79 menurut metode Hausner dan Carr menunjukkan
kategori “VERY POOR” yang masih jauh dari harapan.
Data pengukuran pada ulangan ke-3 menunjukkan penurunan nilai Hausner Ratio dan Carr Index setelah perlakuan aging 120 menit,
sedangkan dalam pengukuran ulangan lainnya menunjukkan hal sebaliknya. Penurunan kedua nilai tersebut merupakan indikasi kemudahan
mengalir bumbu flowability menjadi lebih baik. Namun secara keseluruhan hasil analisis menunjukkan bahwa setelah aging 120 menit
terjadi peningkatan nilai Hausner Ratio dari 1,48 menjadi 1,51 dan Carr Index dari 32,40 menjadi 33,80. Selain faktor variasi laju penurunan
suhu dan persebaran lemak nabati yang menyebabkan variasi tingkat kristalisasi yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, bumbu yang
kurang homogen dalam hal karakteristik fisik yaitu ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel di dalam kantong sampel juga dapat menjadi
salah satu faktor penyebab penyimpangan data. Sampel pada pengukuran setelah aging bukanlah sejumlah bumbu yang sama pada pengukuran
tanpa aging, melainkan bumbu dari kantong yang sama. Jika bumbu di dalam kantong sampel tersebut kurang homogen maka pada pengukuran
kedua yaitu setelah aging 120 menit tidak dapat menggambarkan perubahan yang representatif. Pengukuran duplo tidak dapat dilakukan
karena keterbatasan penyesuaian kebutuhan waktu pengukuran terhadap waktu siklus produksi bumbu.
7. Kemudahan Mengalir Bahan Baku
Menurut tim produksi, bumbu yang lengket disebabkan oleh faktor bahan baku yang kurang baik terutama garam yang kadar airnya tinggi.
Garam adalah komposisi bahan baku terbesar dalam formulasi bumbu sehingga memiliki peluang yang besar sebagai pengaruh utama terhadap
karakteristik kemudahan mengalir bumbu. Gula merupakan urutan kedua terbesar di dalam komposisi setelah garam. Gula juga memiliki ukuran
partikel yang relatif besar dan kasar. Seharusnya bahan baku produksi bumbu sudah memiliki kualitas mutu yang baik sebab telah dinyatakan
80 lolos uji oleh tim Quality Control yang melakukan pemeriksaan seluruh
bahan baku produksi saat proses penerimaan bahan baku dari pemasok. Tabel 8.
Kemudahan Mengalir Bahan Baku Garam
Ulangan Loose
Density gml
Tapped Density
gml Hausner
Ratio Carr
Index Karakteristik
Aliran
1 1,240
1,422 1,15
12,80 Good
2 1,232
1,439 1,17
14,40 Good
3 1,192
1,419 1,19
16,00 Fair
4 1,208
1,411 1,17
14,40 Good
Rata-rata 1,218
1,423 1,17
14,40 Good
Tabel 9. Kemudahan Mengalir Bahan Baku Gula
Ulangan Loose
Density gml
Tapped Density
gml Hausner
Ratio Carr
Index Karakteristik
Aliran
1 0,900
0,987 1,10
8,80 Excellent
2 0,892
0,987 1,11
9,60 Excellent
3 0,904
0,991 1,10
8,80 Excellent
4 0,868
0,986 1,14
12,00 Good
Rata-rata 0,891
0,988 1,11
9,80 Excellent
Pengukuran kemudahan mengalir dilakukan pada batch bahan baku yang digunakan untuk produksi bumbu yang dijadikan sampel kemudahan
mengalir bumbu yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Hasil analisis menunjukkan kemudahan mengalir garam dan gula bukanlah
faktor utama yang menentukan kemudahan mengalir bumbu. Hasil analisis kemudahan mengalir bahan baku garam dapat dilihat pada Tabel 8 dan
gula pada Tabel 9. Walaupun demikian bukan berarti karakteristik fisik garam dan gula tidak memiliki pengaruh terhadap karakteristik fisik
bumbu mengingat hubungan kompleks faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya yang telah banyak dijelaskan oleh Levy dan Kalman
2001 dan Peleg 1977. Dengan fakta ini, dapat diduga kuat bahwa bahan baku yang berpengaruh besar terhadap kemudahan mengalir bumbu adalah
lemak nabati dalam hal distribusinya dan pencapain tingkat kristalisasi di
81 dalam campuran bumbu. Lemak nabati yang distribusinya tidak merata
dan masih dalam fase cair menyebabkan masalah di dalam proses penakaran karena karakteristik bumbu yang kohesif.
C. ANALISIS LANGKAH PERBAIKAN
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, permasalahan inkonsistensi proses penakaran pada mesin pengemas terutama
disebabkan oleh faktor karakteristik fisik bumbu yang kurang sesuai dengan kapabilitas sistem penakaran. Untuk memiliki operasi yang dapat diandalkan,
karakteristik fisik bahan sangat penting untuk diketahui dan screw yang menangani di dalam kapabilitasnya Bates, 2008. Karakteristik bumbu yang
kohesif telah teridentifikasi sebelumnya memiliki kontribusi yang besar terhadap inkonsistensi proses penakaran akibat terjadinya gangguan aliran
bumbu pada sistem penakaran mesin pengemas. Karakteristik kohesif terutama disebabkan oleh persebaran dan kristalisasi lemak nabati yang
belum optimal. Berdasarkan hasil identifikasi masalah, Gambar 30 dapat membantu menjelaskan hubungan masalah dan faktor-faktor pendukungnya
pada setiap tahap proses produksi. Hubungan faktor suhu dan RH ruang produksi terhadap proses
produksi tidak dilakukan secara mendalam. Faktor suhu dan ruang RH produksi yang tidak terkendali dapat mempengaruhi kondisi proses produksi
dan karakteristik bumbu seperti yang dikemukakan oleh Peleg 1983. Mengingat sebagian besar penyusun bumbu bersifat higroskopis, RH ruang
produksi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar air pada bumbu. Walaupun demikian menurut Fitzpatrick 2005, diperlukan periode
waktu yang sangat panjang agar uap air dapat menyerap ke dalam gundukan bumbu. Selain faktor suhu dan RH ruang produksi, kondisi setiap bahan baku
terutama dalam hal suhu, kadar air, ukuran partikel, dan distribusi ukuran partikel memiliki peluang yang besar mempengaruhi proses produksi dan
karakteristik bumbu. Oleh sebab itu tim Quality Control memiliki peran yang penting untuk menjaga dan memastikan bahan baku yang digunakan oleh tim
produksi dalam kualitas yang baik dan tentunya konsisten.