C. PENGARUH PEMASAKAN DAN PELUMURAN MINYAK
TERHADAP MUTU MIE
Menurut Mugiarti 2001, pelumasan mie yang telah direbus dengan minyak goreng dilakukan agar mie tidak menjadi lengket satu sama lain dan
agar mie tampak mengkilap. Minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa sesuai dengan perlakuan pelumuran minyak terbaik
yang diperoleh Pahrudin 2006. Dalam penelitian dilakukan dua cara pelumuran minyak yang lazim dilakukan, yaitu penambahan minyak kedalam
air rebusan mie sebanyak 10 dari berat air rebusan atau 40 dari berat mie mentah sesuai prosedur standar dan pelumuran minyak sebanyak 10 berat
mie mentah setelah perebusan, kemudian diamati umur simpan dan kelengketannya secara subyektif. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan mie
dengan penampakan yang lebih baik dan untuk menghemat biaya minyak goreng. Hasil perbandingan perlakuan pelumuran minyak dapat dilihat pada
Tabel 13. Pelumuran minyak dengan prosedur standar cenderung menghasilkan
mie yang lengket antar untaian mie satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan karena minyak yang ditambahkan kedalam air rebusan tidak terserap dengan
merata pada permukaan mie. Minyak yang ditambahkan dalam air rebusan cenderung berada pada bagian atas air, sehingga pelumuran menjadi tidak
merata. Dalam aplikasinya di industri secara umum, pelumuran dilakukan
setelah perebusan mie dengan minyak berlebih. Pelumuran minyak yang dilakukan setelah perebusan memberikan penampakan yang lebih baik dimana
untaian-untaian mie cenderung tidak saling lengket, walaupun kadang-kadang masih ditemukan untaian mie yang saling lengket jika pelumuran tidak
dilakukan secara merata sebelum mie dingin. Pelumuran ini lebih efisisen dalam hal penggunaan minyak goreng dan tidak mempengaruhi umur simpan
mie Tabel 13. Untuk tahapan selanjutnya dalam penelitian ini, pelumuran minyak yang diaplikasikan dalam prosedur standar adalah pelumuran minyak
setelah perebusan dengan minyak kelapa sebanyak 10 dari berat adonan mie mentah.
Tabel 13. Pengaruh pelumuran minyak terhadap umur simpan dan kelengketan Cara pemasakan
Pelumuran minyak Umur simpan
jam Kelengketan
Dalam air rebusan kontrol
44 +++ Perebusan selama
2 menit Setelah perebusan
44 +
Keterangan: + : sangat sedikit lengket
++ :
sedikit lengket
+++ : lengket
Mie dapat dimasak dengan dua cara, yaitu dengan perebusan dan dengan pengukusan seperti yang umum dilakukan di daerah Makasar.
Pemasakan mie bertujuan untuk menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal. Gelatinisasi merupakan peristiwa
pembengkakkan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula Winarno, 1991. Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan
akan membentuk lapisan tipis film pada permukaan mie yang dapat memberikan kelembutan, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi
daya rehidrasi mie Badrudin, 1994. Pemilihan waktu pengukusan selama 10 dan 12 menit dilakukan
berdasarkan warna dan kematangan mie yang dikukus. Pada awalnya, dilakukan pengukusan selama 10 dan 15 menit. Pengukusan selama 15 menit
menghasilkan mie yang berwarna sangat coklat dengan tekstur yang keras. Mie yang dikukus selama 10 menit memberikan penampakan warna yang
lebih baik, yaitu kuning agak gelap. Waktu pengukusan dibuat menjadi 12 menit dan diperoleh mie dengan warna kuning sedikit lebih gelap dari mie
yang dikukus selama 10 menit. Warna coklat yang terbentuk pada mie kukus berbanding lurus dengan meningkatnya waktu pengukusan. Warna coklat ini
diduga terbentuk karena reaksi pencoklatan non-enzimatis, yaitu reaksi Maillard Maillard, 1912.
Reaksi Maillard terjadi saat gula pereduksi bereaksi dengan senyawa- senyawa yang mempunyai gugus NH
2
protein, asam amino, peptida, atau amonium dan terjadi bila bahan dipanaskan atau direhidrasi Maillard, 1912.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi Maillard antara lain pH dan a
w.
Reaksi Maillard berlangsung pada laju yang sangat lambat pada
kondisi asam dan laju reaksi mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pH dan mencapai maksimum pada pH 10. Kisaran pH mie
masuk dalam kisaran tersebut. Menurut Ames dan Apriyantono 1994, pH sangat berpengaruh terhadap pembentukan 2 furfural, terutama pada
pemanasan tanpa kontrol pH. Furfural merupakan senyawa penyusun pigmen melanoidin yang membentuk warna coklat.
Reaksi Maillard lebih berpeluang terjadi pada mie kukus karena mie ini memiliki nilai a
w
yang lebih rendah daripada mie yang direbus. Mie yang
dikukus memiliki nilai a
w
sekitar 0,945 – 0,950 dimana nilai ini lebih rendah dibandingkan mie yang direbus yang memiliki nilai a
w
sebesar 0,97. Labuza 1975 menyatakan bahwa peluang terjadinya reaksi pencoklatan non-
enzimatis meningkat seiring dengan penurunan nilai a
w
dan mencapai maksimum pada a
w
0,70. Adanya perlakuan penyemprotan awal dengan air yang meningkatkan kelembaban dan faktor penunjang seperti pH dan a
w
yang tidak optimum menyebabkan pencoklatan hanya terjadi sedikit saja.
Berdasarkan pertimbangan terhadap warna tersebut, maka mie dengan waktu pengukusan selama 10 dan 12 menit dipilih untuk diuji umur simpannya dan
dibandingkan dengan mie kontrol yang dimasak dengan cara direbus. Cara pemasakan yang berbeda mempengaruhi sifat fisik, khususnya
tekstur dan warna, serta umur simpan mie. Pengaruh cara pemasakan terhadap mie yang dihasilkan tertera pada Tabel 14. Berdasarkan analisis ragam
dengan uji lanjut Tukey HSD Lampiran 18 dan 19, tekstur mie yang dimasak dengan cara direbus kontrol berbeda nyata dengan mie yang dikukus untuk
kekerasan dan kelengketan pada taraf nyata 95 p0,05. Mie yang dikukus memiliki tekstur sangat keras, rapuh atau mudah patah, dan tidak elastis.
Bagian inti dari diameter mie yang dikukus cenderung masih mentah karena uap panas tidak dapat mencapai inti dalam waktu pengukusan yang
ditentukan. Hal inilah yang menyebabkan mie kukus ini rapuh dan tidak elastis seperti mie yang direbus. Karena permukaannya kering, mie yang
dikukus cenderung memiliki nilai kelengketan yang lebih rendah dibandingkan mie yang direbus.
Pengukusan mie menggunakan panci kukus memiliki beberapa kelemahan, antara lain tekstur mie yang dihasilkan tidak seragam dan uap air
serta suhu pengukusan tidak dapat dipantau. Panci kukus yang digunakan adalah panci skala rumah tangga dengan diameter tidak terlalu besar 30 – 40
cm. Karena keterbatasan ukuran diameter panci, mie yang dikukus akan bertumpuk-tumpuk saat dikukus sehingga luas permukaan yang kontak
dengan uap panas tidak merata. Walaupun telah disemprot dengan air, mie kukus yang dihasilkan tetap memiliki permukaan yang kering. Hal ini
menyebabkan tekstur mie kukus yang dihasilkan tidak seragam. Ketidakseragaman ini juga menyebabkan beberapa bagian mie kurang matang
dan mie menjadi rapuh atau mudah patah. Peluang terjadinya ketidakseragaman ini dapat diperkecil dengan
menggunakan alat steam yang suplai uap panasnya berasal dari boiler sehingga tekanan uap, kelembaban, dan suhu dapat dipantau agar konstan. Mie
yang akan dikukus dengan alat steam diletakkan pada keranjang khusus yang memiliki permukaan cukup luas untuk meletakkan mie tanpa bertumpukkan
sehingga permukaan yang terpapar uap lebih merata. Tabel 14. Pengaruh cara pemasakan terhadap mutu mie
Parameter Direbus
2 menit Dikukus
10 menit Dikukus
12 menit Umur simpan mie jam
44 64
68 Kekerasan gforce 3705,3 9065,0 9302,8
Kelengketan gforce -661,5 -543,7 -468,9 Elastisitas gforce 17,7
– –
Warna
o
Hue 84,21 88,84 89,19 Kecerahan L
68,91 61,17
58,94
Keterangan: = Tidak diukur
Mie yang dikukus memiliki warna yang berbeda dengan mie yang direbus. Berdasarkan analisis ragam dengan uji lanjut Tukey HSD Lampiran
21 dan 22, kedua sampel mie yang dikukus memiliki warna
o
Hue dan kecerahan yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 p0,05
dan kedua sampel mie yang dikukus ini memiliki warna yang berbeda secara nyata dengan mie yang direbus. Mie yang dikukus berada dalam kisaran
warna yang sama dengan mie yang direbus, yaitu pada kisaran 54 – 90
o
Hue
berwarna kuning kemerahan yellow red. Namun, kedua mie yang dikukus memiliki warna yang lebih gelap. Semakin lama waktu pengukusan akan
menghasilkan mie dengan warna yang lebih gelap dan kecoklatan. Berdasarkan pengamatan subyektif dengan indikator terdeteksinya bau
asam, mie yang dikukus memiliki umur simpan yang lebih panjang dari mie yang direbus karena mie yang dikukus memiliki kadar air dan nilai a
w
yang lebih rendah. Mie yang dikukus selama 10 menit berdasarkan parameter
tekstur, warna, dan umur simpan tidak berbeda nyata dengan mie yang dikukus selama 12 menit. Dari segi ekonomi, mie yang direbus selama 2 menit
membebani biaya paling kecil dibandingkan mie yang dikukus. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki dalam hal kekerasan, warna, dan biaya produksi,
maka mie yang dimasak dengan direbus selama 2 menit dan pelumuran minyak setelah perebusan dipilih sebagai perlakuan cara pemasakan dan
pelumuran terbaik yang diaplikasikan pada tahap kombinasi perlakuan terbaik.
D. PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN TERHADAP MUTU MIE