umur dua tahun perhatian dan kasih sayang ibu lebih banyak
tercurah kepadanya karena anak belum mandiri dan masih sangat membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama. Diatas umur dua tahun anak semakin
24 12-23 24-36
Status Gizi Baik 93,50
76,00 Status Gizi Kurang
6,50 24
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00 90,00
100,00
Universitas Sumatera Utara
83
mandiri dan mempunyai jaringan sosial lebih luas dan ketergantungan dengan sosok ibu mulai berkurang Hurlock dalam penelitian Syukriawati, 2011.
Masa anak di bawah lima tahun merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak karena pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan
memengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan zat gizi agar proses
pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan baik. Anak batita umur 12-23 bulan cenderung memperoleh gizi yang lebih baik
dibandingkan anak batita umur 24-36 bulan. Hal ini dikarenakan anak batita umur 12-23 bulan lebih diperhatikan oleh ibu dalam hal makanan, dimana makanan
anak batita tersebut masih ibu sendiri yang menyediakannya. Umur anak batita merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan
gizi, sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi anak batita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016
menunjukkan anak batita yang mengalami gizi kurang banyak terjadi pada umur 24-36 bulan yaitu sebesar 24,0.
Hal ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa keseriusan masalah gizi menjadi lebih jelas terjadi pada kelompok umur 12-47
bulan, karena pada kelompok ini merupakan periode pertumbuhan kritis dimana terjadi kegagalan pertumbuhan growth failure. Kejadian masalah gizi pada
kelompok umur tersebut yang tinggal di daerah desa lebih tinggi dibandingkan dengan kota. Dengan demikian umur 12-47 bulan merupakan usia yang rawan
Universitas Sumatera Utara
84
untuk menderita status gizi kurang. Karena semakin bertambah umur anak batita, berarti semakin besar pula kebutuhan zat gizi bagi anak batita tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak batita yang berstatus gizi kurang banyak pada kelompok umur 24-36 bulan sebesar 24,0. Hal ini
diasumsikan bahwa anak batita pada umur 24-36 bulan sudah mendapatkan makanan tambahan dan pola makan yang tidak teratur. Namun, pada kelompok
umur 12-23 bulan masih ditemukan anak batita yang berstatus gizi kurang. Hal ini kemungkinan terjadi karena ibu kurang memperhatikan asupan gizi anak dan
dapat disebabkan juga karena penyakit infeksi sehingga menimbulkan nafsu makan anak berkurang. Seiring dengan bertambahnya usia anak ragam makanan
yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak.
Universitas Sumatera Utara
85
5.2.6. Hubungan Jenis Kelamin Anak Batita dengan Status Gizi Anak Batita