50 Kepadatan bumbu dalam sistem auger dipengaruhi oleh:
- Posisi prefit besarnya gaya tekan
- Ketersediaan bumbu di sekitar prefit
- Aliran bumbu memasuki inlet auger
Volume bahan yang terdorong keluar dari outlet dipengaruhi oleh: -
Spesifikasi auger volume rongga pitch -
Derajat putaran satu putaran penuh = 360
o
- Aliran bumbu memenuhi rongga pitch flowability bumbu
Spesifikasi auger yang digunakan tidak mengalami perubahan saat mesin beroperasi. Oleh karena itu faktor spesifikasi auger yang
mempengaruhi volume rongga pitch bukan faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan massa bumbu yang keluar dari outlet. Namun Bates
2008 menyatakan bahwa produk yang lengket atau seperti benang dapat bertumpuk di sekitar shaft tengah mengurangi volume kerja dari pitch
screw. Jika kondisi demikian terjadi maka volume bahan yang dikeluarkan dari outlet berubah dan berimbas pada perubahan massa output.
Dengan asumsi posisi prefit dan parameter pulse tetap maka faktor yang berpengaruh terhadap massa output adalah ketersediaan bumbu di
sekitar prefit, aliran bumbu memasuki inlet auger, dan aliran bumbu memenuhi rongga pitch. Aliran bumbu memasuki inlet auger dan
memenuhi rongga pitch dipengaruhi oleh faktor karakteristik bumbu itu sendiri serta kondisi ketersediaan ruang bagi bumbu untuk mengalir.
Keberadaan gumpalan bumbu yang mengeras caking atau benda asing dapat mempersempit atau menghalangi ruang aliran bumbu sehingga aliran
bumbu memasuki sistem auger terganggu.
3. Kapabilitas Proses Penakaran
Untuk mengetahui kondisi proses penakaran lebih lanjut, dilakukan pengamatan selama lima hari pada mesin pengemas nomor 9 U9 dan
evaluasi kapabilitas proses penakaran. Kapabilitas proses mengindikasikan variasi sebuah proses relatif terhadap rentang toleransi spesifikasi produk
Oakland, 2003. Kapabilitas proses penakaran dapat menjadi gambaran
51 kondisi aktual kinerja proses penakaran dengan batas bawah 94 gram dan
batas atas 98 gram setiap untai. Mesin U9 dipilih sebagai mesin yang diamati karena memiliki performa penakaran yang terbaik dan tidak
bermasalah selama sebulan terakhir dibandingkan dengan mesin yang lain menurut operator mesin dan tim QC in line. Mesin U9 dipastikan tidak
sedang mengalami gangguan mekanis maupun kerusakan yang dapat mempengaruhi kinerja penakaran bumbu.
Pengendalian kondisi tertentu baik faktor bumbu maupun faktor mesin tidak dapat dilakukan selama pengamatan kapabilitas proses
penakaran karena tidak mendapatkan izin dari perusahaan. Faktor bumbu yang sebaiknya dikendalikan adalah karakteristik fisik bumbu yang masuk
ke dalam mesin U9. Variasi karakteristik fisik bumbu dapat dikendalikan dengan memastikan proses produksi bumbu tersebut bahan baku, proses
mixing, proses aging, dan parameter lainnya seperti suhu dan RH ruang produksi sesuai dengan standar perusahan dan dijalankan dengan
konsisten. Faktor mesin yang sebaiknya dikendalikan adalah parameter posisi prefit, parameter pulse, dan dilakukan atau tidak dilakukan
pembersihan bumbu di sekitar sistem penakaran. Beberapa pengendalian tersebut dapat mendukung pengamatan memperoleh data yang lebih baik
untuk menunjukkan apakah faktor mesin atau faktor bumbu yang lebih berpengaruh terhadap terjadinya fenomena inkonsistensi proses penakaran.
Pada pengamatan ini hanya dilakukan upaya penyesuaian parameter pulse atau parameter posisi prefit yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi
proses penakaran terbaik yang dapat dicapai dengan kondisi kegiatan produksi apa adanya saja.
Kondisi proses penakaran yang diharapkan adalah rata-rata rentang aktual antar-corong R-bar dapat mencapai nilai sekecil mungkin dan
tentunya dengan kapabilitas proses yang baik nilai Cp dan Cpk besar. Hasil pengukuran kapabilitas proses dapat dilihat pada Tabel 2. Keluaran
analisis data program Minitab15 dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 19. Analisis data dari sistem SPC Statistical Process Control
milik perusahaan selama 7 hari juga dilakukan sebagai pembanding dan
52 gambaran kapabilitas proses penakaran dalam jangka panjang. Data dari
sistem SPC dapat dilihat pada Lampiran 26.
Tabel 2 . Kapabilitas Proses Penakaran Mesin U9
Keterangan: Cp
: Indeks lebar sebaran data relatif terhadap rentang spesifikasi Cpk
: Indeks posisi rata-rata data relatif terhadap nilai target R-bar
: Rata-rata rentang output antara corong Pembanding
: Berdasarkan data sistem SPC Statistical Process Control Acuan pertimbangan penyesuaian posisi prefit adalah nilai rata-rata
output masing-masing corong. Nilai Rata-rata output masing-masing corong dapat dilihat pada Tabel 3. Tindakan penyesuaian dilakukan
terhadap corong dengan rata-rata output yang relatif berbeda dari sebagian besar corong yang lain. Dengan demikian diharapkan output seluruh
corong menjadi relatif seragam sehingga nilai R-bar menjadi lebih kecil. Kondisi proses penakaran dengan nilai R-bar yang kecil berarti lebar
sebaran data output proses tersebut relatif sempit sehingga dapat diperoleh nilai Cp yang lebih baik besar.
Berdasarkan hasil pengukuran kapabilitas proses penakaran yang terangkum pada Tabel 2, diketahui bahwa mesin U9 yang merupakan
Hari ke- Cp
Cpk R-
bar gram
Batch Cp
Cpk R-
bar gram
1 1,15
0,97 1,470
1 0,67
0,52 2,540
2 1,72
1,64 0,984
3 1,76
1,35 0,957
2 0,44
0,44 3,799
4 0,25
0,00 6,800
5 0,65
0,43 2,581
6 0,59
0,38 2,878
3 0,21
0,03 7,960
7 -
- -
8 -
- -
9 -
- -
4 0,56
0,50 3,012
10 0,60
0,10 2,820
11 0,50
0,37 3,391
12 0,52
0,44 3,233
13 0,72
0,64 2,333
5 1,00
0,48 1,696
14 1,01
0,30 1,675
15 1,01
0,51 1,680
16 0,96
0,76 1,767
Pembanding 0,53
0,53 3,191
- -
- -
53 mesin pengemas yang memiliki performa penakaran terbaik di antara
mesin pengemas yang lain tersebut masih jauh dari kondisi ideal. Menurut Oakland 2003 pada nilai Cpk sebesar 1,67 proses cukup menjanjikan dan
besar peluang ketidaksesuaian output untuk terdeteksi. Sebagian besar proses penakaran batch yang diamati masih memiliki indeks Cp dan Cpk
proses penakaran di bawah 1,00. Sebagai pembanding, nilai Cp dan Cpk mesin U9 berdasarkan data dari sistem SPC milik perusahaan tanpa
dilakukan pengawasan dan pengamatan hanya sebesar 0,53. Berdasarkan indeks kapabilitas tersebut maka dapat dikatakan bahwa proses penakaran
pada mesin U9 masih belum kapabel dan reliabel terhadap rentang spesifikasi produk yang ditentukan.
Tabel 3. Rata-rata Output Setiap Corong Mesin U9
Keterangan:
: Menaikkan tekanan prefit dengan menurunkan posisi prefit
: Menurunkan tekanan prefit dengan menaikkan posisi prefit
:
Menurunkan nilai pulse motor penggerak yang berdampak terhadap Pada hari ke-3 batch 7, 8, dan 9 pengamatan dan pengukuran
proses kapabilitas mesin pengemas tidak dapat dilakukan dengan baik karena kondisi tidak memungkinkan. Tidak cukup data yang dapat
Batch Rata-rata
Output Corong gram Pulse
1 2
3 4
5 6
1 95,77
95,80 95,35
96,58
94,04
95,93 1320
2 95,93
96,00 95,60
95,71 96,07
96,13 1320
3
95,86 95,71
95,07 95,69
95,26 95,60
1300 4
91,39
95,87 95,52
93,24
97,41 90,62
1290
5 96,80
96,00 96,18
97,27
97,99
95,85 1290
6 95,69
96,50 96,78
97,51 96,04
97,69 1290
7 -
- -
- -
- 8
- -
- -
- -
9 -
- -
- -
- 10
98,92 96,90
96,86 98,28
96,32 98,70
1320
11 97,56
94,45 94,35
95,33 94,24
97,03 1300
12 97,78
95,30 95,20
96,72 95,12
97,88 1300
13 95,85
95,47 95,30
97,15 94,82
96,03 1300
14 95,23
94,40 93,98
95,46 93,99
94,46 1330
15 95,77
94,75 94,57
95,86 94,57
94,62 1330
16 96,48
95,37 95,02
96,37 94,93
95,40 1330
54 diperoleh untuk mengukur kapabilitas proses penakaran. Ketika
pengukuran baru dimulai sekitar 45 menit, persediaan bumbu di lantai 2 habis sehingga mesin pengemas dihentikan sekitar 1 jam menunggu
pasokan bumbu. Persediaan bumbu habis karena tidak dapat melakukan proses produksi bumbu akibat keterlambatan pengiriman garam. Garam
yang baru datang segera digunakan setelah mendapatkan status relesase dari tim QC.
Mesin U9 kembali dijalankan setelah dipastikan hopper feeder pada lantai 2 telah diisi kembali dengan bumbu yang siap dikemas. Mesin
harus dihentikan kembali untuk penyesuaian penakaran setelah berjalan beberapa saat karena output menjadi tidak beraturan. Setelah empat kali
dicoba menyesuaikan output melalui pengaturan posisi prefit dan juga pengaturan pulse, output belum berhasil dikendalikan. Selama usaha
penyesuaian ini mesin hanya mampu berjalan cukup stabil maksimal ± 2
menit. Akhirnya mesin dihentikan kembali selama ± 1 jam. Ketika mesin dicoba dijalankan kembali, proses penakaran masih
bermasalah namun dengan sendirinya menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Penakaran dapat berjalan lebih dari satu jam walaupun cukup
banyak underweight yang terukur. Teramati perubahan output yang cukup besar serta terkadang terjadi penurunan drastis secara tiba-tiba sampai
menyentuh angka sekitar 70 gram. Diduga kuat kegagalan pengendalian output ini disebabkan oleh faktor bumbu yang menjadi masalah. Teramati
adanya caking di sekitar sistem auger. Walaupun caking sudah dihancurkan dan dibersihkan sebelumnya, caking kembali ditemukan saat
usaha mengatur posisi prefit berikutnya. Diduga caking terbentuk dengan cepat akibat karakteristik bumbu yang kohesif yang terpapar gaya tekan
mekanisme sistem penakaran. Caking di sekitar sistem auger yang cukup besar dan keras mampu menghalangi aliran bumbu masuk ke dalam inlet
auger. Selain faktor di atas, bumbu yang sulit mengalir dan teragitasi
dengan baik di dalam hopper filling unit juga memberi kontribusi terhadap gangguan proses penakaran. Bumbu membentuk tumpukan yang cukup
55 stabil di luar area yang kontak langsung dengan kerja agitator dan sistem
auger. Tumpukan bumbu yang tidak mengalir tersebut sebagian besar berada di bagian tepi hopper filling unit. Tumpukan tersebut terdeteksi
oleh sensor proximity seolah-olah masih cukup banyak bumbu di dalam hopper filling unit walaupun sebenarnya bagian tengah sudah hampir
habis. Bumbu yang hampir habis di bagian tengah ini menyebabkan mekanisme penakaran mengalami kegagalan untuk mendorong bumbu
pada jumlah dan kepadatan yang seharusnya. Penyebab kondisi yang dijelaskan di atas adalah bumbu yang
kohesif dan sulit mengalir sehingga mekanisme penakaran sistem auger tidak mampu menakar dengan baik atau mungkin juga terjadi pergeseran
posisi prefit dengan sendirinya akibat kerja prefit menekan bumbu. Saat dilakukan pengaturan prefit corong 1 dan 5, dipastikan bahwa prefit tidak
dapat bergeser dengan sendirinya sehingga menyebabkan penurunan output drastis tersebut dapat dipastikan merupakan pengaruh faktor
bumbu. Diketahui bahwa ketidaksesuaian karakteristik bumbu pada hari ke-
3 ini berada pada tahap produksi bumbu. Bahan baku garam yang digunakan sudah dipastikan oleh tim QC memiliki kriteria mutu yang baik
dan tidak bermasalah. Ternyata garam yang digunakan memiliki suhu yang masih relatif tinggi yaitu 50
o
C. Seharusnya garam yang digunakan sudah dikondisikan selama beberapa jam di ruang penyimpanan sehingga
suhunya mendekati suhu ruangan yaitu sekitar 20-25
o
C sesuai dengan prosedur. Akibat keterlambatan pengiriman garam oleh pemasok maka
garam yang baru diturunkan dari truk segera digunakan untuk produksi bumbu tanpa perlakuan apapun untuk menurunkan suhunya.
Selain parameter proses mixing suhu garam ternyata parameter proses aging juga tidak sesuai dengan prosedur. Prosedur proses aging
mewajibkan bumbu mengalami proses aging minimal 15 menit sebelum masuk ke dalam hopper feeder dengan asumsi suhu ruangan dan kondisi
proses sebelumnya terkendali dan tidak mengalami masalah. Pada pengamatan, ternyata bumbu yang baru saja selesai proses mixing
56 langsung dimasukkan ke dalam hopper feeder karena mengejar target
produksi yang telah terhambat serta pemenuhan kekosongan bumbu mesin-mesin pengemas di lantai 1. Tujuan proses aging yaitu
pengkristalan lemak nabati belum tercapai dengan baik karena tidak dilakukan aging, ditambah lagi dengan kondisi suhu bumbu pada kasus ini
yang relatif lebih tinggi dari keadaan normal akibat suhu garam yang tinggi.
Akibat dari penggunaan garam yang cukup panas ini tidak diketahui secara pasti interaksinya terhadap bahan baku lainnya. Walaupun
demikian suhu yang lebih tinggi tersebut berpengaruh besar terhadap kondisi lemak nabati seharusnya mengkristal kembali setelah tersebar
merata di dalam campuran bumbu. Suhu garam yang lebih tinggi dari normal menyebabkan suhu campuran bumbu juga lebih tinggi dari suhu
normal. Suhu yang lebih tinggi tersebut tentu akan mempengaruhi proses kristalisasi lemak nabati sehingga memerlukan waktu yang lebih lama
pada tahap aging untuk menurunkan suhu bumbu sekaligus pengkristalan lemak nabati. Sifat bumbu yang kohesif dan bermasalah pada proses
penakaran hari ke-3 ini disebabkan oleh lemak nabati yang belum mencapai pengkristalan yang mencukupi. Masalah aliran terjadi pada
bubuk kohesif apapun jenisnya, namun dapat lebih serius pada bubuk pangan karena umumnya terkait dengan adanya zat lengket sebagai
contoh, lemak atau keberadaan perilaku higroskopis, temperatur dan waktu konsolidasi Barbosa-Cánovas et al., 2005. Pada bubuk yang
mengandung lemak padat, peningkatan temperatur dapat menyebabkan lemak meleleh sehingga menyebabkan jembatan cairan liquid bridge
lengket yang berdampak pada pada peningkatan kohesi Fitzpatrick, 2005. Barbosa-Cánovas et al. 2005 juga menyatakan bahwa bubuk whole milk
lebih kohesif dibandingkan bubuk skim milk merupakan indikasi pengaruh keberadaan lemak terhadap tingkat kelengketan bubuk.
Dari kejadian pada hari ke-3 ini dapat dicatat beberapa penyebab buruknya proses penakaran. Faktor karakteristik bumbu merupakan faktor
yang berpengaruh besar terhadap proses penakaran mesin pengemas.
57 Karakteristik bumbu sendiri sangat dipengaruhi oleh kondisi proses
produksi bumbu sebelumnya yaitu pada tahap proses mixing dan aging. Dari segi bahan baku, suhu bahan baku yang digunakan secara tidak
langsung berdampak pada kondisi proses aging yang menyebabkan tujuan proses aging kristalisasi lemak nabati tidak tercapai dengan standar
parameter proses aging yang telah ditentukan. Pencapaian kristalisasi lemak nabati sangat berpengaruh terhadap tingkat kelengketan bumbu.
lemak nabati yang masih belum mengkristal fase cair memiliki masih memiliki interaksi antar-partikel yang kuat akibat gaya tegangan
permukaan. Dampak nyata dari gaya tersebut adalah kelengketan bumbu baik adhesi maupun kohesi partikel-partikel bumbu yang menyebabkan
bumbu sulit mengalir dan bertendensi besar caking pada hopper filling unit mesin pengemas.
Beberapa kondisi aktual dalam proses penakaran yang dapat dicatat dan disimpulkan selama pengamatan langsung kapabilitas proses
penakaran pada mesin U9 adalah sebagai berikut: 1.
Kapabilitas proses penakaran mesin masih rendah dan berfluktuasi. Kapabilitas proses sekaligus nilai R-bar terbaik yang dapat diperoleh
selama lima hari terjadi pada batch ke-3 dengan Cp sebesar 1,76 dan R-bar 0,957 gram. Kondisi tersebut tidak dapat diperoleh kembali
pada batch lainnya walaupun usaha pengendalian proses penakaran sudah diupayakan secara maksimal. Indeks kapabilitas proses
penakaran sebagian besar batch masih di bawah 1,00 yang berarti sebagian output berada di luar spesifikasi yang diharapkan dan proses
penakaran belum kapabel. Hanya 25 batch yang mampu mencapai indeks kapabilitas Cp proses penakaran di atas 1,00 dan hanya
12,5 batch yang memiliki nilai Cpk di atas 1,00. Terjadi perubahan kapabilitas proses penakaran antar-batch walaupun tidak dilakukan
perubahan parameter pulse dan posisi prefit. 2.
Faktor karakteristik bumbu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses penakaran. Kejadian pada hari ke-3
melumpuhkan seluruh mesin pengemas yang menggunakan bumbu
58 yang tidak sesuai dengan standar proses dalam produksinya. Bumbu
yang kohesif menyebabkan aliran bumbu menjadi buruk dan juga caking di sekitar sistem penakaran.
3. Tindakan penyesuaian posisi prefit mampu meningkatkan kinerja
proses penakaran. Pengaturan posisi prefit pada batch ke-1 dan ke-4 dapat memperbaiki kondisi proses penakaran sehingga pada batch
berikutnya memiliki R-bar yang lebih kecil dan kapabilitas proses yang lebih baik.
4. Terkadang tindakan penyesuaian posisi prefit tidak menghasilkan
kondisi yang lebih baik. Seperti proses pada batch ke-6 yang tidak
menjadi lebih baik walaupun telah dilakukan penyesuaian posisi prefit pada akhir batch ke-5.
5. Pengaturan parameter pulse terkadang tidak dapat dilakukan untuk
memperbaiki kondisi secara tuntas. Hal tersebut terjadi pada batch ke- 11 dengan nilai R-bar yang relatif besar. Jika dilakukan perubahan
pulse maka akan menimbulkan masalah baru yaitu underweight atau overweight pada corong yang lainnya.
6. Pengaturan parameter pulse terkadang tidak efektif karena terjadi
perubahan tren output dalam waktu yang singkat. Pengaturan pulse harus dilakukan berkali-kali pada akhir batch ke-10. Perubahan tren
output dalam waktu yang singkat menyebabkan pulse harus terus disesuaikan dan dipantau hasilnya agar tidak terjadi pelanggaran
spesifikasi. 7.
Posisi prefit dan derajat putaran tetap. Telah dipastikan pada hari ke-3
bahwa posisi prefit tidak mengalami pergeseran sehingga tidak menjadi faktor tren output dalam proses penakaran. Pengaturan derajat
putaran auger menggunakan nilai pulse untuk mengendalikan motor penggerak auger yang menggunakan sistem koordinat berputar pada
jumlah putaran yang sama setiap ketukan mesin.
4. Tren Output Proses Penakaran