Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan

10

2.2. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan

Wilayah pesisir menggambarkan dan umumnya selalu dihubungkan dengan daerah antarmuka interface atau ruang transisi antara darat dan laut Cicin-Sain dan Knecht 1998. Wilayah ini didefinisikan sebagai bagian dari darat yang dipengaruhi – karena dekatnya – oleh laut, dan bagian dari laut yang dipengaruhi – karena dekatnya – oleh daratan USCMSER 1969, diacu dalam United Nation 1995. Dengan demikian, proses-proses interaksi antara darat dan laut di wilayah ini terjadi sangat kuat. Sedangkan menurut World Bank 1993 pengertian wilayah pesisir adalah “suatu daerah antarmuka interface, dimana darat bertemu laut, meliputi baik lingkungan garis pantai maupun perairan pesisir yang berbatasan. Komponennya dapat termasuk delta sungai, dataran pesisir, lahan-lahan basah wetland, pantai dan gundukan pasir dune, laguna, karang dan hutan mangrove”. Untuk tujuan perencanaan, wilayah pesisir merupakan suatu daerah spesial yang memiliki ciri-ciri khusus, antara lain : a. Merupakan suatu daerah dinamis, yang seringkali mengalami perubahan sifat biologis, kimiawi dan geologis; b. Daerah produktifitas tinggi dengan adanya bermacam-macam ekosistem biologis, yang memberikan habitat penting bagi beberapa spesies laut; c. Memiliki keistimewaan wilayah seperti sistem-sistem terumbu karang, hutan mangrove, pantai dan gundukan pasirnya, yang memberikan pertahanan alami khusus guna mengatasi badai, banjir dan erosi; d. Ekosistem-ekosistem pesisir dapat berperan menetralisir dampak polusi yang datang dari darat, seperti lahan basah yang dapat menampung kelebihan nutrien, sedimen dan kotoran manusia; e. Wilayah pantai memunculkan sangat banyak perkampungan dan pemukiman manusia yang memanfaatkan sumberdaya hayati dan non-hayati di lautan, transportasi laut dan rekreasi wisata. Wilayah pesisir merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya di masa datang. Sudah sejak lama wilayah pesisir dengan segala potensinya dimanfaatkan oleh manusia, terutama dalam bidang perekonomian. Wilayah ini juga merupakan kawasan tempat berlangsungnya berbagai macam kegiatan pembangunan yang paling intensif. Wilayah pesisir ini, selain potensial untuk kegiatan pembangunan juga rentan terhadap berbagai dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan pembangunan dan perekonomian itu, baik yang berlangsung di wilayah pesisir itu sendiri maupun yang berlangsung di laut ataupun kawasan atasnya daratan. Berbagai bukti pengrusakan 11 sumberdaya darat dan laut tanpa mempertimbangkan kondisi ekologis dan kelangsungannya KMNLH dan Bapedalwil I 1999. Padahal sumberdaya pesisir dan lautan merupakan aset pembangunan yang penting dan terbesar bagi Indonesia di masa depan, karena sumberdaya darat seperti hutan dan lahan lainnya sendiri semakin terbatas akibat alih fungsi, eksploitasi yang berlebihan, kebakaran hutan dan lain-lain. Di samping itu, tekanan pertambahan penduduk terhadap wilayah pesisir dengan berbagai dampaknya semakin besar. Diperkirakan 60 dari populasi penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir dan 80 dari pembangunan industri mengambil tempat di wilayah pesisir ini Hinrichson 1997, diacu dalam Bengen dan Rizal 2000. Oleh karena itu, konsep pembangunan berkelanjutan dalam rangka perlindungan terhadap wilayah pesisir, merupakan langkah terbaik yang perlu dilakukan sebagai bentuk tatacara pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan wilayah pesisir ini bagi sebesar-besarnya kesejahteraan hidup manusia. Pemikiran pembangunan berwawasan lingkungan secara terpadu dan berkelanjutan ini dilakukan dengan menekan kerusakan sekecil mungkin yang dapat ditimbulkannya. Hal ini dikarenakan pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Dahuri et al. 1996.

2.3. Pengelolaan Perikanan Budidaya