34 Tabel 2.3 lanjutan
No. Masalah
Cara membayar menagih 2. SPT Tahunan PPh Pasal 21,
23, 36 dan PPN. b.
Tidak menyelenggarakan
pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 KUP.
c. Tidak memperlihatkan buku dokumen,
tidak memberi
keterangan, tidak
memberi bantuan
guna kelancaran
pemeriksaan, sebagaimana
dimaksud pasal 29. SKPKB ditambah kenaikan
100. SKPKB.
50 PPh Pasal 29. 100 PPh Pasal 21, 23, 26
dan PPN. SKPKB.
50 PPh Pasal 29. 100 PPh Pasal 21, 23, 26
dan PPN.
2. Dikeluarkan SKPKBT karena:
ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah
dikeluarkan SKPKB. SKPKBT 100.
3. Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB
karena pemeriksaan, dimana PKP tidak
seharusnya mengkompensasi
selisih lebih, menghitung tarif 0 diberi restitusi pajak.
SKPKB 100.
b. Sanksi Pidana Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir
atau benteng hukum yang digunakan Fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan ada 3 tiga macam sanksi pidana yaitu, denda pidana, kurungan, dan penjara.
1. Denda pidana Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya
35 diancam dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan
peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau
kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun kejahatan.
2. Pidana Kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran. Dapat ditunjukkan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma
itu tetentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu
diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian. 3. Pidana Penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap
kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
Menurut Mardiasmo 2009:34, sanksi dalam perpajakan yang dikenakan sesuai dengan tindakan yang dilakukan yaitu baik atas kealpaan
ataupun kesengajaan. 1. Kealpaan
Setiap orang yang karena kealpaannya: a. Tidak menyampaikan SPT, atau
36 b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 satu kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibaya, atau dipidana kurungan paling singkat 3 tiga bulan
atau paling lama 1 satu tahun. 2. Kesengajaan
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 enam bulan dan paling
lama 6 enam tahun dan denda paling sedikit 2 dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 empat kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 satu kali menjadi 2 dua kali
sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 satu tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
D. Kemudahan Dalam Proses Pengisian Surat Pemberitahuan
Sri Mulyani dalam Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi 2009:5,
37 mengungkapkan bahwa kemudahan dan kesederhanaan sistem perpajakan
dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kemudahan akan memberikan impulse tersendiri bagi Wajib Pajak, dengan alasan logis bahwa mereka tidak
perlu melakukan pengorbanan yang besar untuk dapat memenuhi kewajibannya.
Menurut Diaz Priantara 2009:296, proses pengisian SPT menganut self assessment system,
dimana ”Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, dan menetapkan besarnya jumlah Pajak
Penghasilan yang terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak”. Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi 2009:10, untuk dapat
menghitung, memperhitungkan, dan menetapkan besarnya jumlah Pajak Penghasilannya, hal utama yang dibutuhkan Wajib Pajak adalah kemudahan.
Indikator dari kemudahan itu bisa dilihat dengan kesederhanaan formulir Surat Pemberitahuan SPT yang ada saat ini, ditunjang dengan petunjuk pengisian
yang mudah dimengerti, serta pemberlakuan e-SPT yang membantu memudahkan pelaporan SPT.
Menurut Adam Smith dalam Diaz Priantara 2009:4 : “Kemudahan dalam proses pengisian surat pemberitahuan termasuk dalam
Asas Convenience mengandung arti bahwa pemungutan pajak harus memperhatikan saat-saat dan waktu yang tepat yang memungkinkan Wajib
Pajak dengan mudah memenuhi kewajibannya”. Dalam asas ini ditekankan pula bahwa pembayaran pajak harus
memberi kesan mudah dan menyenangkan sehingga mendorong Wajib Pajak senang membayar pajak. Penyederhaan ketentuan formal administratif tata
cara Wajib Pajak berinteraksi dengan Direktorat Jenderal Pajak dalam
38 pemenuhan kewajiban perpajakan maupun ketentuan material cara
menghitung dan menentukan kewajiban perpajakan juga sudah menjadi tuntutan saat ini.
Perolehan SPT pun harus dipermudah agar kemauan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT dapat terlaksanakan. Dimana fasilitas-fasilitas yang
harus dilengkapi oleh Kantor Pelayanan Pajak KPP dalam memperoleh SPT sehingga tidak menimbulkan keengganan Wajib Pajak dalam menyampaikan
SPT. Dan Perhatian khusus aparat pajak dan buku petunjuk pengisian yang mudah dimengerti dalam pengisisan SPT akan mendorong diri Wajib Pajak
dalam menjalankan kewajibannya.
E. Tingkat Kesadaran yang Dimiliki oleh Wajib Pajak
Menurut Sri Astuti dan Rini 2008:5, kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif,
afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan
berkonsekuensi logis untuk Wajib Pajak, yaitu kerelaan Wajib Pajak memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan
cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah. Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi 2009:10, kesadaran
merupakan keinginan secara sukarela untuk menjalankan kewajiban. Sebagai warga negara yang baik, kewajibannya adalah memenuhi kewajiban
perpajakan, termasuk menyampaikan SPT. Indikasi dari tingkat kesadaran
39 Wajib Pajak ini dapat dinilai dari dua hal. Yang pertama adalah kesadaran
dalam hal penyampaian SPT itu sendiri yang dilakukan tanpa adanya unsur paksaan atau perasaan terpaksa, dan yang kedua adalah apakah penyampaian
SPT didorong oleh pengetahuan akan pentingnya pajak untuk membiayai pembangunan.
Menurut Dominicus Doli dan M. Khoiru Rusydi 2009:5, Kenyataanya tidak banyak orang yang secara sadar akan kewajiban
perpajakannya dan mengerti essensi dari pajak itu sendiri melainkan hampir sebagian besar orang melaksanakan kewajiban perpajakannya hanya
memenuhi ketentuan yang sudah ada. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya kurangnya kesadaran lack of awareness sangat berpotensi mengurangi tingkat
kepatuhan. Menurut Irianto 2005 dalam Tatian Ratung dan Priyo Hari Adi
2009:11, menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak. Terdapat tiga bentuk
kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan
menyadari hal ini, Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan
untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban
pajak sangat merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak