Parameter Waktu Proses Mixing

64 penanganan, dan penyimpanan dapat berdampak besar terhadap sifat dan kelakuan material tersebut. Pemikiran serupa juga dinyatakan oleh Barbosa-Cánovas dan Juliano 2005 bahwa karakteristik fisik dari bubuk secara umum saling bergantung antara satu dengan yang lainnya. Perubahan apapun dari karakteristik bubuk dapat menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap densitas kamba bubuk Peleg, 1983. Perubahan yang sangat kecil pada densitas kamba bubuk dapat menyebabkan perubahan kemudahan mengalir flowability yang besar Levy dan Kalman, 2001. Oleh sebab itu pengamatan proses produksi secara menyeluruh dapat memberikan gambaran aktual bagaimana produksi bumbu dilakukan dan sekaligus menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fenomena karakteristik bumbu yang kohesif beserta penyebab fluktuasi tingkat kelengketan cohesiveness bumbu yang berdampak buruk terhadap sistem penakaran mesin pengemas.

a. Parameter Waktu Proses Mixing

Pengukuran waktu mixing pada hari pertama menunjukkan bahwa proses mixing belum terkendali dengan baik. Standar perusahaan untuk proses mixing bumbu varian Ayam adalah 25 waktu mixing untuk tahap pertama Mixing I dan 75 sisa waktu mixing untuk tahap berikutnya Mixing II. Sebagian besar proses mixing sudah diselesaikan dengan dilakukannya unloading bumbu sebelum timer mencapai titik akhir proses yang telah ditentukan. Hanya ada 4 dari 20 batch bumbu yang di-unloading setelah timer mencapai titik akhir. Selain itu sebagian besar parameter waktu proses Mixing I juga belum mencapai standar. Waktu Mixing I pada batch ke-16 lebih dari 25 karena lemak nabati belum siap saat mixer sudah dijalankan. Pengukuran hari ke-2 juga menunjukkan proses mixing yang belum terkendali. Hanya ada 3 dari 20 batch bumbu yang mencapai titik akhir timer. Hasil pengukuran waktu mixing dapat dilihat pada Gambar 25 dan Gambar 26. Pencapaian kesesuaian parameter waktu proses mixing tidak hanya pencapaian waktu total mixing saja melainkan proporsi durasi 65 waktu tahap Mixing I dan Mixing II juga merupakan variabel waktu yang berpengaruh terhadap mutu output. Kesesuaian parameter- parameter waktu tersebut sangat penting dicapai mengingat di dalam proses mixing secara tidak langsung terjadi urutan tahapan proses yaitu pencampuran premix bubuk kering, pencampuran lemak nabati cair, dan homogenisasi. Gambar 25. Waktu Mixing Hari ke-1 Tahap Mixing I mencampur seluruh bahan bubuk kering menjadi sebuah campuran pada kondisi ketercampuran tertentu sebelum dimasukkan lemak nabati cair. Proses mixing bumbu varian Ayam melibatkan 15 jenis bahan bubuk kering yang memiliki karakteristik fisik yang berbeda-beda termasuk ukuran partikel. Menurut Harnby dan Edwards 1992, jika terdapat partikel halus dan kasar dalam suatu campuran maka partikel yang lebih halus akan menyelubungi permukaan partikel yang lebih besar dan kasar. Pada situasi ini, partikel yang kecil dan halus tersebut kehilangan gaya gerak individualnya. Pengamatan kualitatif terhadap bahan baku racikan BTP dan flavor mengindikasikan ukuran partikel yang relatif lebih kecil dan halus 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 X̅ K e cu ku p an Pr o ses Mixing I Mixing II X̅ Mixing I X̅ Mixing II 66 dibandingkan bahan baku utama yaitu garam, gula, dan MSG. Bahan baku racikan cenderung lebih mudah menimbulkan debu saat kegiatan produksi berlangsung. Selain itu terdapat bahan cair yang digunakan dalam produksi yaitu lemak nabati fraksi stearin yang dipanaskan 80- 90°C. Keberadaan cairan di dalam campuran bumbu tersebut dapat meningkatkan gaya interaksi antar-partikel yang dijelaskan oleh Fitzpatrick 2005. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa campuran bumbu setelah proses mixing akan membentuk campuran tipe ordered mixtures karena perbedaan ukuran bahan baku dan keberadaan gaya interaksi antar-partikel yang besar seperti yang telah dijelaskan oleh Peleg 2005 dan Muzzio et al. 2004. Gambar 26. Waktu Mixing Hari ke-2 Aglomerasi partikel dapat terjadi dengan keberadaan cairan Stanley-Wood, 2008, seperti yang terjadi pada kondisi mixing bumbu ketika lemak nabati cair dimasukkan ke dalam mixer. Jika lebih dari satu jenis bubuk diperlakukan tumble agglomeration, tiap komponen harus terukur jumlahnya dan dalam bentuk premix Barbosa-Cánovas et al., 2005. Waktu proses tahap Mixing I yang belum terkontrol 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 X̅ K e cu ku p an Pr o ses Mixing I Mixing II X̅ Mixing I X̅ Mixing II 67 berpengaruh terhadap tingkat kehomogenan campuran bahan yang akan memasuki tahap pemasukan lemak nabati cair dimasukkan ke dalam mixer yang seharusnya saat waktu proses mixing mencapai 25. Proses homogenisasi bisa saja dibutuhkan untuk menghindari resiko terjadinya aglomerasi selektif akibat keterlibatan ukuran partikel yang beragam Barbosa-Cánovas et al., 2005. Oleh karena itu pencapaian standar waktu proses tahap Mixing I perlu diterapkan secara konsisten pada semua batch bumbu yang diproduksi untuk mendukung tercapainya tingkat kehomogenan campuran bumbu yang tinggi, termasuk persebaran lemak nabati yang baik. Pada tahap Mixing II terjadi secara simultan proses aglomerasi, pemecahan aglomerasi akibat pengadukan dan kerja chopper, serta homogenisasi campuran bumbu. Penambahan lemak nabati cair ini tidak memiliki tujuan khusus seperti proses aglomerasi atau coating di dalam proses mixing melainkan sebagai salah satu komponen formulasi bumbu yang idealnya terdistribusi secara merata di dalam campuran bumbu. Walaupun demikian proses aglomerasi terjadi akibat kenaikan gaya interaksi antar partikel yang disebabkan oleh pembasahan dan pemerataan lemak nabati cair pada partikel-partikel di dalam campuran bumbu. Terbentuk agregasi partikel yang merupakan partikel-partikel baru yang termasuk tipe interactive atau ordered mixture pada tingkat kehomogenan tertentu.Setelah proses penuangan lemak nabati, agitator dan chopper terus bekerja mengaduk selama sisa waktu sampai timer menghentikan proses mixing. Selama sisa waktu tersebut terus terjadi homogenisasi partikel-partikel komponen penyusun bumbu, termasuk pemerataan lemak nabati. Dengan demikian, durasi waktu tahap Mixing II berdampak besar terhadap tingkat kehomogenan bumbu dalam hal karakteristik fisik terutama persebaran lemak nabati dan distribusi ukuran partikel bumbu di akhir proses mixing. Berdasarkan kondisi proses yang terjadi di dalam proses mixing, sangat besar peluang terjadinya perubahan karakteristik fisik bumbu seperti densitas, ukuran partikel, distribusi ukuran partikel, dan 68 komposisi ukuran partikel secara menyeluruh pada campuran bumbu tersebut akibat agregasi partikel. Fluktuasi dan ketidaksesuaian dengan prosedur parameter waktu proses mixing yang teridentifikasi selama pengamatan diduga kuat menyebabkan fluktuasi tingkat kehomogenan karakteristik fisik bumbu. Tentunya hal tersebut dapat mempengaruhi proses penakaran yang mengarah kepada inkonsistensi proses penakaran. Titik kritis yang perlu lebih dicermati adalah persebaran lemak nabati di dalam campuran bumbu mengingat terdapat proses aging pada tahap produksi selanjutnya. Di dalam proses aging terjadi kristalisasi lemak sehingga berubah menjadi fase padat yang kecepatan dan kestabilannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah konsentrasi lemak yang telah dijelaskan oleh Metin dan Hartel, 2005

b. Metode Pemasukan Lemak Nabati Cair