lembaran, dipotong, dan dicetak kemudian dikeringkan pada suhu 70-75 C
sampai kadar airnya 20. Dilakukan tempering selama 10-20 jam kemudian dikeringkan lagi pada suhu 70-75
C sampai kadar airnya 10-12, selanjutnya dipanggang dalam oven pada suhu 200-260
C Haryadi et al. 1991. Arare dibuat dari beras ketan direndam dalam air sampai kadar airnya 38, digiling,
dikukus selama 15-30 menit, didinginkan, diadon, didinginkan sampai 2-5 C,
dipotong, dikeringkan sampai kadar air 20 pada suhu 45-75 C, dibumbui
dengan kecap dan selanjutnya dipanggang pada suhu 200-260 C dan
selanjutnya dikeringkan pada suhu 90 C selama 30 menit Haryadi et al.
1991.
H. UMUR SIMPAN
Suatu produk dianggap baik bilamana kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan bahan
pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan. Secara umum, pengertian umur simpan adalah rentang waktu antara saat produk
mulai dikemas atau diproduksi dengan saat mulai digunakan dimana mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Menurut Arpah 2001,
umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami satu tingkat deteriorasi. Reaksi deteriorasi merupakan suatu reaksi kimia sehingga mekanisme
deteriorasi dapat dianalisa secara matematika. Dengan analisa tersebut, waktu produk pangan mulai rusak dapat diketahui sehingga umur simpan produk
pangan dapat ditentukan. Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan
mutu industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang didistribusikan ke konsumen Hariyadi 2006. Menurut Syarief dan Hariyadi
1993, hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk pangan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan
sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang
mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluwarsa. Lebih lanjut ditambahkan bahwa bahan pangan disebut
rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluwarsa, yaitu telah melampaui
masa simpan optimumnya dan pada umumnya pangan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus.
Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat
diterima lagi oleh konsumen. Perubahan mutu pangan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut sehingga dalam menentukan
daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut Syarief dan Hariyadi 1993. Menurut Syarief et al. 1989,
faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut:
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume.
3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4.
Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.
Menurut Labuza 1982, konsumen seharusnya memperoleh informasi tentang umur simpan dari produk yang dikonsumsinya. Informasi tersebut
dapat berupa tanggal pada saat produk diproduksi pack date, tanggal pada saat produk diletakkan di toko display date, tanggal terakhir yang dianjurkan
bagi konsumen untuk membeli produk tersebut sehingga masih mempunyai jangka waktu untuk mengonsumsinya tanpa produk tersebut mulai mengalami
kerusakan pull date sell by date, waktu maksimum dimana produk masih mempunyai kualitas tinggi best if used by date, atau tanggal pada saat
kualitas produk sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen use by date atau expired date.
Menurut Floros 1993 di dalam Arpah 2001, umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan
menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu dengan Extended Storage Studies ESS atau metode konvensional dan Accelerated
Storage Studies ASS atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara
menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselerasi diterapkan
pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif RH, suhu atau intensitas cahaya baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya.
Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi Arpah 2001.
Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan kering adalah model kadar air kritis. Pada metode ini, kondisi lingkungan
penyimpanan memiliki kelembaban relatif relative humidity yang ekstrim sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai daripada kondisi normal atau
kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air Nugroho 2007.
Pendugaan umur simpan dengan pendekatan model kadar air kritis umumnya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan
kadar air dari lingkungan Syalfina 2007. Dalam metode kadar air kritis, kerusakan produk didasarkan semata-
mata pada kerusakan produk akibat menyerap air dari luar hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi
dimana produk pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik disebut kadar air kritis. Batas penerimaan tersebut didasarkan pada standar mutu
organoleptik yang akan spesifik untuk setiap jenis produk Fitria 2007. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis
menyatakan umur simpan produk. Produk pangan yang umur simpannya dapat ditentukan dengan metode kadar air kritis antara lain biskuit, wafer, produk
konfeksionari permen, makanan ringan snack dan chips, dan produk instan powder Syalfina 2007.
Model kadar air kritis ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satunya yaitu menggunakan kurva sorpsi isotermis.
Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk yang mempunyai kurva isotermis yang biasanya berbentuk sigmoid bentuk S Buckle et al.
1987. Pada kenyataannya, grafik penyerapan uap air dari udara oleh bahan pangan kurva adsorpsi dan grafik pelepasan uap air oleh bahan pangan ke
udara desorpsi tidak pernah berhimpit. Keadaan demikian disebut fenomena histerisis. Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air
kesetimbangan yang diperoleh dari proses desorpsi dan adsorpsi. Besarnya histerisis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung faktor-faktor seperti
bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi, dan tingkatan air yang dipindahkan selama
desorpsi atau adsorpsi Fennema 1996. Kurva sorpsi isotermis sangat khas untuk setiap jenis bahan pangan. Telah banyak penelitian yang dilakukan
untuk membuat kurva sorpsi isotermis pada berbagai bahan pangan Viswanathan et al. 2003; Al-Muhtaseb et al. 2004; Ayranci dan Osman 2005;
Togrul dan Nurhan 2007; Goula et al. 2008. Penentuan umur simpan produk pangan dengan menggunakan
pendekatan kurva sorpsi isotermis memperhitungkan pengaruh perbedaan kadar air awal dibandingkan dengan kadar air kritis, perbedaan tekanan uap
air, permeabilitas uap air kemasan, dan luas kemasan. Keseluruhan faktor yang mempengaruhi umur simpan ini diformulasikan oleh Labuza menjadi
persamaan kadar air kritis Labuza 1982. Persamaan Labuza ini dapat digunakan untuk menentukan umur simpan produk pada suhu dan kondisi RH
tertentu. Persamaan tersebut adalah: t
s
= .......................Pers 1
dimana: t
s
= waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis hari = 24 jam
Me = kadar air keseimbangan produk g H
2
Og bk Mo = kadar air awal produk g H
2
Og bk Mc = kadar air kritis g H
2
Og bk b
= kemiringan slope kurva sorpsi isotermis kx = konstanta permeabilitas uap air kemasan gm
2
.hari.mmHg A
= luas permukaan kemasan m
2
Ws = berat kering produk dalam kemasan g Po
= tekanan uap jenuh mmHg
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT 1.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan untuk membuat tepung jagung, crackers, dan bahan untuk penentuan umur
simpannya. Bahan untuk membuat tepung jagung adalah jagung varietas BPPT-IPB 1 masih dalam tahap sertifikasi dan air. Bahan untuk
pembuatan crackers adalah tepung jagung, tepung ketan Rose Brand, garam, gula, baking powder cap Koepoe-Koepoe dan minyak. Bahan-
bahan kimia untuk analisis produk terpilih adalah bahan analisa proksimat heksana, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
pekat, NaOH, Na
2
S
2
O
3
H
2
BO
3
, indikator campuran metil red-metil blue, dan HCl, analisa kadar pati HCl 25,
NaOH 45, indikator PP, indikator pati, KI, H
2
SO
4,
Na-thiosulfat, dan larutan Luff Schoorl, dan analisa kadar amilosa amilosa murni, larutan
iod, NaOH 1N, alkohol 95, asam asetat, dan akuades. Bahan-bahan untuk penentuan umur simpan produk terpilih adalah garam-garam yang
terdiri atas LiCl, MgCl
2
, KI, NaCl, KCl, BaCl
2
dengan RH yang bervariasi, silika gel, vaselin, dan akuades.
2. Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung jagung adalah polisher, disc mill, ayakan 120 mesh, sealer, timbangan, sendok, toples,
saringan, tampian, serbet, plastik, dan kuas. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan crackers yaitu mixer, wadah, termometer, sheeting,
cetakan, oven pemanggang, loyang, kukusan, plastik dan timbangan. Alat- alat yang digunakan untuk analisis kimia, fisik, dan uji umur simpan yaitu
tanur, oven, desikator, cawan porselen, cawan aluminium, pendingin balik, perangkat Soxhlet, perangkat Kjeldahl, kertas saring, penjepit, aluminium
foil, buret, penangas air, chromameter, jangka sorong, Brabender amylograph, texture analyzer, a
w
-meter, spektrofotometer, gelas ukur, erlenmeyer, pipet Mohr, pipet tetes, labu takar, gelas piala, desikator kecil,
neraca analitik, higrometer, sudip, dan alat gelas lainnya.