Tekstur Cookies dan Penurunan Mutu Cookies

24 dan a w cookies jagung menunjukkan bahwa cookies ubi jalar cukup aman dari kerusakan mikrobiologi. Hartoyo dan Sunandar 2006 menyatakan bahwa penggunaan terigu tidak dapat digantikan seluruhnya oleh tepung ubi jalar pada pengolahan biskuit. Penggunaan terigu yang semakin sedikit akan menyebabkan pembentukan adonan biskuit yang lebih sukar dibentuk karena adonan yang dibentuk bersifat tidak elastis dan cenderung lebih mudah pecah. Hal ini disebabkan karena jumlah protein gluten yang terkandung dalam adonan menjadi lebih sedikit. Fungsi gluten dalam pembuatan biskuit masih dibutuhkan sebagai bahan pengikat, walaupun fungsinya dalam pembuatan tekstur pada biskuit tidak terlalu mendominasi seperti pada pembuatan bakery. Oleh karena itu, peran pembentukan tekstur dalam formulasi biskuit dengan penggunaan tepung non terigu dapat dilakukan dengan mengatur penggunaan bahan formulasi lainnya berupa lemak Djuanda 2003 diacu dalam Hartoyo dan Sunandar 2006. Lemak yang digunakan akan berperan sebagai matriks perekat antara bahan-bahan dalam adonan, sehingga adonan yang dihasilkan akan lebih kompak dan tidak mudah pecah Hartoyo dan Sunandar 2006.

F. Tekstur Cookies dan Penurunan Mutu Cookies

Tekstur pada biskuit termasuk cookies meliputi kekerasan, kemudahan untuk dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya Fellows 2000. Lebih lanjut Fellows menerangkan bahwa tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya. Dalam hal ini, tekstur biskuit dipengaruhi oleh semua bahan baku yang digunakan meliputi tepung jagung, gula, lemak, susu, telur, dan bahan pengembang. Beberapa sifat cookies yang berhubungan dengan tekstur cookies adalah hardness atau firmness, brittleness, crumbly, dan sticky. Kekerasan hardness atau firmness menunjukkan kemampuan cookies untuk mempertahankan bentuk bila dikenai suatu gaya. Kerapuhan brittleness yaitu suatu sifat cookies yang mudah pecah bila dikenai suatu gaya, sedangkan crumbly adalah sifat cookies yang 25 mudah hancur menjadi partikel-partikel kecil. Istilah sticky menunjukkan sifat partikel-partikel cookies yang lengket di mulut Gaines 1994. de Man 1997 membagi kekerasan menjadi tiga yaitu kerenyahan termasuk kerapuhan dan keserbukan, kelembaban termasuk kering dan kelengketan, dan keliatan termasuk lunak. Kekerasan dimiliki oleh produk kue, coklat, es krim beku, sayur keras, keripik jagung, buah keras, dan es air beku de Man 1997. Kerenyahan merupakan mutu utama produk cookies Manley 2001. Cookies memiliki kadar air 1-5 dan a w yang rendah Pareyt et al. 2009 sehingga teksturnya dapat menjadi renyah. Menurut Arpah 2001, kerusakan produk jenis biskuit seperti cookies, lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Produk pangan akan mengalami perubahan mutu selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk pangan. Produk- produk kering pada dasarnya mempunyai sifat sensitif terhadap perubahan kadar air. Kerusakan produk pangan kering merupakan akibat dari interaksi antara produk pangan dengan berbagai faktor, terutama interaksi antara lingkungan, bahan pengemas, dan bahan pangan Hariyadi 2006. Penyimpangan suatu produk pangan dari mutu awalnya disebut deteriorasi Arpah 2001. Reaksi deterriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, dan akibat perubahan suhu. Data tentang interaksi-interaksi yang mungkin terjadi tersebut sebaiknya diketahui dengan baik sehingga dapat dilakukan perhitungan umur simpan, kebutuhan pelabelan, serta usaha-usaha meminimalisasi kerusakan dan memaksimumkan masa simpan Nugroho 2007. Robertson 1993 menyatakan bahwa secara umum deteorisasi yang terjadi pada produk pangan kering pada penyimpanan adalah penyerapan uap air yang menyebabkan produk menjadi lembab atau kehilangan kerenyahan, oksidasi lipid yang menyebabkan ketengikan, kehilangan vitamin sehingga produk tidak disukai dan kehilangan aroma.

F. Umur Simpan