28
d. Efek samping imunisasi
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara
penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi KIPI adalah suatu kejadian
sakit yang terjadi setalah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam,
yaitu kesalahan programteknik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab yang tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi
menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, pembengkakan pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala
gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.
2.6. Status Gizi
2.6.1. Pengertian status gizi
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952- 1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari
bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya
sebagai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994.
WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan
Universitas Sumatera Utara
29
pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi.
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme,
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi
akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh Supariasa, 2002. Jadi, status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik
bagi seseorang akan berdistribusi terhadap kesehatannya dan juga kemampuan dalam proses pemulihan.
Status gizi diartikan sebagaai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masalah zat gizi. Status gizi sangat
ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara
normal. Status gizi ditentukan oleh spenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat
tersebut Triaswulan, 2012. Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk
Universitas Sumatera Utara
30
anak balita, aktifitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan
makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu
pertumbuhan yang optimal tanpa diserta oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit,
khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang optimal Depkes RI, 2008.
Tubuh membutuhkan gizi dalam jumlah dan ragam yang sesuai untuk dapat tumbuh optimal. Ukuran umum kebutuhan gizi dikenal dengan istilah
Angka Kecukupan Gizi AKG, yang berbeda-beda pada setiap orang karena perbedaan umur dan berat badan. Pemenuhan gizi yang tepat adalah gizi
seimbang, yaitu terpenuhinya bermacam-macam zat gizi sesuai jumlah yang dibutuhkan.
Menurut Notoatmodjo 2003, kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh
sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi balita.
Menurut Kemenkes RI 2010, pemeliharaan status gizi anak sebaiknya : a.
Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
b. Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Universitas Sumatera Utara
31
c. Pemberian makanan pendampingan ASI bergizi, mulai usia 6 bulan secara
bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga. d.
Memperpanjang masa menyusui selama ibu dan bayi menghendaki.
2.7. Epidemiologi Masalah Gizi
2.7.1. Distribusi berdasarkan orang
Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi
pada periode siklus kehidupan berikutnya. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menetukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang
anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Masa balita merupakan masa dimana terjadi pertumbuhan badan yang
cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat yang tinggi di setiap kilo gram berat badannya. Dalam keadaan seperti ini anak balita justru paling ssering mengalami
kekurangan gizi sehingga anak balita merupakan kelompok umur yang rentan menderita kekuranga gizi.
2.7.2. Distribusi dan frekuensi menurut tempat dan waktu
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2013 yang diukur berdasarkan BBU adalah 5,7 dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,9.
Prevalensi nasional nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 19,6. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah RPJM tahun 2015 sebesar 20 dan target MDG untuk Indonesia sebesar 15,5, maka secara nasional target-target tersebut
sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi.
Universitas Sumatera Utara
32
Diantara 33 provinsi di Indonesia, 19 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang diatas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 sampai
dengan 33,1. Urutan ke-19 provinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah 1 Nusa Tenggara Timur; 2 Papua Barat; 3 Sulawesi Barat; 4
Maluku; 5 Kalimantan Selatan; 6 Kalimantan Barat; 7 Aceh; 8 Gorontalo; 9 Nusa Tenggara Barat; 10 Sulawesi Selatan; 11 Maluku Utara; 12
Sulawesi Tengah; 13 Sulawesi Tenggara; 14 Kalimantan Tengah; 15 Riau; 16 Sumatera Utara; 17 Papua; 18 Sumatera Barat; 19 Jambi.
Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tiga provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang sudah mencapai sasaran yaitu : 1 Bali, 2 DKI
Jakarta, 3 Bangka Belitung. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0, dan dianggap prevalensi sangat
tinggi bila ≥30 WHO, 2010. Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6, yang berarti masalah gizi berat-
kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi. Diantara 33 provinsi, terdapat tiga provinsi termasuk kategori
prevalensi sangat tinggi, yaitu Sulawesi Barat 28,3, Papua Barat 30,5 dan Nusa Tenggara Timur 34,7.
2.7.3. Determinan masalah gizi
Proses riwayat terjadinya penyakit pada masalah gizi gizi kurang melalui berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya interaksi antara pejamu, sumber
penyakit dan lingkungan. Ketidakseimbangan antara ketiga faktor ini, misalnya terjadi ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh. Akibat kekurangan zat gizi, maka
Universitas Sumatera Utara
33
simpanan zat gizi dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya
terjadi kemerosotan jaringan. Proses ini berlanjut sehingga menyebabkan malnutrisi, walupun hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan
pertumbuhan terhambat. Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi, dipengaruhi oleh
berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan dengan masalah pangan. Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau
masyarakat bahkan keluarga, karena anak tidak tampak sakit.
a. Agen
Kekurangan gizi sering diidentikkan dengan konsumsi makanan yang tidak mencukupi kebutuhan atau anak sulit untuk makan. Penyebab langsung
timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan
cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, dapat menderita kurang gizi. Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya
tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makan, akhirnya berat
badan anak menurun. Faktor penyebab tidak langsung timbulnya kurang gizi pada anak balita
yaitu : 1 tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga, 2 pola pengasuhan anak yang tidak memadai, dan 3 keadaan sanitasi yang buruk dan
tidak tersedia air bersih, serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai.
Universitas Sumatera Utara
34
Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.
b. Host