Imunisasi aktif Imunisasi pasif Status Imunisasi

13 Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Proporsi kematian bayi yang disebabkan karena tetanus neonatorum TN di Indonesia cukup tinggi yaitu 67. Dalam upaya mencegah TN maka imunisasi diarahkan kepada pemberian perlindungan bayi baru lahir dalam minggu-minggu pertama melalui ibu. Eliminasi tetanus neonatorum merupakan salah satu target yang harus dicapai sebagai tindak lanjut dari world summit for children yaitu insidens 110.000 kelahiran hidup pada tahun 2000 Puslitbang Pemberantas Penyakit, Badan Litbang Kesehatan.

2.1.3. Manfaat imunisasi

a. Untuk Anak : Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. b. Untuk Keluarga : Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa anak-anak yang nyaman. c. Untuk Negara : Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

2.1.4. Jenis-jenis imunisasi

a. Imunisasi aktif

Merupakan pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan vaksin agar sistem kekebalan atau imun tubuh dapat merespon secara spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen. Sehingga bila penyakit maka tubuh Universitas Sumatera Utara 14 dapat mengenali dan meresponsnya. Contoh dari imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif diperoleh dengan memberi vaksin secara suntikan atau melalui mulut. Contoh-contoh vaksin terdiri daripada : a.1. “Live – attenuated vaccines” vaksin hidup yang dilemahkan seperti vaksin poliomyelitisOPV, campak, rubella dan BCG. a.2. “Killed vaccines” vaksin mati seperti vaksin pertusis dan inactivated poliomyelitis IPV. a.3. “Sub – unit vaccine” vaksin sub unit seperti vaksin pneumococcus, hepatitis B, influenza. a.4. “Toxoid” seperti vaksin diphtheria tetanus. Kebanyakan vaksin memberi perlindungan daripada penyakit dengan merangsangkan sistem imun badan untuk menghasilkan antibodi. Vaksin BCG memberi perlindungan melalui keimunan sel cell mediated immunity. OPV juga memberi keimunan tempatan local immunity didalam saluran usus.

b. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS Anti Tetanus Serum pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah bayi yang baru lahir dimana bayi melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antobodi terhadap campak. Universitas Sumatera Utara 15

2.2. Imunisasi Wajib

Imunisasi yang wajib diberikan pada balita dibawah 12 bulan adalah BCG, DPT, Hepatitis B, Polio, dan Campak. Berfungsi untuk menangkis penyakit- penyakit yang dapat menimbulkan kematian serta kecacatan. Seperti TBC, Hepatitis dan Polio. Sedangkan reaksi masing-masing imunisasi juga berbeda- berbeda pada setiap anak, tergantung pada penyimpanan vaksin dan sensitivitas tubuh tiap anak.

2.2.1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis TBC. BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikeldosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi ini adalah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah. Namun jangan kuatir, sebab hal ini merupakan reaksi yang normal. Namun jika bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk mengatasi pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptik. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru paling sering terjadi, kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak yang terberat. Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M.tuberculosa 100 tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara 16 Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan, vaksin BCG merupakan vaksin hidup maka tidak diberikan pada pasien dengan imunokompromais leukemia, anak yang sedang mendapatkan pengobatan steroid jangka panjang, atau bayi yang telah diketahui atau dicurigai menderita infeksi HIV. Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negative. Apabila uji tuberculin tidak memungkinkan BCG dapat diberikan namun perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal cepat di tempat suntikan, perlu tindakan lebih lanjut tanda diagnostic tuberculosis. Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc Nacl 0,9. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu 5 ° C terhindar dari sinar matahari.

2.2.2. Imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus DPT

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit yaitu difteri, pertusis, dan tetanus. Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Penyakit ini bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran pernafasan bagian atas, penularannya bisa disebabkan karena kontal langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi nakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, Universitas Sumatera Utara 17 leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak nafas disertai bunyi stridor. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu-dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurunan panas. Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “Batuk Seratus Hari” adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus-menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularannya umumnya terjadi melalui udara batukbersin. Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan. Penyakit Tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang kejang mulut bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang- kejang secara cepar merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Universitas Sumatera Utara 18 Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada syaraf disekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan, penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.

2.2.3. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Virus hepatitis B ditemukan di dalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani. Vaksin ini diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan. Ibu yang menderita penyakit hepatitis B dapat menularkan pada bayinya. Hepatitis B dapat menular melalui kontak antara darah dengan darah, sebagai contoh apabila luka pada tubuh terkontaminasi cairan yang dikeluarkan oleh Universitas Sumatera Utara 19 penderita hepatitis B, seperti jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, tranfusi darah dan gigitan manusia, hal ini termasuk hubungan seksual. Penyakit hepatitis B bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati menimbulkan kematian. Gejala hepatitis B mirip dengan gejala flu yaitu hilangnya nafsu makan, mual, mudah merasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam, urine menjadi kuning, sakit perut.

2.2.4. Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinjakotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Penyakit ini dapat menyerang sistem pencernaan dan sistem saraf. Vaksin polio ada dua jenis, yakni vaccine polio inactivated IPV dan vaccine polio oral OPV. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun. Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin kuman yang dilemahkan. Cara pemberiannya melalui mulut. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT. Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan. Universitas Sumatera Utara 20 Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang dicampur dengan gula manis. Faktor yang dapat meningkatkan terserang poliomyelitis antara lain dikarenakan malnutrisi, kurangnya sanitasi lingkungan, karena suntikan dan juga virus yang bisa ditularkan melalui plasenta ibu sedangkan antibody yang diberikan pasif melalui plasenta tidak dapat melindungi bayi secara adekuat. Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Efek samping imunisasi ini hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang. Tingkat kekebalan dapat mencapai hingga 90.

2.2.5. Imunisasi Campak

Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak, measles atau rubella adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. Pencegahan yang bisa dilakukan dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolahraga Universitas Sumatera Utara 21 yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukaan imunisasi. Pemberian imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.

2.3. Jadwal Imunisasi

2.3.1. Program Imunisasi Nasional PIN

Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi PPI atau expanded program on immunisation EPI dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1997. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional yaitu universal child immunization UCI pada akhir 1982. Program imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan terjangkitnya penyakit tertentu yaitu Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi PD3I, antara lain Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio dan Campak. Target UCI pada tahun 2013 adalah 95 dan tahun 2014 sebesar 100. Meskipun cakupan UCI desa cenderung meningkat, namun untuk mencapai 100 pada tahun 2014 dibutuhkan upaya lebih. Program imunisasi nasional disusun berdasarkan keadaan epidemiologi penyakit yang terjadi saat ini. Program imunisasi nasional terdiri dari imunisasi dasar yang harus diselesaikan sebelum usia satu tahun. Besar cakupan imunisasi dalam program imunisasi nasional merupakan parameter kesehatan nasional, semua jenis imunisasi harus mencapai lebih dari Universitas Sumatera Utara 22 80. Namun pada kenyataannya, cakupan imunisasi belum memuaskan seperti data yang tertera pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Cakupan imunisasi di Indonesia Cakupan imunisasi Imunisasi 19961997 2003 2004 2007 2008 Kotadesa BCG 99,6 97,7 82,0 92,483,5 89,0 DPT-3 90,9 90,8 70,0 78,768,2 77,0 Polio-3 85,0 90,4 70,0 74,963,1 77,0 Hepatitis B-3 62,0 79,4 75,0 71,657,3 78,0 Campak 91,7 90,4 72,0 86,078,8 83,0 TT ibu hamil 73,3 71,5 63,9 tad26,0 42,9 62,9 2004 Data : Subdit Imunisasi Ditjen PPMPLP Depkes 2004, Profil kesehatan tahun 2005, Balitbangkes Depkes, Riskesdas 2007 Profil Kesehatan tahun 2009 tad=tidak ada data

2.3.2. Jadwal imunisasi

Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksinasi atau imunisasi harus diberikan kepada anak. Jadwal imunisasi suatu negara dapat saja berbeda dengan negara lain tergantung kepada lembaga kesehatan yang berwewenang mengeluarkannya. Berikut ini adalah jadwal imunisasi : Tabel 2.2. Ringkasan jadwal imunisasi berdasarkan umur pemberian Jenis Vaksin Umur Pemberian Imunisasi Bulan Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 BCG 1 Polio 1 2 3 4 Hepatitis B 1 2 3 DPT 1 2 3 Campak 1 Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1059MenkesSKIX2004 Universitas Sumatera Utara 23

2.3.3. Pencatatan imunisasi

Setiap bayianak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi berupa kartu imunisasi yang dipegang oleh orang tua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau tenaga paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data yang relevan pada kartu imunisasi tersebut. Orang tuapengasuh yang membawa anak ke tenaga medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu imunisasi tersebut. Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi : a. Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang b. Tanggal melakukan vaksinasi c. Efek samping bila ada d. Tanggal vaksinasi berikut e. Nama tenaga medisparamedis yang memberikan vaksin Jika data vaksinasi tidak diberikan oleh tenaga medisparamedis sebelumnya, maka data tentang hal-hal tersebut di atas harus dilengkapi oleh petugas yang melanjutkannya. Sehingga kartu imunisasi yang lengkap, baik jadwal maupun efek samping yang akan merupakan informasi penting untuk dokterparamedis yang akan memberikan vaksin berikutnya. Kartu vaksinasi ini sebaiknya dipegang oleh orang tuanya. Diharapkan para dokter yang memberikan vaksinasi mempunyai sistem untuk mengingatkan orang tua untuk melakukan vaksinasi berikutnya sesuai dengan jadwal vaksinasi yang sudah ditetapkan. Sebaiknya waktu imunisasi berikutnya dibicarakan dengan orang tuanya Universitas Sumatera Utara 24 misalnya untuk ibu yang berkarir imunisasi DPT diberikan sehari sebelum hari libur, mengingat apabila terjadi demam ibu berada di rumah. Pentingnya kartu vaksinasi ini juga untuk menilai jenis dan jumlah vaksin yang diberikan dan bagaimana pemberian vaksinasi selanjutnya untuk pasien dengan imunisasi tidak lengkap dan cara mengejar catch up imunisasi yang tertinggal.

2.4. Status Imunisasi

Program imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. Kementerian kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi PPI pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I, yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611MENKESSKXI2005, program pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB pada bayi umur dua bulan, tiga bulan empat bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan. Informasi cakupan imunisasi pada Riskesdas 2013 ditanyakan kepada ibu yang mempunyai balita umur 0-59 bulan. Informasi imunisasi dikumpulkan berdasarkan empat sumber informasi, yaitu wawancara kepada ibu balita atau anggota rumah tangga yang mengetahuinya, catatan dalam KMS, catatan dalam Universitas Sumatera Utara 25 buku KIA, dan catatan dalam buku kesehatan anak lainnya. Apabila salah satu dari keempat sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah diimunisasi, disimpulkan bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk jenis yang ditanyakan. Analisis imunisasi hanya dilakukan pada anak umur 12-23 bulan karena beberapa alasan, yaitu: 1 hasil analisis dapat mendekati perkiraan “valid immunization”, 2 survei-survei lain juga menggunakan kelompok umur 12-23 bulan untuk menilai cakupan imunisasi, sehingga dapat dibandingkan dan; 3 bias karena ingatan ibu yang diwawancara pada saat pengumpulan data lebih rendah dibanding kelompok umur diatasnya. Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasinya missing. Hal ini disebabkan beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis imunisasi, catatan dalam KMS buku KIA tidak lengkaptidak terisi, tidak dapat menunjukkan karena hilang atau tidak disimpan oleh ibu. Alasan lainnya karena subyek yang ditanya tentang imunisasi bukan ibu balita, memory recall bias dari ibu, ataupun ketidakakuratan pewawancara saat proses wawancara dan pencatatan. Cakupan imunisasi lengkap pada anak umur 12-23 bulan, yang merupakan gabungan dari satu kali imunisasi HB-0, satu kali BCG, tuga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Cakupan imunisasi lengkap cenderung meningkat dari tahun 2007 41,6, 2010 53,8, dan 2013 59,2 Riskesdas, 2013. Universitas Sumatera Utara 26 Persentase imunisasi dasar lengkap di perkotaan lebih tinggi 64,5 daripada di pedesaan 53,7 dan terdapat 11,7 anak umur 12-23 bulan di pedesaan yang tidak diberikan imunisasi sama sekali. Sedangkan persentase anak umur 12-23 yang belum pernah diberikan imunisasi sekitar 8,7. Alasan utama anak tidak diimunisasi adalah takut anak menjadi panas 28,8, keluarga tidak mengizinkan anaknya diimunisasi 26,3 Riskesdas, 2013.

2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Batita

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 34 78

PENDAHULUAAN Hubungan Pengetahuan Ibu dan Status Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun (Batita) Di Desa Sangge Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali.

0 1 6

NASKAH PUBLIKASI Hubungan Pengetahuan Ibu dan Status Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun (Batita) Di Desa Sangge Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali.

0 1 17

STATUS IMUNISASI DAN KESAKITAN ANAK UMUR 1 – 2 TAHUN (BATITA) ANALISIS LANJUT SDKI

0 0 19

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

0 0 17

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

0 0 9

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

0 0 34

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

1 1 3

Hubungan Karakteristik Ibu dan Pemberian Imunisasi Dengan Status Gizi Anak Batita Umur 1-3 Tahun di Desa Tanjung Beringin Kabupaten Dairi Tahun 2016

0 1 27