Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat PHBM

Azas yang melandasi program ini adalah “bersama dan berbagi” care and share , yaitu kesediaan pihak-pihak terkait untuk berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai kaidah keseimbangan, keberlanjutan, keserasian dan keselarasan. Adapun prinsip-prinsip dasar PHBM adalah sebagai berikut : a. Keadilan dan demokratis b. Keterbukaan dan kebersamaan c. Pembelajaran bersama dan saling memahami d. Kejelasan hak dan kewajiban e. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan f. Kerjasama kelembagaan g. Perencanaan Partisipatif h. Kesederhanaan sistem dan prosedur i. Perusahaan sebagai fasilitator j. Kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah Dalam sistem ini, masyarakat sekitar hutan tidak lagi menjadi sebatas pelaksana semata, melainkan posisinya sebagai mitra yang sejajar yang mampu bekerja sama membangun, melindungi, dan memanfaatkan sumberdaya hutan, bersama-sama dengan stakeholder lain untuk menumbuhkembangkan budaya dan tradisi pengelolaan sumberdaya hutan di lahan-lahan desa yang berada di sekitar kawasan hutan. Sehingga budaya “memiliki” dan “bertanggungjawab” terhadap pengelolaan hutan dan pelestarian sumberdaya hutan oleh masyarakat dapat terbangun dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri. Adapun implementasi PHBM semakin kuat karena berlandaskan hukum dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri No.P.01Menhut-II2004 tanggal 12 Juli 2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam atau di Sekitar Hutan dalam rangka Social Forestry di Pulau Jawa oleh Menteri Kehutanan RI. Secara umum, pola kerjasama dalam PHBM melibatkan 3 unsur yang berdasar pada “kemitraan sejajar” yaitu : PT. Perhutani Persero dulu, kini Perum Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH, dan pihak lain yang berkepentingan seperti pemerintah, LSM, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Swasta, Lembaga pendidikan dan lembaga donor. Pihak lain ini dapat berperan sebagai investor atau motivator, fasilitator dalam pelaksanaan PHBM PT. Perhutani Unit I 2002. Memasuki tahun 2007, tepatnya bulan Maret, pihak Direksi Perum Perhutani menetapkan perbaikan dari kegiatan PHBM yang telah berjalan dengan meluncurkan program PHBM PLUS melalui Keputusan Direksi Perum Perhutani No.286KPTSDIR2007. Menurut Direksi Perum Perhutani 2007, jiwa dari pelaksanaan PHBM Plus yaitu mengelola sumberdaya hutan secara bersama, berdaya, dan berbagi dengan semua pihak yang berkepentingan stakeholders atas dasar fleksibilitas dan karakteristik usaha serta kondisi sosialkultural masyarakat setempat. Berbagi disini menurut Pedoman Pelaksanaan PHBM, meliputi berbagi peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pelestarian hutan, juga berbagi hasil, baik hasil hutan kayu, bukan kayu, atau hasil usaha produktif. Untuk hasil hutan kayu dari penebangan maupun tipe kayu perkakas hasil penjarangan, ketentuan berbagi yang umum berlaku yaitu Perhutani 75 dan LMDH 25. Sedangkan untuk hasil penjarangan pertama berupa kayu bakar, yaitu kayu berdiameter 7cm, merupakan hak masyarakat sepenuhnya 100. Bagian sebesar 25 inilah yang diistilahkan dengan dana sharing dari Perhutani, yang akan diberikan bagi pengembangan masyarakat melalui sistem pengelolaan oleh LMDH. Adapun proporsinya secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengelolaan Sumber Daya Hutan SDH dalam PHBM Plus meliputi beberapa bidang seperti: Perencanaan, Pembinaan Sumber Daya Hutan, Produksi, Pemasaran dan Industri, Keamanan, Keuangan dan Sumber Daya Manusia SDM, yang dilaksanakan oleh para stakeholders , dengan berkaidah 4K yaitu : a. Keseimbangan : ekologi, sosial, ekonomi b. Kesesuaian : kultur, budaya setempat c. Keselarasan : pembangunan wilayah daerah d. Keberlanjutan : fungsi dan manfaat SDH. Dalam pembentukan LMDH, sebagai pelaksana PHBM untuk suatu wilayahdesa, memerlukan beberapa rangkaian tahapan kegiatan, seperti : a. Sosialisasi Berupa pengadaan pertemuan dengan masyarakat beserta para tokoh-tokoh setempat, untuk menjelaskan apa itu PHBM, bentuk kegiatannya, serta nilai- nilai lebih yang dapat diperoleh masyarakat kelak. Pertemuan minimal dilaksanakan sebanyak 3 kali. Waktu sosialisasi ini kurang lebih sekitar 3 bulan, namun dapat lebih dari itu. b. Pembentukan Penetapan dan pembentukan pengurus LMDH desa tersebut, yang berasal dari masyarakat dan disetujui oleh masyarakat desa tersebut. Para pengurus dikenal dan diketahui warga. Pelaksanaannya yaitu melalui musyawarah desa, yang juga dihadiri perwakilan dari pihak Perhutani. c. Penetapan legalitas lembaga Pembentukan akte notaris untuk lembaga tersebut, yang diajukan oleh perwakilan lembaga ketua dan pihak Perhutani ADM atau Asper, atau dari pihak lembaga saja. d. Pelaksanaan kegiatan berdasarkan ketetapan yang telah ada Tahapan akhir yaitu melaksanakan kegiatan berdasarkan segala ketentuan yang tercantum dalam akte tersebut, diantaranya penetapan ADART lembaga serta rencana kerja lembaga selama kepengurusan maupun tahunan. Dalam rangka mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan PHBM untuk tingkat lembaga khususnya, maka dibentuk Forum Komunikasi PHBM FK PHBM. FK yang berhubungan langsung dan erat dengan LMDH desa yaitu FK PHBM Desa. Selain FK PHBM tingkat Desa, juga dibentuk FK tingkat Kecamatan, FK tingkat Kabupaten serta FK PHBM Propinsi. Adapun tugas Forum Komunikasi PHBM adalah Gubernur Jawa Tengah 2001 : a. Memberikan masukan dalam penyusunan rencana PHBM. b. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PHBM. c. Membantu kelancaran pelaksanaan PHBM. d. Melaporkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a,b dan c kepada Gubernur bagi FK PHBM tingkat Propinsi, dan kepada BupatiWalikota bagi FK tingkat KabupatenKota.

BAB III METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu

Kegiatan survei informasi awal dilakukan di Kantor Perum Perhutani Pusat, Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta pada minggu kedua Mei 2007. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, pada bulan Juni sampai dengan Juli 2007.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian antara lain : data statistik kebakaran tahun 1996 – 2006 dari Perum Perhutani, data sekunder mengenai KPH Cepu, data kondisi sosial masyarakat sekitar hutan KPH Cepu, dan data pendukung lainnya. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain : alat perekam suara tape recorder , MP4 player alat tulis, kamera, daftar pertanyaan untuk wawancara terbuka bagi responden baik masyarakat maupun petugas Perhutani.

3.3. Jenis Data

Data yang diperlukan terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud yaitu data-data yang diperoleh melalui wawancara serta pengamatan langsung di lapangan yang meliputi: kegiatan penanggulangan kebakaran hutan di KPH Cepu baik oleh LMDH sebagai pelaksana PHBM, maupun oleh pihak Perhutani sendiri, perkembangan LMDH, kondisi tegakan hutan serta masyarakat di beberapa BKPH di KPH Cepu. Sedangkan data sekunder yang diperlukan antara lain: data statistik kebakaran hutan wilayah KPH Cepu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006, data-data mengenai kondisi kawasan KPH Cepu, data kondisi sosial masyarakat sekitar hutan KPH Cepu, perkembangan kegiatan LMDH, laporan kebakaran hutan dari beberapa BKPH, maupun data-data pendukung lainnya. Data tahun 1999 tidak diikutsertakan karena dinilai tidak valid. Hal ini dikarenakan untuk tahun 1999 hanya tercantum satu nilai data saja, yaitu dari satu BKPH dengan luas wilayah yang sangat kecil sehingga dianggap tidak mewakili kondisi yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, kondisi data sangat berbeda bila dibandingkan dengan data dari tahun-tahun lainnya. Untuk data tahun lain, pada beberapa BKPH ada yang tidak tercantum nilainya tidak ada nilai luas areal terbakar, maka hal tersebut diasumsikan bernilai 0 atau tidak ada kejadian kebakaran hutan. Asumsi didasarkan pada hasil wawancara dengan pihak Perhutani bahwa memang ada sejumlah tahun yang tidak terjadi kasus kebakaran hutan di BKPH tersebut.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu informasi pra-penelitian dan selama penelitian. Untuk kegiatan pra-penelitian, dilakukan dengan mengunjungi kantor Perum Perhutani Pusat, melakukan wawancara terbuka dengan petugas terkait dan mengumpulkan dokumen guna memperoleh informasi mengenai kondisi kebakaran hutan di KPH Cepu selama periode terakhir serta sejarah pelaksanaan PHBM di Perum Perhutani, yang menjadi dasar pelaksanaan penelitian. Pengumpulan data selama penelitian ditujukan untuk pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung terhadap para responden, yakni personil KPH Cepu pejabat di lingkungan KPH Cepu, Divisi Keamanan Hutan KPH Cepu, KBKHAsper, KRPH Mantri, Mandor, Polter, dll., masyarakat petani, pengurus LMDH dan petugas PHBM KPH Cepu Ka. Divisi PHBMSuplap, para tenaga penyuluhLSM, serta observasi lapangan. Sedangkan untuk data sekunder, berupa data statistik kebakaran hutan KPH Cepu yang diperoleh dari Divisi Keamanan KPH Cepu. Adapun data ini merupakan hasil rekapitulasi data kebakaran hutan tiap-tiap BKPH per tahunnya. Selain itu dikumpulkan juga beberapa laporan kebakaran dari beberapa RPH dan BKPH yang dikunjungi. Penentuan BKPH contoh dilakukan dengan memperhatikan frekuensi kebakaran hutan jumlah tahun terbakar. Dari 12 BKPH yang terdapat di wilayah KPH Cepu, diambil 6 BKPH sebagai contoh, dengan asumsi 3 BKPH dengan frekuensi kebakaran tertinggi dan 3 BKPH terendah. Penetapan juga berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Perhutani mengenai BKPH yang rawan terjadi

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Studi Di Wilayah Perum Perhutani KPH Malang)

1 8 17

Implementasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani Unit II Di Desa Sumbersalak Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember

0 5 7

Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pendekatan kelompok kasus pengelolaan hutan bersama masyarakat pada areal hutan produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah

3 81 325

Tinjauan Penyelenggaran Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Studi Kasus di RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat

0 2 113

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 14 132

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 9 114

Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 11 68

Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 6 40

PEMBERIAN HAK KELOLA LAHAN OLEH PERHUTANI KEPADA MASYARAKAT DESA HUTAN MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI PERUM PERHUTANI KPH BLORA.

0 0 1