Pengemasan KONDISI PENYIMPANAN 1. Penyimpanan Suhu Rendah

tidak terjadi pada bakteri psikrofilik, yaitu bakteri yang dapat hidup pada suhu – 7 o C hingga 10 o C. Kebanyakan bakteri psikrofilik yang terdapat dalam makanan termasuk dalam genus Pseudomonas, dan beberapa termasuk dalam genus Acinetobacter , Alkaligenes, dan Flavobacterium. Kapang yang sering tumbuh pada makanan yang disimpan pada suhu rendah antara lain termasuk dalam genus Penicillium, Cladosporium, Botrytis, dan Geotrichum , sedangkan khamir yang mungkin tumbuh adalah genus Deberiomyces , Torulopsis, Candida, Rhodotorula, dan beberapa jenis lainnya Fardiaz, 1992.

2. Pengemasan

Pengemasan pangan dilakukan untuk melindungi produk dari lingkungan sekitarnya dalam rangka peningkatan mutu simpan. Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan dengan gas hampa tekanan kurang dari 1 atm dengan mengeluarkan oksigen dari kemasan Syarief et al., 1989. Pengemasan vakum dilakukan dengan memasukkan produk ke dalam plastik, diikuti dengan pemompaan udara keluar kemudian ditutup dan setelah itu direkatkan dengan panas. Ketersediaan oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Jamur atau kapang bersifat aerobik memerlukan oksigen sedangkan khamir dapat bersifat aerobik atau anaerobik tergantung pada kondisinya Fardiaz, 1992. Kandungan oksigen yang rendah dalam kemasan terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Patersen et al. 1999 melaporkan bahwa rendahnya oksigen yang terdapat dalam kemasan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan mikroba dari genus Pseudomonas, Moraxella , Acinetobacter , Flavobacterium dan Cytophaga. Pengemasan vakum dapat mempertahankan kesegaran dan flavor makanan 3-5 kali lebih lama dibandingkan dengan metode penyimpanan konvensional, karena tidak ada kontak dengan oksigen, serta juga dapat memelihara tekstur dan penampakan makanan karena mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan khamir tidak dapat tumbuh dalam kondisi vakum. Plastik yang digunakan dalam pengemasan vakum yaitu plastik yang mempunyai permeabilitas O 2 yang rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas Sacharow dan Griffin, 1980. Polipropilen PP merupakan polimer plastik yang memiliki densitas paling rendah di antara polimer- polimer plastik lainnya. PP umumnya tersedia di pasaran dalam dua jenis, yaitu PP tebal dan PP tipis. Perbedaan keduanya adalah pada ketebalan bahan. Secara fisik, PP bersifat kuat, kaku, dan transparan. Kemampuan PP dalam menghalangi uap air cukup tinggi. Sifat-sifat utama dari polipropilen adalah ringan densitas 0,9 gcm 3 , mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk kemasan kaku. Polipropilen memiliki kekuatan tarik lebih besar dan lebih kaku dari PE, serta tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. Permeabilitas uap air PP rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak cocok untuk makanan yang peka terhadap oksigen. Plastik PP tahan suhu tinggi sampai 150 o C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi. Polipropilen tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat. Polietilen PE, yang mempunyai rumus kimia -CH 2 -CH 2 - n , merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri makanan. Berdasarkan densitasnya, polietilen dibagi menjadi tiga, yaitu polietilen densitas rendah LDPELow Density Polyethylene, polietilen densitas sedang MDPEMedium Density Polyethylene, dan polietilen densitas tinggi HDPEHigh Density Polyethylene Hanlon, 1986. HDPE bersifat tidak transparan, tidak mudah meregang, mudah disobek, tidak mudah mengkerut dan meleleh saat dibakar dengan api. LDPE juga bersifat tidak transparan, tidak mudah sobek, mudah meregang, mudah meleleh dan mudah mengkerut. Perbedaan densitas ini akan berpengaruh terhadap harga masing-masing jenis plastik tersebut, dimana semakin tinggi densitas maka harga semakin mahal. Pangan yang telah dikemas vakum nantinya akan disimpan pada suhu rendah untuk mencegah tumbuhnya bakteri anaerobik, khususnya Clostridium botulinum . Bakteri Gram positif berbentuk batang ini merupakan bakteri pembentuk spora yang hidup secara anaerobik. Clostridium botulinum ini dapat menghasilkan racun botulinum yang bersifat neuropatik dan dapat menyerang susunan saraf. Makanan yang dikemas vakum anaerob kadang-kadang masih terlihat normal dari luarnya dalam hal bentuk, rasa, dan baunya. Untuk menghindari terjadinya keracunan botulinum, maka dilakukan penyimpanan pada suhu rendah, yaitu di bawah suhu optimum pertumbuhan C. botulinum strain yang proteolitik 35 o C Supardi dan Sukamto, 1999.

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam produksi mie adalah tepung terigu merek Segitiga Biru dan Cakra Kembar, garam dapur, air, bahan pengawet Na-asetat, Ca-propionat, dan K-sorbat, hidrokoloid CMC, gum Arab, dan karagenan, minyak kelapa, plastik LDPE, dan plastik PP. Bahan- bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologis, fisik, kimia dan sensori adalah aquades, alkohol 96, larutan pengencer steril NaCl 0,85, media Plate Count Agar PCA, Acidified Potato Dextrose Agar APDA, Brilliant Green Lactose Bile Broth BGLBB, Eosin Methylene Blue Agar EMBA, spiritus, tissue, buffer pH 7, NaCl jenuh, kapas, dan korek api.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam produksi mie adalah noodle machine , mixer, timbangan, baskom, gelas ukur, gelas piala, dan pisau. Alat-alat untuk analisis adalah cawan aluminium, desikator, oven, cawan porselin, tanur, stomacher, cawan petri steril, tabung reaksi bertutup, tabung Durham, pipet, mikropipet, inkubator, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate, refrigerator, sealer, aluminium foil, sudip, a w - meter, pH-meter, texture analyzer, chromameter, dan refluks.

B. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari tujuh tahap penelitian yang saling terkait. Pada tahap pertama dilakukan penambahan jenis garam alkali yang berbeda kemudian diamati pengaruhnya terhadap kualitas mie basah matang, khususnya tekstur mie. Pada tahap kedua, dilakukan penambahan hidrokoloid ke dalam formula mie standar, kemudian diamati pengaruhnya terhadap tekstur dan elastisitas mie basah matang. Tahap ketiga, dilakukan variasi cara pemasakan dan cara pelumuran mie basah matang. Tahap keempat merupakan