dengan penambahan pegawet Monolaurin 0,25 + Metil-paraben 0,025 + Ca-propionat 0,075 + Na-asetat 2,5 memiliki umur
simpan secara subyektif selama 56 jam. Mie terbaik ini mengalami penurunan pH dari 9,06 jam ke-0 menjadi 8,23 jam ke-48.
c. Total asam tertitrasi TAT
Total asam tertitrasi merupakan jumlah total asam yang dapat dinetralkan oleh NaOH. Satuan TAT adalah ml NaOH 0,1N100 gram
sampel. Pengukuran TAT dilakukan untuk verifikasi terhadap perubahan nilai pH yang terukur dan pada umumnya dilakukan
terhadap sampel dengan pH di bawah 7. Penurunan pH suatu bahan seharusnya diikuti dengan peningkatan nilai TAT. Namun, karena nilai
pH dari penyimpanan kedua sampel masih tinggi pH di atas 7, maka nilai TAT tidak dapat diukur dan tidak dilakukan pengukuran TAT.
3. Mutu Mikrobiologi
a. Total mikroba
Mikroba perusak yang tumbuh pada mie kemungkinan besar berasal dari tepung terigu. Kapang dari genus Aspergillus, Rhizopus,
Mucor , Fusarium, dan Penicillium, serta bakteri dari genus
Pseudomonas , Micrococcus, Lactobacillus, dan beberapa species
Achromobacter merupakan mikroba yang umumnya tumbuh pada
tepung Christensen, 1974. Menurut Jay 2000, bakteri dari genus Pseudomonas
merupakan penyebab kerusakan berbagai bahan pangan karena bakteri ini dapat memproduksi enzim yang dapat memecah
komponen protein dan lemak. Syarat mutu SNI mie untuk cemaran mikroba harus memiliki
angka lempeng total maksimum 1,0 x 10
6
atau 6 log cfug sampel. Pada Gambar 14 terlihat adanya penghambatan pertumbuhan mikroba
pada mie kombinasi terbaik di awal penyimpanan sampai jam ke-28. Total mikroba mie kombinasi terbaik secara umum pada jam yang
sama berbeda 1 log dibandingkan mie kontrol.
Secara subyektif, mie kombinasi terbaik memiliki umur simpan lebih panjang jika diamati berdasarkan terdeteksinya bau asam dan
lendir. Nilai TPC awal mie kombinasi terbaik 0,57 log cfug lebih rendah dibandingkan mie kontrol 2,96 log cfug. Namun, mie kontrol
dan mie kombinasi terbaik mencapai batas mutu SNI pada jam yang sama, yaitu jam ke-32. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pengawet
yang diaplikasikan dalam mie kombinasi terbaik kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba perusak dan tidak dapat
memperpanjang umur simpan mie secara mikrobiologis.
3.69 4.27 4.40 4.16
5.10 6.31
6.15 6.79
7.26
2.96 3.09 3.19
0.55 0.57
1.70 2.76
3.46 3.78
4.28 4.54
5.82 6.08 6.20
6.76 7.13
7.54 6.00
1 2
3 4
5 6
7 8
4 8
12 16 20 24 28 32
36 40 44 48 52 56
Jam ke- Log c
fu g
Mie kontrol Mie kombinasi terbaik
Gambar 14. Pertambahan total mikroba selama penyimpanan mie Nilai TPC awal pada penelitian Pahrudin 2006, yaitu 3,51 log
cfug mie kontrol dan 3,08 log cfug mie terbaik. Mie kontrol melewati batas mutu SNI pada jam ke-30, sedangkan mie terbaik pada
jam ke-48. Penggunaan Metil-paraben dalam kombinasi pengawet yang digunakan Pahrudin 2006 sangat berperan dalam menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk. Paraben memiliki pKa 8,5 dengan kisaran pH 1 – 14 sehingga pengawet ini sesuai untuk diaplikasikan
sebagai pengawet mie. Kemampuan pengawet untuk menghambat pertumbuhan
mikroba perusak sangat erat kaitannya dengan nilai pKa pengawet
tersebut. Ketiga pengawet yang digunakan memiliki nilai pKa yang rendah, yang menunjukkan bahwa ketiga pengawet ini akan bekerja
dengan lebih efektif pada pH asam yang mendekati nilai pKa-nya. Sorbat memiliki pKa 4,80. Sorbat pada pH 4,0 terdapat 86 dalam
bentuk tidak berdisosiasi dan pada pH 6,5 hanya 6 dalam bentuk tidak berdisosiasi Jay, 2000. Nilai pKa tersebut menunjukkan bahwa
sorbat lebih efektif digunakan untuk makanan berasam rendah dan kurang efektif pada pH basa. Demikian juga halnya dengan propionat
dan asetat yang memiliki pKa 4,87 dan 4,75. Jay 2000 juga menjelaskan bahwa propionat pada pH 4,0 terdapat 88 dalam bentuk
tidak berdisosiasi dan pada pH 6,0 hanya 6,7 dalam bentuk tidak berdisosiasi. Nilai pKa yang kurang sesuai dengan pH mie
menyebabkan penggunaan pengawet menjadi kurang efektif karena pengawet tidak bekerja secara optimum.
Faktor yang juga berpengaruh terhadap umur simpan pada mie adalah praktek sanitasi yang benar. Jumlah mikroba awal yang tumbuh
pada mie kontrol cukup rendah. Tempat pengolahan dan peralatan yang berbeda pasti memiliki kondisi sanitasi yang berbeda juga.
Jumlah awal mikroba rendah ini bisa tercapai karena mie dibuat di laboratorium pengolahan dengan bahan-bahan dan peralatan yang
memiliki sanitasi cukup baik. Kondisi ini berbeda sekali dengan ruang pengolahan dan peralatan yang dimiliki oleh kebanyakan pengrajin
mie, khususnya tingkat UKM, yang memiliki sanitasi yang buruk. Air yang digunakan untuk membuat mie juga tidak terjamin
kebersihannya. Belum lagi tambahan kontaminasi mikroba dari pekerja yang tidak memiliki edukasi yang cukup mengenai masalah higiene.
Kemasan yang digunakan untuk menyimpan mie juga seadanya. Mie yang nantinya dijual dalam kondisi terbuka akan semakin
mengakumulasi jumlah mikroba dalam mie tersebut. Chamdani 2005 melakukan perbandingan antara mutu
mikrobiologis mie basah mentah yang dihasilkan sebelum dan sesudah pembersihan terhadap peralatan, lantai ruangan, dan pekerja produksi
pada UKM mie basah mentah. Peralatan dibersihkan menggunakan alkohol 96, lantai ruangan dengan pine oil, dan pekerja diminta
untuk mencuci tangan dengan sabun antiseptik. Nilai TPC awal pada mie yang dibuat sesudah pembersihan 5,0 x 10
3
cfug lebih rendah daripada sebelum pembersihan 4,1 x 10
4
cfug. Sampai pada jam ke- 48, nilai TPC mie mentah sesudah pembersihan 7,7 x 10
5
cfug juga lebih rendah dibandingkan nilai TPC sebelum pembersihan 1,3 x 10
6
cfug. Hal ini menunjukkan bahwa praktek sanitasi yang baik sangat berperan dalam menurunkan total mikroba pada produk mie.
b. Total kapang dan khamir