59
Indonesia, maka sebaiknya skala tersebut digubah menjadi 1 sampai dengan 7. Dalam hal ini masyarakat Indonesia mengenal berbagai tingkatan untuk
menyampaikan sesuatu, sehingga dikenal adanya tingkatan dalam berbahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rentang yang lebih
panjang dalam memberikan suatu pemaknaan, termasuk dalam memberikan penilaian.
Sejalan dengan data persepsi yang dikumpulkan pada penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan responden terhadap satu aspek dan elemen-
elemennya, sehingga nilai skor 1 diberikan untuk pernyataan “sangat tidak puas”, nilai 2 untuk pernyataan “tidak puas”, nilai 3 untuk pernyataan “agak tidak puas”,
nilai 4 untuk pernyataan “biasa saja”, nilai 5 untuk pernyataan “agak puas”, nilai 6 untuk pernyataan “puas” dan nilai 7 untuk pernyataan “sangat puas”. Pola
pemaknaan dari setiap nilai tersebut dapat digubah sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan nilai persepsi dari skor 1 sampai skor 7, maka pada
setiap kriteria untuk menilai suatu persepsi ditetapkan sejumlah indikator. Pada setiap kriteria ditetapkan 7 tujuh indikator dengan setiap indikator bermakna
dengan nilai skor 1, sehingga bila setiap indikator terpenuhi maka diperoleh nilai persepsi maksimal nilai skor 7 untuk kriteria bersangkutan pada elemen tertentu.
Nilai rata-rata untuk setiap aspek dan elemen yang dinilai merupakan nilai persepsi responden terhadap aspek dan elemen bersangkutan. Selanjutnya nilai
persepsi tersebut diberikan deskripsi untuk menjelaskan makna dari persepsi terhadap setiap aspek dan elemen-elemennya pada setiap mata rantai, baik rantai
suplai supply chain, rantai permintaan demand chain dan rantai para pihak. Berbagai skor persepsi yang terdata adalah
menunjukkan tata-nilai responden terhadap kondisi saat itu given condition dari setiap elemen yang
terdapat dalam suatu aspek yang sedang dievaluasi. Berapapun skor yang diberikan oleh responden terhadap suatu aspek yang sedang dievaluasi adalah
menggambarkan posisi dari tata nilai yang dimilikinya di dalam rentang skor yang
60
digunakan. Proses pemetaan skor tersebut kemudian dilanjutkan dengan analisis gap, yaitu serangkaian penelaahan mengenai kesenjangan posisi skor terhadap
kondisi ideal yang diinginkan yang dalam konteks skor tergambar pada posisi skor sama dengan 7.
E. Sintesis
Hasil dari pemetaan skor dan analisis gap kemudian disintesis menjadi suatu kerangka berpijak platform yang akan digunakan dalam mengembangkan
berbagai gagasan yang akan dibangun dalam mengelaborasi serangkaian tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sesuai dengan tujuan
penelitian ini, proses sintesis dilakukan dengan menggunakan pendekatan optimasi fungsi dan kinerja
, serta menggunakan pendekatan efisiensi dan efektifitas proses
. Teknik tersebut dapat disebut sebagai suatu teknik peningkatan up-grading technique.
Proses sintesis mengoptimasi fungsi dan kinerja dilakukan baik pada tingkat individu individual element ataupun pada tingkat masyarakat communal
element demikian juga halnya dengan sintesis untuk efisiensi dan efektivitas
proses. Dengan optimalnya fungsi dan kinerja dari setiap elemen yang terdapat dalam setiap rantai nilai yang ada, maka dapat diharapkan performa ekowisata di
dalam wilayah studi juga akan menjadi baik. Adapun dengan efisien dan
efektifnya proses yang dilakukan, maka diharapkan keberlanjutan proses dapat diukur dan dimonitor serta disempurnakan setiap saat.
61
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Daerah Studi
Kawasan Destinasi Wisata DW Cibodas merupakan wilayah khas pegunungan dengan topografi bukit bergelombang dan hanya sedikit yang
memiliki topografi datar. Lokasi paling tinggi adalah Gunung Pangrango 3.019 mdpl dan Gunung Gede 2.958 mdpl. Sementara Kebun Raya KR Cibodas
berada pada ketinggian antara 1300-1425 mdpl. Kondisi topografi yang demikian menyediakan suatu fenomena lansekap yang atraktif bagi wisatawan; baik dalam
bentuk perbedaaan dan perubahan gradasi bentang alam alamiah, maupun dalam bentuk lanskap budidaya cultural landscaping yang ditimbukan dari berbagai
bentuk pengelolaan lahan oleh para petani sayuran di kawasan ini. Suhu harian adalah berkisar antara 17-27
o
C dengan angka rata-rata 18
o
C, namun dapat lebih dingin lagi untuk puncak Gunung Gede maupun Gunung
Pangrango. Pada siang hari suhu dapat mencapai 10
o
C sementara malam hari dapat turun hingga 5
o
C. Kelembaban udara harian rata-rata adalah 90 . Curah hujan di wilayah DW Cibodas cukup tinggi, berkisar antara 3.500-5.000
mmtahun dan masuk kategori wilayah tipe iklim B menurut Schmidt dan Ferguson. Kondisi ini bersifat atraktif bagi wisatawan untuk berwisata, baik dalam
arti kenyamanan udara untuk beraktivitas maupun dalam arti berbeda dengan kondisi mikro klimatologis keseharian mereka yang umumnya tinggal di daerah
Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi. Jenis tanah pembentuk kawasan DW Cibodas umumnya adalah Andosol
dengan tingkat kesuburan tinggi. Tanah ini terbentuk dari endapan aluvial lahar letusan-letusan gunung berapi pada masa lampau.
Nilai kemasaman tanah umumnya berkisar pada pH 5. Dengan kondisi edafis yang demikian, maka
bentang alam daerah studi telah diperkaya oleh berbagai elemen lansekap hayati berupa kehijauan berbagai tegakan pohon dan semak yang memberikan keindahan
pemandangan kepada wisatawan.