44
5.1.2. Struktur Permintaan Akhir
Struktur permintaan akhir menunjukkan jumlah barang dan jasa dari setiap sektor perekonomian yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga,
pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan permintaan ekspor bagi daerah lain di luar Provinsi Banten. Besarnya nilai komponen permintaan
akhir dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Komposisi Permintaan Akhir Sektor Perikanan Budidaya Menurut
Komponennya di Provinsi Banten
Sektor Perikanan Budidaya K o m p o n e n
Nilai Juta Rp
Konsumsi Rumah Tangga 178.465
94,75 Konsumsi Pemerintah
0,00 Pembentukan Modal Tetap
0,00 Perubahan Stok
1.325 0,70
Ekspor 11.211 5,95
Jumlah Permintaan Akhir 188.351
100,00
Sumber: Data Diolah 2007
Hasil analisis terhadap sektor perikanan budidaya menunjukkan bahwa permintaan akhir sektor ini paling banyak digunakan untuk konsumsi rumah
tangga yaitu sebesar 94,75, dan ekspor sebesar 5,95, sedangkan untuk konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap sama sekali tidak ada, bahkan
terjadi minus 0,7 untuk perubahan stok sehingga diperlukan impor untuk mengatasi hal tersebut. Interpretasi dari hal ini ternyata produksi perikanan
budidaya lebih banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga dibandingkan untuk kegiatan akhir lainnya.
Nilai investasi yang terbentuk di sektor perikanan budidaya tidak ada, terbukti dengan pembentukan modal tetap sama sekali tidak ada. Hal ini perlu
mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan semua stakeholder, jika memungkinkan sektor ini menjadi sektor andalan dimana salah satu alternatifnya
adalah dengan meningkatkan investasi melalui pemberian insentif.
5.1.3. Struktur Input Primer
Struktur input primer merupakan semua jenis balas jasa yang dibayarkan kepada sektor ekonomi sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam kegiatan
perikanan budidaya. Input primer dalam terminologi yang berbeda disebut nilai tambah bruto value added yang merupakan selisih antara output dengan input
antara. Komponen input primer meliputi upahgaji, surplus usaha, penyusutan,
45 pajak tak langsung dan memiliki hubungan vertikal dengan input antara. Dalam
terminologi makro input primer merupakan bagian dari komponen input dalam suatu produksi dan disebut sebagai komponen nilai tambah bruto. Penjumlahan
seluruh input primer ataupun nilai tambah bruto dari seluruh sektor ekonomi di wilayah Banten disebut PDRB dan hasilnya dapat digunakan sebagai salah satu
indikator untuk mengukur kinerja perekonomian Provinsi Banten. Rincian nilai input primer dari sepuluh sektor kegiatan di Provinsi Banten dapat dilihat pada
Tabel 13. Tabel 13 Nilai Input Primer Menurut Sektor Kegiatan di Provinsi Banten
S e k t o r Nilai Juta Rp
Distribusi
1. Pertanian 4.059.114
9,39 2. Perikanan Budidaya
107.576 0,25
3. Pertambangan Galian 43.611
0,10 4. Industri
22.889.689 53,00
5. Listrik Air Bersih 1.672.380
3,88 6. Konstruksi
1.021.884 2,37
7. Perdgngan, Htl Restoran 7.593.761
17,58 8. Transportasi Komunikasi
3.085.426 7,15
9. Keuangan 814.330
1,89 10. Jasa-jasa
1.896.561 4,39
Jumlah 43.184.332 100,00
Rata-rata per sektor 4.318.433
10,00
Sumber: Data Diolah 2007
Secara total pembentukan struktur input primer dari seluruh sektor perekonomian di Provinsi Banten adalah sebesar 43.184.332 juta rupiah; dimana
keseluruhan diciptakan oleh sepuluh sektor di atas. Namun demikian, kontribusi sektor perikanan budidaya memberikan nilai input primer yang relatif kecil, yaitu
sebesar 107.576 juta rupiah 0,25 di bawah rata-rata per sektor 4.318.433 juta rupiah atau menduduki rangking ke-9. Lebih lanjut terlihat pada Tabel 14, struktur
input primer terbesar diberikan oleh dua buah sektor yaitu sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, masing-masing memberikan kontribusi
sebesar 53,00 dan 17,58. Selanjutnya analisis pembentukan input primer menurut komponennya
yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dapat dilihat pada Tabel 14. Atas dasar komponen ini, terlihat bahwa surplus
usaha dari keseluruhan sektor perekonomian memberikan kontribusi tertinggi, yaitu sebesar 52,39, upah dan gaji sebesar 32,62, penyusutan sebesar
46 10,69, dan pajak tak langsung sebesar 4,30. Penjelasan tersebut
memberikan implikasi bahwa secara makro kegiatan perekonomian di Provinsi Banten relatif menguntungkan yang ditunjukkan oleh nilai surplus usaha yang
dominan. Selain itu, dengan tingkat upah dan gaji yang memberikan kontribusi sebesar 32,62, secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi daya
beli masyarakat dalam sistem perekonomian domestik. Tabel 14 Komposisi Input Primer Menurut Komponennya Pada Sektor Perikanan
Budidaya dan Sektor Basis di Provinsi Banten
Komponen Perikanan
Budidaya Pertanian Industri Perdagangan Lainnya Jumlah
18.603 2.205.411 6.653.583 1.686.513 3.523.090 14.087.200
Upah Gaji 17,29 54,33 29,07
22,21 41,28 32,62 79.357 1.577.182 12.777.254 5.000.944
3.189.948 22.624.685 Surplus
Usaha 73,77 38,86
55,81 65,86 37,38
52,39 4.836 175.533
2.304.453 458.357 1.673.787 4.616.966
Penyusutan 4,50 4,32 10,08
6,04 19,61 10,69 4.780 100.988
1.154.399 447.947 147.367 1.855.481
Pajak tak Langsung 4,44
2,49 5,04 5,89
1,73 4,30
107.576 4.059.114 22.889.689 7.593.761 8.534.192 43.184.332
Jumlah 100,00 100,00 100,00
100,00 100,00 100,00 Sumber: Data Diolah 2007
Khusus untuk sektor perikanan budidaya, terdapat gambaran bahwa kegiatan usaha perikanan budidaya relatif lebih memberikan proporsi yang
menguntungkan dibanding kegiatan ekonomi lainnya, yang ditunjukkan dengan surplus usaha sebesar 79.357 juta rupiah 73,77 dari total nilai output. Artinya,
setiap satu satuan output wilayah yang dihasilkan akan diperoleh surplus usaha sebesar 0,7377 satuan. Angka ini lebih besar dari rata-rata surplus usaha semua
sektor ekonomi wilayah 0,5239 satuan. Data ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan output di sektor perikanan budidaya, komponen surplus usaha
memegang peranan penting. Jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga perbankan yang berkisar antara 6 hingga 12 per tahun, maka surplus usaha
ini jauh lebih tinggi. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini.
Namun demikian, tingkat upah dan gaji yang diterima masyarakat nelayan relatif kecil dibanding dengan kegiatan ekonomi lainnya yaitu sebesar 18.603 juta
rupiah 17,29. Artinya, untuk menghasilkan satu satuan output wilayah diperlukan upah dan gaji sebesar 0,1729 satuan untuk membayar tenaga kerja di
sektor perikanan budidaya. Angka tersebut lebih kecil dari rata-rata semua sektor
47 ekonomi dalam membayar pekerja yaitu sebesar 0,3262 satuan. Padahal upah
dan gaji merupakan satu-satunya komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja buruh nelayan. Sebaliknya surplus usaha yang harus
diterima oleh pengusaha nelayan yang jumlahnya lebih sedikit dari buruh nelayan, dua kali lebih besar dibanding dengan upah dan gaji, sehingga upah
dan gaji yang relatif lebih kecil secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi daya beli masyarakat buruh nelayan. Di lain pihak dengan
adanya kelebihan dari surplus usaha akan ada penambahan investasi atau saving di perusahaan yang belum tentu dapat langsung dinikmati oleh
masyarakat nelayan.
5.1.4. Efisiensi Penciptaan Output