Carrying Capacity Analisis Data

30

3.4.3. Carrying Capacity

Pendekatan ecological footprint digunakan untuk mengestimasi daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan budidaya berkelanjutan. Pengaruh fisik pada perhitungan metodologi difokuskan pada ketersediaan areal yang diperkenalkan oleh Wackernagel dan Rees 1996 dan secara umum direferensikan untuk ecological footprint Hubacek dan Giljum 2002. Oleh Wackernagel dan Rees 1996, ecological footprint didefinisikan sebagai total lahan dan perairan yang dibutuhkan untuk mendukung suatu populasi dengan spesifik lifestyle dan pemberian teknologi terhadap kebutuhan sumberdaya alam dan mengabsorbsi semua buangan dan emisi dalam kurun waktu tertentu. Lebih lanjut Adrianto 2006, menambahkan ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga perbandingan ketersediaan areal untuk populasi di suatu wilayah dengan ketersediaan ecological capacity, defisit atau surplus keberlanjutan dapat dikuantitatifkan. Analisis carrying capacity di sini menggunakan pendekatan ecological footprint, dimana menurut Hubacek dan Giljum 2002 perhitungan ecological footprint adalah bagian dari kategori areal built-up dan kesesuaian areal langsung untuk infrastruktur, bukan pada dasar penggunaan areal aktual atau data tutupan areal, tetapi diawali dengan konsumsi sumberdaya oleh suatu populasi yang spesifik dalam unit massa. Penggunaan ecological footprint dapat dilihat sebagai hal yang bermanfaat dengan suatu jalan yang berbeda untuk membuat kebijakan Moffat et al. 2000. Yang fundamental dari metode ecological footprint adalah ide untuk menunjukkan areal dalam beberapa tipe areal yang digunakan per kapita dari perhitungan terhadap populasi suatu wilayah. Model Haberl’s digunakan sebagai model dasar perhitungan ecological footprint Haberl et al. 2001, yaitu sebagai berikut : i Y EX i Y IM i Y DE EF lok i reg i lok i i − + = , dimana ∑ = i lok EF EF 14 Keterangan : EF i = Ecological Footprint produk ke-i Hakapita EF lok = Total Ecological Footprint lokal Hakapita DE i = Domestic Extraction produk ke-i Tonkapita IM i = Impor produk ke-i Tonha EX i = Ekspor produk ke-i Tonha Y lok i = Yield produktivitas lokal produk ke-i Tonha Y reg I = Yield produktivitas regional produk ke-i Tonha 31 Pada persamaan di atas dapat dilihat bahwa terdapat tiga elemen atau sektor perhitungan ecological footprint, yaitu: populasi, yield keduanya baik lokal maupun regional, dan ecological footprint itu sendiri Haberl et al. 2001. Secara visual dapat dilihat kerangka analisis untuk model ecological footprint perikanan budidaya pada Gambar 5. Yield Productivity System Population System Apparent Consumption System Aquaculture Ecological Footprint Gambar 5 Kerangka Analisis untuk Model Ecological Footprint Perikanan Budidaya diadopsi dari Adrianto dan Matsuda 2004. Sementara itu biocapacity BC dapat dihitung dengan menggunakan rumus Lenzen dan Murray 2001: YF A BC k k = , dimana YF A BC k lok ∑ = 15 Keterangan : A k = Luas land cover kategori ke-k Ha YF = Yield factor land cover kategori ke-k Untuk yield factor land cover yang digunakan dalam perhitungan biocapacity pada pendekatan ecological footprint di sini, didasarkan pada tipe land use dan faktor pembobotan dari riset yang diperkenalkan oleh Lenzen dan Murray 2001 dan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor Pembobotan Areal Menurut Tipe Land Use Tipe Land Use Faktor Pembobotan - Built 1,00 - Degraded pasture or crop land Mined land 0,80 - Cleared pasture and crop land Non-native plantations 0,60 - Thinned pasture Parks and gardens Native plantations 0,40 - Partially disturbed pasture mostly arid 0,20 Sumber: Lenzen dan Murray 2001 Menurut Lenzen dan Murray 2001, sumberdaya pesisir dan lautan termasuk dalam tipe cleared pasture and crop land non-native plantations. Dengan demikian, faktor pembobotan dari luas areal potensinya adalah 0,60.

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1’11”- 106 o 7’12” BT dan 5 o 7’50”-7 o 1’1” LS, mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan internasional dan nasional dengan batas-batas wilayahnya : a. Sebelah utara dengan Laut Jawa b. Sebelah timur dengan Provinsi DKI c. Sebelah selatan dengan Samudra Hindia d. Sebelah barat dengan Selat Sunda Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu dataran, perbukitan landai-sedang bergelombang rendah-sedang dan perbukitan terjal. Dataran dengan tingkat kemiringan 0-15 tersebar di sepanjang pesisir Utara Laut Jawa, sebagian wilayah Serang, sebagian Kabupaten Tangerang bagian utara serta wilayah selatan yaitu di sebagian pesisir Selatan dari Pandeglang hingga Kabupaten Lebak. Perbukitan landai- sedang kemiringan ≤ 25 dengan tekstur bergelombang rendah-sedang sebagian besar terdapat di bagian utara meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang serta bagian utara Kabupaten Pandeglang. Sedangkan perbukitan terjal kemiringan 25 terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang. Iklim wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh angin Muson. Dengan tingkat kelembaban udara 78-85 dan curah hujan 95-480 mm, saat musim penghujan November-Maret cuaca didominasi oleh angin barat dari Sumatera, Samudera Hindia sebelah selatan India yang bergabung dengan angin dari asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau Juni-Agustus, cuaca didominasi oleh angin timur yang menyebabkan wilayah Banten mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian pantai utara. Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 22 o C dan 32 o C, sedangkan temperatur di pegunungan dengan ketinggian antara 400-1.350 m dpl mencapai 18 o C-29 o C.