GULA PASTEURISASI DAN PEMBOTOLAN

34 Bahan penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim dan frozen deserts lain adalah CMC, gelatin, natrium alginat, karagenan, gum arab dan pektin Robinson, 1993. Jenis dan konsentrasi bahan penstabil yang digunakan sangat menentukan karakter produk yang diharapkan. Bahan penstabil stabilizer digunakan secara luas dalam industri pangan karena kemampuannya dalam mengubah berbagai sifat fisik penting dalam sistem pangan, seperti WHC Water Holding Capacity, laju evaporasi, sifat reologi, sifat interfasial yang mempengaruhi stabilitas emulsi, buih, dan suspensi partikel tidak larut Peterson dan Johnson, 1978. Glicksman 1979, mengklasifikasikan zat penstabil ke dalam 3 kelompok, yaitu: 1. Natural gums, seperti pektin, alginat, karagenan, gelatin. 2. Modified natural atau semi synthetic gums, seperti dextrin, CMC. 3. Synthetic gums, seperti turunan polivinil. Carboxy Methyl Cellulose atau lebih sering dikenal dengan CMC, adalah suatu zat penstabil dan merupakan polielektrolit anionic serta merupakan turunan selulosa yang paling banyak dipakai dalam industri makanan dengan rumus kimia C 6 H 7 O 2 OH 2 2 OCH 2 COONa n . CMC CarboxyMethyl Cellulose adalah polisakarida linear, dengan rantai panjang, anionik, dan larut dalam air merupakan gum alami yang dimodifikasi secara kimia. Pomeranz 1991 menyatakan bahwa fungsi dasar CMC adalah untuk mengikat air, menstabilkan ingridien lain, atau mencegah sineresis. Bubuk CMC yang telah dimurnikan berwarna putih sampai krem, mengalir bebas, tidak berasa, dan tidak berbau Glicksman, 1983.

G. GULA

Gula merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Jenis gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula pasir. Secara umum gula pasir tersusun dari oligosakarida yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan oligosakarida yang penting dalam pengolahan pangan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Pembentukan citarasa, aroma, dan warna dari berbagai bahan pangan yang dimasak dan diolah tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dengan 17 35 kelompok asam amino yang menghasilkan zat warna coklat dan berbagai komponen citarasa Buckle et al., 1987. Sukrosa bisa digunakan dalam bentuk kristal halus atau kasar dan paling banyak dalam bentuk cairan sukrosa sirup Winarno, 1997. Menurut Buckle 1987 gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam bahan makanan. Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup di atas 70 biasanya dibutuhkan, ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi pH rendah, perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting.

H. PASTEURISASI DAN PEMBOTOLAN

Pengalengan pangan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Dalam pengalengan pangan, bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau alumunium. Pengemasan secara hermetis mengandung arti bahwa penutupnya sangat rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, mikroba, atau bahan asing lain. Dengan demikian, pangan yang dikalengkan dapat terjaga terhadap kebusukan, perubahan aktivitas air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa Muchtadi, 1995. Keuntungan pemakaian wadah gelas untuk mengalengkan berbagai jenis bahan pangan pembotolan adalah : 1 gelas bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan pangan, 2 gelas bersifat kedap dan tidak berpori-pori porous, 3 tidak berbau dan bersih, 4 bersifat transparan sehingga memungkinkan produk di dalamnya dapat diperiksa oleh produsen, maupun konsumen, 5 wadah gelas mempunyai kekuatan yang tinggi dan kemajuan teknologi telah menghasilkan gelas yang lebih kuat, tetapi lebih tipis dan ringan, 6 wadah gelas mudah dibuka dan ditutup kembali dan selain itu wadah bekasnya dapat digunakan kembali, 7 wadah gelas dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk, ukuran, dan warna, 8 dengan wadah gelas dapat 18 36 dilakukan pengisian secara vakum, serta 9 pada umumnya umur simpan bahan pangan yang dikemas dalam wadah gelas lebih lama dibanding dengan kaleng Muchtadi, 1995. Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik Fardiaz, 1989. Aplikasi panas untuk membunuh mikroorganisme dan inaktivasi enzim dengan denaturasi adalah bentuk yang sangat umum dari pengawetan pangan. Perlakuan panas diklasifikasikan menjadi sterilisasi dan pasteurisasi. Dalam batasan yang ketat, sterilisasi menunjukkan dekstruksi absolut untuk seluruh mikroorganisme yang hidup. Oleh sebab sterilisasi absolut tidak dapat dilakukan untuk beberapa pangan olahan, maka batasan sterilisasi komersial diperkenalkan dalam industri pengalengan. Kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara komersial, yaitu makanan telah diproses dengan pemanasan untuk membunuh semua mikroorganisme yang mampu mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan yang normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan mengandung organisme-organisme yang masih hidup seperti spora-spora bakteri thermofilik yang tidak mampu tumbuh dan merusak produk pada kondisi penyimpanan normal Buckle et al., 1987. Aplikasi sterilisasi yang efektif membutuhkan pengetahuan tentang organisme yang dihancurkan. Kapang dan khamir dapat dibunuh pada suhu 66-82 C. Bakteri lebih resisten, terutama bakteri pembentuk spora Aurand et al, 1987. Menurut Fardiaz 1992 bakteri pembentuk spora dapat dibunuh pada suhu 70- 85 C. Pasteurisasi merupakan proses perlakuan panas yang dapat membunuh sebagian besar sel vegetatif mikroorganisme yang terdapat di dalam bahan pangan. Dalam beberapa contoh produk pangan, pasteurisasi ditujukan untuk membunuh mikroorganisme patogen misalnya susu, sedangkan dalam 19 37 produk seperti bir, pasteurisasi bertujuan membunuh mikroorganisme pembusuk. Untuk produk lainnya, pasteurisasi yang dikembangkan mungkin didasarkan pada daya panas dari mikroba tertentu yang ingin dihancurkan Herro, 1980. Menurut Woodroof dan Luh 1982, pangan yang tergolong sebagai pangan asam dan pangan sangat asam, proses pemanasan di bawah suhu 100 C selama beberapa menit sudah dianggap memadai. Spora bakteri termofilik yang dikhawatirkan dapat tumbuh pada proses pemanasan di bawah 100 C ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada dalam suasana pH yang rendah. Suasana asam dapat mencegah germinasi spora tersebut, sehingga spora tersebut tidak perlu dihancurkan dengan panas Potter, 1973. Bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.70 tidak dirusak oleh bakteri berspora dan karenanya dapat disterilisasi komersial dengan pemanasan yang lebih rendah misalnya pasteurisasi daripada yang dibutuhkan oleh bahan- bahan pangan berasam sedang atau rendah dengan pH diatas 4.50 Buckle et al ., 1987. Penangas yang berisi air mendidih dapat digunakan untuk sterlisasi bahan pangan asam karena suhu 212 F 100 C dianggap cukup untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen yang terdapat dalam pangan tersebut. Waktu yang diperlukan untuk proses tersebut bervariasi menurut jenis bahan pangan dan ukuran wadah Muchtadi, 1995. 20 38

III. METODOLOGI PENELITIAN A.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan susu jagung meliputi bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku yang digunakan ialah jagung manis yang diperoleh dari petani jagung manis di daerah Cibanteng. Sedangkan bahan tambahan yang digunakan meliputi air, gula pasir, dan Carboxymethylcellulose CMC. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah HCl, H 2 SO 4 pekat, NaOH, larutan iodium, indikator phenolphtalein, indikator kanji, heksan, indikator mensel campuran metil merah dengan metil biru, Na 2 SO 4 dan air destilata.

2. Alat

Alat yang digunakan adalah panci, blender, penyaring, wadah plastik baskom, timbangan, kompor, pengaduk, cawan metal atau porselen, desikator, kertas saring, gegeppenjepit cawan, neraca analitik, alat ekstraksi soxhlet, labu lemak, penangas, oven, seperangkat alat kjeldahl, viskometer, labu destilasi, erlenmeyer, buret, gelaslabu ukur, kapastissue, gelas piala, termometer, alat destilata dan perlengkapan uji organoleptik.

B. METODE PENELITIAN

1. Analisa Proksimat Bahan Baku

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakterisasi jagung manis segar yang meliputi penampakan visual sifat fisik dan analisis proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, total asam, kadar vitamin C dan pH. Selanjutnya dilakukan penentuan jumlah perbandingan penambahan air dalam jagung manis yang mendekati jumlah kadar air susu berdasarkan standar yang telah ditentukan.