TEPUNG BERAS KETAN TINJAUAN PUSTAKA

beras ketan atau beras biasa. Menurut Lupien 1993 di dalam Putra 2005, pembuatan rice crackers lebih disukai dari beras dengan kandungan amilosa sangat rendah ketan, rendah, dan sedang. Rice crackers dari beras ketan menghasilkan tekstur yang lebih porous dan halus di mulut, sedangkan rice crackers dari beras biasa menghasilkan tekstur yang kurang porous dan agak kasar di mulut Liu dan Luh 1980. Karakteristik lain yang diperhatikan adalah tingkat volume pengembangan, penyerapan air, aroma, dan rasa. c. PelembutThickening agent. Ketan dalam bentuk tepung digunakan sebagai thickening agentunsur pelembut untuk pencuci mulut dan beberapa jenis makanan beku. Hal ini karena ketan memiliki viskositas maksimum yang rendah, tidak mudah terjadi sineresis, memiliki efek retrogradasi yang rendah selama pemasakan, dan lebih stabil pada perlakuan pembekuan Liu dan Luh 1980.

D. TEPUNG BERAS KETAN

Tepung beras ketan berasal dari penggilingan beras ketan putih Oryza sativa glutinosa sampai mencapai ukuran granula yang diinginkan. Tepung beras ketan atau sering disebut tepung beras manis, mempunyai sifat kekentalan pasta yang lazim seperti halnya tepung-tepung jagung ketan maupun tepung cantel ketan waxy atau glutinous. Komposisi kimia tepung beras ketan hampir sama dengan komposisi kimia beras ketan utuh Luh dan Liu 1980. Suhu gelatinisasi tepung beras ketan berkisar antara 68-78 C. Tepung beras ketan mengandung amilosa kurang dari 0.5 pada patinya dan sejumlah α-amilase yang tidak dapat diabaikan. Tepung ini mempunyai kekentalan puncak pasta yang lebih rendah daripada beberapa pasta tepung beras biji pendek, kemungkinan karena kegiatan amilolitiknya dan hampir tidak mempunyai kekentalan balik sama sekali Haryadi 2008. Tepung beras ketan berbeda dengan tepung beras lainnya atau pati- pati lainnya dalam hal ketahanan terhadap pelepasan air dari olahannya yang banyak mengandung air pada saat pelelehan esnya dari penyimpanan beku thawing. Tepung beras ketan dan patinya mempunyai ciri paling baik di antara pati-pati dan tepung padian lainnya, karena pastanya lebih tahan pada perlakuan beku-leleh daripada tepung-tepung ataupun pati-pati lainnya. Perilaku ini kemungkinan besar karena kandungan amilosanya yang sangat sedikit Haryadi 2008. Apabila tepung beras ketan digunakan sendiri sebagai sumber pati, kemantapan dapat dipertahankan sampai satu tahun atau bahkan lebih. Hal ini menunjukkan ketiadaan retrogradasi selama pendinginan. Ketiadaan retrogradasi tersebut sama halnya dengan perilaku tepung padian ketan lainnya, dan khususnya perilaku pati hasil pemurnian dari tepung yang bersangkutan. Kemantapan pasta tepung beras ketan yang tidak lazim tersebut, yang lebih daripada pasta tepung-tepung ataupun pati-pati lainnya kemungkinan karena struktur kimia yang khusus atau kemungkinan karena ukuran granula pati yang lebih kecil Haryadi 2008. Komposisi kimia dari tepung beras ketan Rose Brand dan tepung ketan giling dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan syarat mutu tepung ketan disajikan pada Tabel 8. Tabel 7 Komposisi kimia tepung ketan Rose Brand dan tepung ketan giling Komponen Rose Brand Tepung Ketan Giling Kadar air Kadar abu Kadar serat Kadar lemak Kadar protein Karbohidrat Pati - Amilosa - Amilopektin 16.10 1.18 2.31 0.68 6.22 73.51 51.42 5.68 45.56 16.27 1.03 0.03 0.42 7.50 74.75 – 1–2 98 – 99 Sumber: Ridwan et al. 1996 Winarno 1992 Tabel 8 Syarat mutu tepung ketan SNI 01-4447-1998 Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan: Warna Bau Rasa Benda-benda asing Serangga dalam bentuk stadia dan potongan-potongannya Jenis pati lain selain pati ketan Kehalusan Lolos ayakan 60 mesh Lolos ayakan 80 mesh Air Abu Silikat Serat kasar Amilosa Derajat asam Bahan pengawet Residu SO 2 Cemaran logam: Timbal Pb Tembaga Cu Seng Zn Raksa Hg Cemaran arsen Cemaran mikroba: Angka lempeng total E. coli Kapang – – – – – – bb bb bb bb bb bb bb ml N NaOH100 g – – mgkg mgkg mgkg mgkg mgkg kolonig APMg kolonig Normal Normal, tidak berbau apek Normal Tidak boleh ada Tidak boleh ada Tidak boleh ada Min. 99 Min. 70 Maks. 12 Maks. 1.0 Maks. 0.2 Maks. 0.2 Maks. 9 Maks. 4.0 Sesuai dengan SNI. 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI. 01-0222-1995 Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.5 Maks. 10 6 Maks. 10 Maks. 10 4 Sumber: Badan Standarisasi Nasional 1998

E. PATI