Hopper Feeder Pengamatan Proses Produksi

74 mengakomodir tercapainya kristalisasi lemak yang baik di dalam campuran bumbu. Dari data ulangan, variasi laju penurunan suhu pada kantong tumpukan bumbu bagian tepi sebesar 22,33 mengindikasikan suhu ruangan produksi tempat berlangsungnya proses aging belum terkendali dengan baik. Kondisi demikian mempengaruhi proses kristalisasi lemak sesuai dengan penjelasan Metin dan Hartel 2005 dan Rye et al. 2005, yang mempengaruhi tingkat kristalisasi lemak yang secara nyata terhadap karakteristik fisik bumbu. Untuk memastikan kondisi kestabilan suhu ruang produksi dapat dilakukan pengukuran suhu ruangan lebih lanjut. Apabila suhu ruangan produksi tidak stabil maka perlu dilakukan upaya pengendalian agar tujuan proses aging yaitu kristalisasi lemak dapat tercapai dengan baik. Standar waktu proses biasanya mengasumsikan kondisi tertentu sehingga diperoleh durasi waktu tertentu yang dibutuhkan agar tujuan proses tercapai. Apabila suhu ruangan produksi tidak terkendali maka masih ada peluang tidak tercapainya kristalisasi lemak walaupun proses aging dilakukan sesuai dengan standar waktu proses. Variasi suhu bumbu antar-kantong akibat metode penumpukan juga sebaiknya dipertimbangkan mengingat laju penurunan suhu pada bagian tengah tumpukan relatif jauh lebih kecil daripada bagian pinggir tumpukan.

e. Hopper Feeder

Pengamatan menunjukkan bahwa aliran bumbu dalam hopper feeder membentuk pola aliran funnel flow yang dapat dilihat pada Gambar 28. Aliran vertikal bumbu menuju feeder cenderung hanya pada bumbu bagian tengah hopper saja. Bumbu pada bagian pinggir hopper cukup stabil sehingga tidak mengalir mengisi ruang bagian tengah yang mulai membentuk terowongan. Sebagian kecil bumbu pada bagian pinggir dapat jatuh ke rongga bagian tengah akibat getaran dari vibrator yang dipasang pada dinding luar hopper. Walaupun demikian jumlah bumbu yang jatuh ke bagian tengah tersebut tidak cukup banyak untuk mengisi rongga kosong yang terbentuk. 75 Gambar 28. Skema Pola Aliran Bumbu Aktual di Dalam Hopper Feeder Ada kalanya operator mesin pengemas atau pekerja yang bertanggung jawab mengisi hopper feeder tersebut harus mengetuk- ngetuk dinding hopper dengan cukup kuat agar bumbu pada bagian pinggir hopper tersebut jatuh ke rongga aliran bumbu yang kosong. Bahkan jika cara demikian tidak berhasil maka bagian atas hopper yang merupakan inlet sekaligus ayakan 8 mesh dibuka kemudian gundukan bumbu stabil tersebut gemburkan hingga terhambur memenuhi rongga kosong yang ada. Perilaku bumbu yang tidak mudah mengalir dan membentuk gundukan stabil tersebut mengindikasikan sifat bumbu yang kohesif selain faktor design hopper feeder yang tidak dapat mengakomodir aliran bumbu yang baik. Pada Gambar 28, gradasi warna merah adalah bumbu yang lebih dahulu masuk ke dalam hopper feeder dan gradasi kuning adalah bumbu yang lebih akhir memasuki hopper feeder. Perlu diingat bahwa proses aging masih terjadi di dalam hopper feeder apabila kristalisasi lemak nabati belum tecapai dengan baik di dalam tahap proses aging sebelumnya. Dengan pola aliran funnel flow maka bumbu yang dialirkan menuju hopper filling unit mesin pengemas berpeluang tidak 76 seluruhnya berasal dari kelompok bumbu yang mengalami durasi proses aging yang sama. Dengan demikian fenomena aliran bumbu di dalam hopper feeder dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi karakteristik fisik bumbu di dalam filling unit mesin pengemas yang tentunya berdampak terhadap inkonsistensi proses penakaran. Menurut Carson 2008, jika ketidakseragaman proses terjadi ketika bin digunakan sebagai wadah proses, hal tersebut adalah indikasi perlunya merubah pola aliran funnel flow menjadi mass flow. Gambar 29. Pengaruh Screw Feeder Terhadap Arus Aliran Sumber : Barbosa-Cánovas et al. 2005 Faktor penyebab terjadinya pola aliran funnel flow pada hopper feeder mesin pengemas selain karakteristik bumbu adalah faktor desain hopper dan desain screw feeder. Desain hopper aktual adalah bentuk pyramidal tergolong dalam kategori hopper yang cenderung menghasilkan pola aliran funnel flow. Secara umum bentuk pyramidal harus dihindari jika pola mass flow dibutuhkan Carson, 2008. Screw feeder konvensional tidak dapat mengakomodir pengeluaran bumbu secara merata di seluruh area outlet hopper sehingga aliran bumbu di 77 dalam hopper hanya pada bagian tertentu saja. Bentuk hopper dan desain feeder aktual sangat mendukung terjadinya pola aliran funnel flow. Keadaan yang sama seperti Gambar 28 dan Gambar 29 juga dijelaskan oleh Schulze 2008, screw sudah terisi pada bagian ujung belakang feeder sehingga tidak akan ada lagi bubuk yang mampu masuk di sepanjang bagian sisa screw. Karakteristik bumbu yang lengket dan tidak mudah mengalir memperburuk kondisi yang disebabkan oleh faktor desain. Ketidaksesuaian antara karakteristik produk dan desain hopper feeder adalah penyebab masalah aliran bumbu di dalam hopper feeder. Masalah aliran bumbu di dalam hopper feeder seperti penjabaran di atas berpeluang menimbulkan masalah bagi sistem penakaran di mesin pengemas. Gangguan suplai bumbu dari hopper feeder dapat mengakibatkan kekurangan bumbu di dalam filling unit mesin pengemas sehingga menyebabkan gangguan proses penakaran. Pola funnel flow juga dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik seperti caking pada bagian bumbu yang tidak teralirkan akibat paparan tekanan, fluktuasi suhu, dan peningkatan kadar air karena paparan kelembaban udara dalam waktu yang lama. Apabila suatu saat bumbu yang telah berubah karakteristik fisiknya tersebut teralirkan menuju filling unit maka akan timbul masalah proses penakaran pada mesin pengemas.

6. Kemudahan Mengalir Bumbu