77 dalam hopper hanya pada bagian tertentu saja. Bentuk hopper dan
desain feeder aktual sangat mendukung terjadinya pola aliran funnel flow. Keadaan yang sama seperti Gambar 28 dan Gambar 29 juga
dijelaskan oleh Schulze 2008, screw sudah terisi pada bagian ujung belakang feeder sehingga tidak akan ada lagi bubuk yang mampu
masuk di sepanjang bagian sisa screw. Karakteristik bumbu yang lengket dan tidak mudah mengalir memperburuk kondisi yang
disebabkan oleh faktor desain. Ketidaksesuaian antara karakteristik produk dan desain hopper feeder adalah penyebab masalah aliran
bumbu di dalam hopper feeder. Masalah aliran bumbu di dalam hopper feeder seperti
penjabaran di atas berpeluang menimbulkan masalah bagi sistem penakaran di mesin pengemas. Gangguan suplai bumbu dari hopper
feeder dapat mengakibatkan kekurangan bumbu di dalam filling unit mesin pengemas sehingga menyebabkan gangguan proses penakaran.
Pola funnel flow juga dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik seperti caking pada bagian bumbu yang tidak teralirkan akibat paparan
tekanan, fluktuasi suhu, dan peningkatan kadar air karena paparan kelembaban udara dalam waktu yang lama. Apabila suatu saat bumbu
yang telah berubah karakteristik fisiknya tersebut teralirkan menuju filling unit maka akan timbul masalah proses penakaran pada mesin
pengemas.
6. Kemudahan Mengalir Bumbu
Analisis karakteristik fisik bumbu dengan metode Hausner dan Carr menggunakan sampel dengan pengkondisian bumbu mendekati
kondisi aktual proses aging dalam kegiatan produksi. Telah diketahui berdasarkan pengamatan sebelumnya bahwa suhu bumbu pada kantong
bagian tengah tumpukan relatif lebih tinggi dibandingkan kantong bagian pinggir tumpukan. Pada suhu yang lebih tinggi tersebut diperkirakan
kecukupan kristalisasi lemak nabati relatif lebih rendah dibandingkan bumbu yang bersuhu lebih rendah. Dari kantong bumbu yang berada pada
bagian tengah tumpukan kantong bumbu tersebut segera diambil sejumlah
78 sampel untuk pengukuran sesaat setelah bumbu keluar dari mixer. Sampel
tidak dimasukkan kembali ke dalam kantong asalnya agar tidak mengganggu kondisi proses aging yang sedang berlangsung. Setelah aging
selama 120 menit, dari kantong yang sama kembali diambil sejumlah bumbu untuk pengukuran loose density dan tapped density.
Tabel 6. Kemudahan Mengalir Bumbu Tanpa Perlakuan Aging
Ulangan Aging
Menit Loose
Density gml
Tapped Density
gml Hausner
Ratio Carr
Index Karakteristik
Aliran
1 0,860
1,208 1,40
28,80 Poor
2 0,824
1,212 1,47
32,00 Very Poor
3 0,840
1,280 1,52
34,40 Very Poor
4 0,800
1,220 1,52
34,40 Very Poor
Rata-rata 0,831
1,230 1,48
32,40 Very Poor
Tabel 7. Kemudahan Mengalir Bumbu Setelah Aging 120 Menit
Ulangan Aging
Menit Loose
Density gml
Tapped Density
gml Hausner
Ratio Carr
Index Karakteristik
Aliran
1 120
0,828 1,262
1,52 34,40
Very Poor 2
120 0,836
1,290 1,54
35,20 Very Poor
3 120
0,880 1,264
1,44 30,40
Poor 4
120 0,856
1,321 1,54
35,20 Very Poor
Rata-rata 0,850
1,284 1,51
33,80 Very Poor
Secara garis besar aging meningkatkan loose density dari 0,831gml menjadi 0,850gml dan tapped density dari 1,230gml menjadi
1,284gml. Meningkatnya kedua parameter tersebut mengindikasikan pergerakan bumbu mengisi ruang di antara partikel-partikel menjadi lebih
baik. Berarti interaksi antar-partikel bumbu berkurang setelah aging 120 menit dibandingkan tanpa aging. Penurunan gaya interaksi antar-partikel
tersebut disebabkan oleh lebih banyak lemak nabati cari yang sudah mengkristal. Perlakuan waktu aging 120 menit jauh lebih lama
dibandingkan parameter waktu aging standar perusahan yaitu minimal 15 menit. Walaupun demikian hasil karakterisasi kemudahan mengalir bumbu
79 menurut metode Hausner dan Carr menunjukkan
kategori “VERY POOR” yang masih jauh dari harapan.
Data pengukuran pada ulangan ke-3 menunjukkan penurunan nilai Hausner Ratio dan Carr Index setelah perlakuan aging 120 menit,
sedangkan dalam pengukuran ulangan lainnya menunjukkan hal sebaliknya. Penurunan kedua nilai tersebut merupakan indikasi kemudahan
mengalir bumbu flowability menjadi lebih baik. Namun secara keseluruhan hasil analisis menunjukkan bahwa setelah aging 120 menit
terjadi peningkatan nilai Hausner Ratio dari 1,48 menjadi 1,51 dan Carr Index dari 32,40 menjadi 33,80. Selain faktor variasi laju penurunan
suhu dan persebaran lemak nabati yang menyebabkan variasi tingkat kristalisasi yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, bumbu yang
kurang homogen dalam hal karakteristik fisik yaitu ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel di dalam kantong sampel juga dapat menjadi
salah satu faktor penyebab penyimpangan data. Sampel pada pengukuran setelah aging bukanlah sejumlah bumbu yang sama pada pengukuran
tanpa aging, melainkan bumbu dari kantong yang sama. Jika bumbu di dalam kantong sampel tersebut kurang homogen maka pada pengukuran
kedua yaitu setelah aging 120 menit tidak dapat menggambarkan perubahan yang representatif. Pengukuran duplo tidak dapat dilakukan
karena keterbatasan penyesuaian kebutuhan waktu pengukuran terhadap waktu siklus produksi bumbu.
7. Kemudahan Mengalir Bahan Baku