13
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Proporsi kematian bayi yang
disebabkan karena tetanus neonatorum TN di Indonesia cukup tinggi yaitu 67. Dalam upaya mencegah TN maka imunisasi diarahkan kepada pemberian
perlindungan bayi baru lahir dalam minggu-minggu pertama melalui ibu. Eliminasi tetanus neonatorum merupakan salah satu target yang harus dicapai
sebagai tindak lanjut dari world summit for children yaitu insidens 110.000 kelahiran hidup pada tahun 2000 Puslitbang Pemberantas Penyakit, Badan
Litbang Kesehatan.
2.1.3. Manfaat imunisasi
a. Untuk Anak : Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian. b.
Untuk Keluarga : Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin
bahwa anaknya akan menjalani masa anak-anak yang nyaman. c.
Untuk Negara : Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
2.1.4. Jenis-jenis imunisasi
a. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan vaksin agar sistem kekebalan atau imun tubuh dapat merespon secara spesifik dan
memberikan suatu ingatan terhadap antigen. Sehingga bila penyakit maka tubuh
Universitas Sumatera Utara
14
dapat mengenali dan meresponsnya. Contoh dari imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau campak.
Imunisasi aktif diperoleh dengan memberi vaksin secara suntikan atau melalui mulut. Contoh-contoh vaksin terdiri daripada :
a.1. “Live – attenuated vaccines” vaksin hidup yang dilemahkan seperti
vaksin poliomyelitisOPV, campak, rubella dan BCG. a.2.
“Killed vaccines” vaksin mati seperti vaksin pertusis dan inactivated poliomyelitis IPV.
a.3. “Sub – unit vaccine” vaksin sub unit seperti vaksin pneumococcus,
hepatitis B, influenza. a.4.
“Toxoid” seperti vaksin diphtheria tetanus. Kebanyakan vaksin memberi perlindungan daripada penyakit dengan
merangsangkan sistem imun badan untuk menghasilkan antibodi. Vaksin BCG memberi perlindungan melalui keimunan sel cell mediated immunity. OPV juga
memberi keimunan tempatan local immunity didalam saluran usus.
b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses
infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS Anti
Tetanus Serum pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah bayi yang baru lahir dimana bayi melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antobodi terhadap campak.
Universitas Sumatera Utara
15
2.2. Imunisasi Wajib
Imunisasi yang wajib diberikan pada balita dibawah 12 bulan adalah BCG, DPT, Hepatitis B, Polio, dan Campak. Berfungsi untuk menangkis penyakit-
penyakit yang dapat menimbulkan kematian serta kecacatan. Seperti TBC, Hepatitis dan Polio. Sedangkan reaksi masing-masing imunisasi juga berbeda-
berbeda pada setiap anak, tergantung pada penyimpanan vaksin dan sensitivitas tubuh tiap anak.
2.2.1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis TBC. BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin
ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikeldosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh
imunisasi ini adalah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah. Namun jangan kuatir, sebab hal ini merupakan reaksi yang
normal. Namun jika bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk
mengatasi pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptik. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena
terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru paling sering terjadi, kelenjar getah
bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak yang terberat. Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi
M.tuberculosa 100 tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
16
Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan, vaksin BCG merupakan vaksin hidup maka tidak diberikan pada pasien dengan imunokompromais leukemia, anak
yang sedang mendapatkan pengobatan steroid jangka panjang, atau bayi yang telah diketahui atau dicurigai menderita infeksi HIV.
Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negative.
Apabila uji tuberculin tidak memungkinkan BCG dapat diberikan namun perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal cepat di tempat
suntikan, perlu tindakan lebih lanjut tanda diagnostic tuberculosis. Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc Nacl
0,9. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu 5
°
C terhindar dari sinar matahari.
2.2.2. Imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus DPT
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit yaitu difteri, pertusis, dan tetanus.
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Penyakit ini bersifat ganas, mudah menular dan
menyerang terutama saluran pernafasan bagian atas, penularannya bisa disebabkan karena kontal langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk
atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi nakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang
38°C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih
keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah,
Universitas Sumatera Utara
17
leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak nafas disertai bunyi stridor.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan
selang penyuntikan satu-dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu
bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat
penurunan panas. Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “Batuk Seratus
Hari” adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus-menerus sukar berhenti, muka
menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking.
Penularannya umumnya terjadi melalui udara batukbersin. Pencegahan paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan
Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan.
Penyakit Tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali
dengan kejang otot rahang kejang mulut bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-
kejang secara cepar merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Universitas Sumatera Utara
18
Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin
menempel pada syaraf disekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu
pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka
penderita dapat disembuhkan, penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari
imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk
wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
2.2.3. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menular melalui darah atau
cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Virus hepatitis B ditemukan di dalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani.
Vaksin ini diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan. Ibu yang menderita penyakit hepatitis B dapat menularkan pada bayinya.
Hepatitis B dapat menular melalui kontak antara darah dengan darah, sebagai contoh apabila luka pada tubuh terkontaminasi cairan yang dikeluarkan oleh
Universitas Sumatera Utara
19
penderita hepatitis B, seperti jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, tranfusi darah dan gigitan manusia, hal ini termasuk hubungan seksual. Penyakit hepatitis
B bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati menimbulkan kematian.
Gejala hepatitis B mirip dengan gejala flu yaitu hilangnya nafsu makan, mual, mudah merasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam, urine menjadi
kuning, sakit perut.
2.2.4. Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinjakotoran orang yang terinfeksi. Anak
yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Penyakit ini dapat menyerang sistem pencernaan dan sistem saraf. Vaksin polio ada dua jenis, yakni vaccine
polio inactivated IPV dan vaccine polio oral OPV. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5
hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin kuman yang dilemahkan. Cara pemberiannya melalui
mulut. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi
ulang DPT. Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Poliomielitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali
dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan.
Universitas Sumatera Utara
20
Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan
sendok yang dicampur dengan gula manis. Faktor yang dapat meningkatkan terserang poliomyelitis antara lain
dikarenakan malnutrisi, kurangnya sanitasi lingkungan, karena suntikan dan juga virus yang bisa ditularkan melalui plasenta ibu sedangkan antibody yang
diberikan pasif melalui plasenta tidak dapat melindungi bayi secara adekuat. Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita defisiensi imunitas. Efek samping imunisasi ini hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot.
Kasusnya pun sangat jarang. Tingkat kekebalan dapat mencapai hingga 90.
2.2.5. Imunisasi Campak
Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak, measles atau rubella adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak
merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh
dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru-paru, infeksi
pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. Pencegahan yang bisa dilakukan
dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolahraga
Universitas Sumatera Utara
21
yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukaan imunisasi. Pemberian imunisasi akan menimbulkan
kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.
2.3. Jadwal Imunisasi
2.3.1. Program Imunisasi Nasional PIN
Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi PPI atau expanded program on immunisation EPI dilaksanakan di
Indonesia sejak tahun 1997. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional yaitu universal child
immunization UCI pada akhir 1982. Program imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan terjangkitnya
penyakit tertentu yaitu Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi PD3I, antara lain Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio dan
Campak. Target UCI pada tahun 2013 adalah 95 dan tahun 2014 sebesar 100. Meskipun cakupan UCI desa cenderung meningkat, namun untuk mencapai 100
pada tahun 2014 dibutuhkan upaya lebih. Program imunisasi nasional disusun berdasarkan keadaan epidemiologi
penyakit yang terjadi saat ini. Program imunisasi nasional terdiri dari imunisasi dasar yang harus diselesaikan sebelum usia satu tahun.
Besar cakupan imunisasi dalam program imunisasi nasional merupakan parameter kesehatan nasional, semua jenis imunisasi harus mencapai lebih dari
Universitas Sumatera Utara
22
80. Namun pada kenyataannya, cakupan imunisasi belum memuaskan seperti data yang tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Cakupan imunisasi di Indonesia
Cakupan imunisasi Imunisasi
19961997 2003
2004 2007
2008 Kotadesa
BCG 99,6
97,7 82,0
92,483,5 89,0
DPT-3 90,9
90,8 70,0
78,768,2 77,0
Polio-3 85,0
90,4 70,0
74,963,1 77,0
Hepatitis B-3 62,0
79,4 75,0
71,657,3 78,0
Campak 91,7
90,4 72,0
86,078,8 83,0
TT ibu hamil 73,3
71,5 63,9
tad26,0 42,9
62,9 2004
Data : Subdit Imunisasi Ditjen PPMPLP Depkes 2004, Profil kesehatan tahun 2005, Balitbangkes Depkes, Riskesdas 2007 Profil Kesehatan tahun
2009 tad=tidak ada data
2.3.2. Jadwal imunisasi
Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksinasi atau imunisasi harus diberikan kepada anak. Jadwal imunisasi suatu negara dapat
saja berbeda dengan negara lain tergantung kepada lembaga kesehatan yang berwewenang mengeluarkannya.
Berikut ini adalah jadwal imunisasi :
Tabel 2.2. Ringkasan jadwal imunisasi berdasarkan umur pemberian Jenis
Vaksin Umur Pemberian Imunisasi Bulan
Lahir 1
2 3
4 5
6 7
8 9
BCG 1
Polio 1
2 3
4 Hepatitis B
1 2
3 DPT
1 2
3 Campak
1
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1059MenkesSKIX2004
Universitas Sumatera Utara
23
2.3.3. Pencatatan imunisasi
Setiap bayianak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi berupa kartu imunisasi yang dipegang oleh orang tua atau pengasuhnya. Setiap dokter
atau tenaga paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data yang relevan pada kartu imunisasi tersebut. Orang tuapengasuh yang membawa
anak ke tenaga medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu imunisasi tersebut.
Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi : a.
Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang b.
Tanggal melakukan vaksinasi c.
Efek samping bila ada d.
Tanggal vaksinasi berikut e.
Nama tenaga medisparamedis yang memberikan vaksin Jika data vaksinasi tidak diberikan oleh tenaga medisparamedis
sebelumnya, maka data tentang hal-hal tersebut di atas harus dilengkapi oleh petugas yang melanjutkannya. Sehingga kartu imunisasi yang lengkap, baik
jadwal maupun efek samping yang akan merupakan informasi penting untuk dokterparamedis yang akan memberikan vaksin berikutnya. Kartu vaksinasi ini
sebaiknya dipegang oleh orang tuanya. Diharapkan para dokter yang memberikan vaksinasi mempunyai sistem untuk mengingatkan orang tua untuk melakukan
vaksinasi berikutnya sesuai dengan jadwal vaksinasi yang sudah ditetapkan. Sebaiknya waktu imunisasi berikutnya dibicarakan dengan orang tuanya
Universitas Sumatera Utara
24
misalnya untuk ibu yang berkarir imunisasi DPT diberikan sehari sebelum hari libur, mengingat apabila terjadi demam ibu berada di rumah.
Pentingnya kartu vaksinasi ini juga untuk menilai jenis dan jumlah vaksin yang diberikan dan bagaimana pemberian vaksinasi selanjutnya untuk pasien
dengan imunisasi tidak lengkap dan cara mengejar catch up imunisasi yang tertinggal.
2.4. Status Imunisasi
Program imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. Kementerian kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi PPI
pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I, yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta
hepatitis B.
Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan
RI Nomor
1611MENKESSKXI2005, program pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali
imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga
dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB pada bayi umur dua bulan, tiga bulan empat bulan dengan interval
minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan. Informasi cakupan imunisasi pada Riskesdas 2013 ditanyakan kepada ibu
yang mempunyai balita umur 0-59 bulan. Informasi imunisasi dikumpulkan berdasarkan empat sumber informasi, yaitu wawancara kepada ibu balita atau
anggota rumah tangga yang mengetahuinya, catatan dalam KMS, catatan dalam
Universitas Sumatera Utara
25
buku KIA, dan catatan dalam buku kesehatan anak lainnya. Apabila salah satu dari keempat sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah diimunisasi,
disimpulkan bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk jenis yang ditanyakan. Analisis imunisasi hanya dilakukan pada anak umur 12-23 bulan karena
beberapa alasan, yaitu: 1 hasil analisis dapat mendekati perkiraan “valid immunization”, 2 survei-survei lain juga menggunakan kelompok umur 12-23
bulan untuk menilai cakupan imunisasi, sehingga dapat dibandingkan dan; 3 bias karena ingatan ibu yang diwawancara pada saat pengumpulan data lebih
rendah dibanding kelompok umur diatasnya. Tidak semua balita dapat diketahui status imunisasinya missing. Hal ini
disebabkan beberapa alasan, yaitu ibu lupa anaknya sudah diimunisasi atau belum, ibu lupa berapa kali sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui secara pasti jenis
imunisasi, catatan dalam KMS buku KIA tidak lengkaptidak terisi, tidak dapat menunjukkan karena hilang atau tidak disimpan oleh ibu. Alasan lainnya karena
subyek yang ditanya tentang imunisasi bukan ibu balita, memory recall bias dari ibu, ataupun ketidakakuratan pewawancara saat proses wawancara dan
pencatatan. Cakupan imunisasi lengkap pada anak umur 12-23 bulan, yang merupakan
gabungan dari satu kali imunisasi HB-0, satu kali BCG, tuga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Cakupan imunisasi lengkap cenderung
meningkat dari tahun 2007 41,6, 2010 53,8, dan 2013 59,2 Riskesdas, 2013.
Universitas Sumatera Utara
26
Persentase imunisasi dasar lengkap di perkotaan lebih tinggi 64,5 daripada di pedesaan 53,7 dan terdapat 11,7 anak umur 12-23 bulan di
pedesaan yang tidak diberikan imunisasi sama sekali. Sedangkan persentase anak umur 12-23 yang belum pernah diberikan imunisasi sekitar 8,7. Alasan utama
anak tidak diimunisasi adalah takut anak menjadi panas 28,8, keluarga tidak mengizinkan anaknya diimunisasi 26,3 Riskesdas, 2013.
2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Batita