Tabel 4. Pembagian Wilayah Kerja KPH Cepu
Sub KPH Cepu Utara Sub KPH Cepu Selatan
BKPH RPH Luas
BKPH ha
BKPH RPH Luas
BKPH ha
1. Nglamping 21. Gianti
2. Ketringan 22.Gagakan
1.Wonogadung 3. Kedungprahu
2.410,0 7. Ledok
23. Kejalen 2.938,2
4. Kemuning 24. Gerdusapi
5. Cabak 25. Ngasahan
2. Cabak 6. Pengkok
2.650,5 8. Kendilan
26. Mejurang 2.922,1
7. Talun 27. Ngawenan
8. Nanas 28. Pasarsore
3. Nanas 9. Bleboh
2.576,9 9. Pasarsore
29.Temengeng 2.993,5
11. Bulak 30. Nglobo
12. Nglebur 31. Dulang
4. Nglebur 13. Sumberjo
2.643,1 32. Kaliklampok
14. Beji 33. Jomblang
15. Kedewan 10. Nglobo
34. Klopoduwur 2.911,5
5. Kedewan 16. Dandangilo
2.739,8 35. Payaman
17. Kawengan 36. Ngodo
18. Ngelo 11. Blungun
37. Blungun 2.360,0
19. Sekaran 38. Galuk
6. Sekaran
20. Kasiman 3.208,5
39. Pucung 40. Wadung
12. Pucung
41. Klompok 2.681,9
Luas Sub KPH Cepu Utara 16.239,8 ha
Luas Sub KPH Cepu Selatan 16.807,2 ha
Luas total area KPH Cepu = 16.239,8 ha + 16.807,7 ha = 33.407,3 ha
Sumber : “Sekilas Mengenal KPH Cepu” Perum Perhutani KPH Cepu 2005
Segenap jajaran petugas KPH Cepu berupaya untuk selalu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh
perusahaan dan berupaya mengembangkan pengetahuan serta keterampilan dengan mengikuti berbagai bentuk pelatihan, baik yang diadakan oleh intern pihak
KPH maupun dari pihak lain. Adapun pedomanprinsip pelaksanaan kerja di KPH Cepu ialah : ”Mengawali setiap pelaksanaan tugas dengan semangat, dan
mengakhirinya dengan prestasi”.
4.3. Kegiatan Kerja Kehutanan
Sebagai suatu kesatuan unit pengelolaan hutan jati, maka KPH Cepu melaksanakan berbagai macam kegiatan mulai dari penanaman hingga produksi
panen. Dengan tujuan memperoleh hasil produksi terbaik dari tegakan jati yang dikelolanya dan berdasar pada prinsip kelestarian, maka kegiatan pengelolaan
bersifat sinergis dan terkait satu sama lain. Adapun kegiatan-kegiatan teknis kehutanan yang dilaksanakan di KPH Cepu yaitu penanaman, khususnya dalam
upaya reboisasi lahan-lahan bekas tebangan, maupun di tanah-tanah kosong. Penanaman ini selain menggunakan tanaman jati juga memanfaatkan jenis-jenis
tanaman rimba. Khusus jati, KPH Cepu juga mengembangkan penanaman JPP, atau Jati Plus Perhutani yaitu tanaman jati yang bibitnya berasal dari pemuliaan
pohon jati plus. Penanaman JPP ini telah berlangsung sejak tahun 2001. Selain penanaman, juga dilaksanakan upaya pemeliharaan tegakan, dengan
tujuan memperoleh tegakan jati yang baik. Kegiatan dalam pemeliharaan ini antara lain penyulaman, babat, dangir, pemupukan dan wiwilan tanaman berusia
1-3 tahun, pembabatan tumbuhan bawah dan prunningpemangkasan untuk tanaman umur 4 s.d 6 tahun, dan penjarangan, bagi tegakan hutan yang telah
memenuhi tata waktu frekuensi penjarangan. Untuk tegakan yang siap tebang, pada T-2 2 tahun sebelum penebangan dilaksanakan penerasan dengan tujuan
untuk mematikan pohon sehingga akan memudahkan pelaksanaan penebangan. Umumnya, tegakan yang akan ditebang yaitu tegakan-tegakan pada KU tua
seperti KU VII keatas. Dalam usaha memperoleh tegakan yang sehat dan baik, maka selain
pemeliharaan, bidang perlindungan atau keamanan hutan juga menjadi salah satu prioritas kegiatan di kawasan hutan KPH Cepu. Kegiatan keamanan meliputi
penerapan upaya-upaya pre-emptif, preventif, dan represif secara terpadu, yang dalam pelaksanaannya tidak hanya oleh petugas KPH Cepu polisi kehutanan
saja tetapi melibatkan pihak Polri, Pemda setempat, juga menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitar. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan keamanan
hutan juga merupakan salah satu bentuk implementasi program PHBM di lapangan. Adapun pengadaan berbagai kegiatan ini merupakan upaya untuk
mengurangi laju tingkat kerugian perusahaan akibat gangguan keamanan seperti
pencurian pohon, yang kini menjadi ancaman terberat Perum Perhutani secara
umum dan khususnya di KPH Cepu.
4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Secara umum kondisi sosial masyarakat yang berada di sekitar wilayah KPH Cepu masih bersifat marginal, dinamikanya relatif lamban, serta masih sulit
menerima hal-hal baru begitupun inovasi di banyak bidang. Kondisi ini sama, baik untuk masyarakat sekitar hutan yang termasuk daerah Kabupaten Blora
maupun Kabupaten Bojonegoro. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap alam dan lingkungan bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka tinggi, terlihat dari
tingginya interaksi masyarakat terhadap kawasan hutan. Lahan pertanian berupa sawah dan tegalan yang ada di sekitar wilayah kerja
KPH Cepu luasnya sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah penduduk, selain itu keterbatasan lapangan kerja juga sangat berdampak kepada konfigurasi
interaksi masyarakat dengan kawasan hutan. Pada periode terakhir ini, kondisi tersebut lebih melahirkan interaksi yang bersifat negatif terhadap hutan. Hal inilah
yang kini menjadi ancaman terhadap keberadaan kawasan hutan dan problem bagi pengelola hutan, khususnya pihak Perhutani yaitu petugas KPH Cepu. Untuk itu
kini dikembangkan bentuk pengelolaan dengan berbasis kemitraan dengan masyarakat sekitar hutan, yaitu dengan pelaksanaaan PHBM Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, dimana kegiatannya didasari prinsip berbagi, baik tanggung jawab akan kondisi hutan, pengelolaan lahan, maupun
hasil dari kegiatan yang dilakukan sharing hasil penebangan. Kondisi umum masyarakat maupun desa sekitar hutan wilayah KPH Cepu
dari beberapa LMDH yang dijadikan unit contoh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. LMDH Tunggak Semi, Desa Temengeng, Blora BKPH Pasarsore
Desa Temengeng sendiri secara administratif berada di Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Adapun batas-batas wilayah
desa ini antara lain : a.
sebelah Utara : Desa Sambong, Kec. Sambong, Kab. Blora
b. sebelah Selatan
: Desa Galuk, Kec. Kedungtuban, Kab. Blora