Gerak Penghubung Gerakan Anggota Badan

Pelajaran 2 Berkreasi Seni TariTunggal Nusantara 23 ‘Bagongisme’, yang merujuk pada karakter tarian-tarian khas Bagong. Sebagai pencipta tari dan koreografer, Bagong mampu melahirkan dan membawakan tari-tarian dengan gerak-gerak yang dimanis, energik, dan hidup. Selain energik, Bagong juga mendasarkan estetika seni tarinya pada keikhlasan untuk mengabdi pada kemanusiaan. Keikhlasan dan pengabdian itu mewarnai hampir semua karya Bagong, seperti tari Layang-layang 1954, tari Satria Tangguh, dan Kebangkitan dan Kelahiran Isa Almasih 1968, juga Bedaya Gendeng 1980-an. Pada 5 Maret 1958, ia mendirikan Pusat Pelatihan Tari Bagong Kusudiardjo. Sejak itu banyak penari bermunculan. Setelah sekian lama berpraktek menari dan melakukan observasi, Bagong akhirnya memutuskan untuk mendirikan padepokan seni di bidang tari, ketoprak, karawitan, dan sinden pada tanggal 2 Oktober 1978. Selama hidupnya, Bagong menciptakan lebih dari 200 tari dalam bentuk tunggal atau massal. Romo Gong sapaan akrab dari Bagong Kusudiarjo telah mencipta lebih 200 tari dalam bentuk tunggal atau massal. Beberapa karya lainnya yang dihasilkan adalah tari Batik, Keris, Reog, dan Yapong.

2. Sujana Arja

Menari bagi Sujana Arja merupakan pekerjaan pokok dan hidupnya. Ketika remaja pada tahun 1940an, ia sering ikut bersama grup kesenian pimpinan Ayahnya untuk “ngamen” dalam istilah Cirebon, disebut bebarang. Ia sering ikut keliling kampung berhari-hari, bahkan berbulan-bulan untuk menari topeng dari rumah ke rumah. Pengalaman ngamen selama bertahun-tahun kini bagi SujanaArja merupakan pengalaman yang sangat berharga. Sekarang, ia adalah pimpinan grup kesenian Panji Asmara yang masih ada hingga sekarang. Ia terampil menari, menabuh, mendalang, dan melatihkan semua bakat dan keahlian yang ia miliki. Sujana Arja merupakan sosok seniman topeng maestro topeng Cirebon yang serba terampil. Usahanya untuk memperkenalkan seni budaya Indonesia dimulai sejak ngamen di lorong-lorong kampung hingga pertunjukan panggung bergengsi internasional.

3. Sasminta Mardawa

Sasminta Mardawa atau akrab dipanggil Romo Sas, lahir di Yogyakarta, 9 April 1929. Ia digelari sebagai empu seni tari klasik gaya Yogyakarta. Dia Gambar 2.1 Bagong Kussudiardjo Sumber: www.lickr.com 24 Seni Tari untuk SMAMA Kelas X menghadirkan nuansa tersendiri dalam dunia tari klasik Indonesia, khususnya dalam pengembangan tari klasik gaya Yogyakarta. Seniman ini punya andil menjadikan tari klasik Jawa digemari oleh masyarakat nasional dan dunia, pada era modern abad keduapuluhsatu ini. Dia seniman yang konsekuen pada jalur pengabdian sosial budaya secara utuh. Romo Sas adalah penari, guru, sekaligus koreografer telah melahirkan banyak seniman tari. Dia telah menciptakan lebih dari 100 gubahan tari-tarian klasik, gaya Yogyakarta, baik tari tunggal untuk putra dan putri, maupun tari berpasangan dan tari fragmen. Di antara karya-karya tarinya yang sangat digemari adalah tari Golek, Beksan, Srimpi, dan Bedhaya. Meskipun tidak memiliki jazah sarjana, dia telah dipercaya menjadi dosen tamu di sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Romo Sas juga pernah tampil di Malaysia, Filipina, Jepang, Amerika, dan Eropa. Penghargaan pun mengalir sebagai bukti pengakuan atas karya-karyanya. Di antaranya Hadiah Seni dari Gubernur DIY tahun 1983, hadiah seni dari Mendikbud RI tahun 1985, dan Certiicate of Apprecition dari Lembaga Kebudayaan Amerika tahun 1987.

4. Didik Nini Thowok

Didik Nini Thowok terlahir dengan nama Kwee Tjoen Lian. Namun, kemudian orangtuanya mengubah namanya menjadi Kwee Tjoen An. Ia lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954. Didik dikenal sebagai penari, koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar. Koreografi tari ciptaan Didik yang pertama dibuat pada pertengahan tahun 1971, diberi judul “Tari Persembahan”, yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. Didik tampil kali pertama sebagai penari wanita, berkebaya, dan bersanggul saat acara kelulusan SMA tahun 1972 membawakan tari Persembahan yang ditarikan dengan luwes dan memukau. Setelah menyandang gelar SST Sarjana Seni Tari, Didik ditawari almamaternya, ASTI Yogyakarta untuk mengabdi sebagai staf pengajar. Selain diangkat menjadi dosen di ASTI, ia juga diminta jadi pengajar Tata Rias di Akademi Kesejahteraan Keluarga AKK Yogya.

5. Tjetje Sumatri

Tjetje yang lahir dengan nama Rd. Roesdi Somantri Diputra meniti kariernya sebagai penari tayuban di pendopo kabupaten. Kemahiran ini dikuasai berkat ketekunannya mempelajari berbagai jenis tari dan bahkan pencak silat. Gambar 2.2 Didik Nini Thowok Sumber: www.lickr.com