61
5.4.3. Analisis Ecological Multiplier
Dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan input sumberdaya yang akan menghasilkan output berupa barang dan jasa serta eksternalitas yang
dilepas ke ekosistem. Untuk mengetahui kebutuhan input dari ekosistem yang akan digunakan dan eksternalitas yang terjadi, dilakukan analisis model tabel I-O
Leontief Lampiran 3. Pada penelitian ini, tinjauan ekologi dilakukan terhadap sumberdaya yang dimanfaatkan dalam pembangunan perikanan budidaya antara
lain: areal untuk produksi dan ekosistem mangrove sebagai input dari ekosistem serta limbah bahan organik BOD, COD, TSS dan TDS sebagai eksternalitas
yang dihasilkan sebagai akibat kegiatan perikanan budidaya. Seberapa besar kebutuhan areal produksi dan ekosistem mangrove sebagai input dari ekosistem
dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Kebutuhan Areal dan Mangrove Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi
Banten
S e k t o r Areal
Mangrove
1. Pertanian 0,1394
0,0000 2. Perikanan Budidaya
0,0982 0,0103
3. Pertambangan Penggalian 0,0452
0,0000 4. Industri
0,0067 0,0000
5. Listrik Air Bersih 0,0186
0,0000 6. Konstruksi
0,0411 0,0000
7. Perdagangan, Hotel Restoran 0,0083
0,0000 8. Transportasi Komunikasi
0,0048 0,0000
9. Keuangan 0,0050
0,0000 10. Jasa-jasa
0,0362 0,0000
Rata-rata per sektor 0,0403
0,0010
Sumber: Data Diolah 2007
Elemen R pada Lampiran 4 merupakan refleksi jumlah input ekologi yang dibutuhkan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menghasilkan
output sektor j untuk memenuhi permintaan akhir. Tabel 19 menunjukkan bahwa kebutuhan tertinggi areal terjadi pada sektor pertanian dengan nilai 0,1394,
sedangkan perikanan budidaya menempati posisi kedua dengan nilai sebesar 0,0982 yang berada di atas rata-rata kebutuhan areal secara sektoral sebesar
0,0403. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk menghasilkan satu juta rupiah output bagi sektor perikanan budidaya baik secara langsung maupun tidak
langsung dibutuhkan areal seluas 0,0982 hektar. Demikian juga untuk menghasilkan satu juta rupiah output sektor perikanan budidaya dibutuhkan areal
mangrove seluas 0,0103 hektar.
62 Di samping dibutuhkan dalam pembangunan, ekosistem juga menerima
eksternalitas yang berupa limbah bahan organik. Berdasarkan analisis perhitungan dengan menggunakan model tabel input-output Leontief Lampiran
5 dapat diketahui bahwa dampak pencemaran bahan organik merupakan eksternalitas yang dihasilkan dari kegiatan perikanan budidaya seperti
digambarkan pada Tabel 20 berikut ini. Tabel 20 Dampak Eksternalitas Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten
S e k t o r BOD COD TSS TDS
1. Pertanian
0,0005 0,0009 0,0003 0,0008 2. Perikanan Budidaya
0,0006 0,0011 0,0004 0,0010 3. Pertambangan Penggalian
0,0036 0,0049
0,0024 0,0044
4. Industri
0,0015 0,0028 0,0010 0,0025 5. Listrik Air Bersih
0,0010 0,0018
0,0007 0,0017
6. Konstruksi
0,0008 0,0015 0,0005 0,0014 7. Perdagangan, Htl Restoran
0,0005 0,0010
0,0003 0,0009
8. Transportasi Komunikasi 0,0008
0,0014 0,0005
0,0013 9.
Keuangan 0,0005 0,0010 0,0003 0,0009
10. Jasa-jasa
0,0004 0,0007 0,0003 0,0007
Rata-rata per
sektor 0,0010 0,0017 0,0007 0,0016
Sumber: Data Diolah 2007
Element Q pada Lampiran 5 merupakan refleksi eksternalitas yang akan dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung ke ekologi untuk
menghasilkan output sektor j dalam memenuhi permintaan akhir. Dari perhitungan di atas, nilai BOD 0,0006 menggambarkan bahwa untuk
menghasilkan satu juta rupiah output di sektor perikanan budidaya baik langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan eksternalitas berupa BOD sebesar
0,0006 ton. Demikian juga dengan COD, TSS dan TDS dimana nilainya berturut- turut sebesar 0,0011; 0,0004; dan 0,0010 menggambarkan bahwa untuk
menghasilkan satu juta rupiah output sektor perikanan budidaya akan menimbulkan eksternalitas berupa COD, TSS dan TDS masing-masing sebesar
0,0011; 0,0004; dan 0,0010 ton. Jika dilihat sektor yang mampu memberikan kontribusi relatif tinggi
terhadap laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten yaitu sektor pertambangan galian dan sektor industri, ternyata juga paling dominan dalam menghasilkan
eksternalitas baik BOD, COD, TSS dan TDS, nilai sektor ini berada di atas rata- rata eksternalitas secara sektoral, sedangkan perikanan budidaya dalam
63 menghasilkan eksternalitas masih berada di bawah rata-rata ekternalitas secara
sektoral. Implikasi dari hal ini dapat diketahui bahwa sektor perikanan budidaya meskipun merupakan sektor yang potensial Gambar 8 ternyata dalam
menghasilkan pencemaran bahan organik masih relatif lebih rendah dibandingkan sektor potensial lainnya.
5.5. Ecological Footprint