26 makro lemak padat dapat dilihat pada Gambar 12. Sifat fisik dari fase padat
komponen berantai panjang dipengaruhi oleh struktur kristal, oleh karena itu teknologi untuk membuat fase padat yang sesuai dengan yang diharapkan
memiliki peranan yang penting di dalam industri Kaneko, 2001. Parameter yang mempengaruhi kristalisasi lemak diantaranya adalah komposisi kimia,
perbedaan suhu di bawah titik leleh, laju penurunan suhu, pengadukan, kemurnian, dan skala operasi Metin dan Hartel, 2005.
H. DESAIN PERALATAN
Desain peralatan seperti silo, hopper dan bin biasanya bukanlah tujuan utama dalam melakukan desain pabrik karena mereka tidak banyak
berkontribusi dalam proses yang bernilai tambah Schulze, 2008. Walaupun demikian desain yang tidak sesuai dapat menyebabkan masalah aliran bahan
yang berdampak terhadap kualitas produk dan gangguan proses produksi. Indikasi umum terjadinya masalah aliran bahan adalah teramatinya bekas
pemukulan pada dinding hopper seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Bekas Pemukulan Mengindikasikan Masalah Aliran Bahan
Sumber: Schulze 2008
Desain hopper dan feeder yang kurang baik menyebabkan pengeluaran bubuk yang tidak seragam seperti yang terjadi pada pola aliran
funnel flow. Masalah-masalah aliran dapat terjadi akibat faktor peralatan seperti desain hopper dan feeder dan juga faktor karakteristik seperti friksi
27 terhadap peralatan dan kelengketan dari material Schulze, 2008. Pertama-
tama perlu diketahui karakteristik material untuk melakukan kegiatan desain silo, hopper, dan bin. Industri yang menangani material bubuk curah secara
rutin mengalami downtime yang tidak terjadwal, sebagian besar disebabkan oleh kegagalan proses akibat kondisi mampet hang-up dan terhentinya
aliran stagnant flow karena oleh sifat aliran kohesif dan desain peralatan yang tidak sesuai Johanson, 2005.
Menurut Barbosa-Cánovas et al. 2005, berdasarkan sudut pandang pola aliran terdapat tiga macam bentuk dasar yang dapat terjadi di dalam
hopper yang simetris ukurannya yaitu mass flow, funnel flow, dan expanded flow. Masing-masing pola aliran dapat dilihat pada Gambar 14. Pola aliran
yang terbentuk dalam hopper dipengaruhi oleh faktor desain hopper dan feeder yang menjadi sebuah kesatuan.
Gambar 14. Skema Pola Aliran di Dalam Hopper
Sumber: Barbosa-Cánovas et al. 2005
28 Pada pola aliran mass flow, hopper cukup curam dan halus untuk
menyebabkan terjadi aliran dari semua partikel tanpa daerah stagnan atau stabil selama pengeluaran bahan. Semua partikel pada semua titik bergerak di
dalam hopper saat terjadi pengeluaran material dari outlet. Pola mass flow dapat menjamin terjadinya pengeluaran seluruh isi bin dengan laju aliran
yang seragam, pola urutan “first-in, first-out” FIFO, dan meminimalkan terjadinya segregasi. Pola mass flow secara umum dianjurkan untuk bahan
yang kohesif, berubah seiring waktu, bubuk berukuran partikel kecil, dan bubuk yang tidak boleh mengalami segregasi.
Pola aliran funnel flow terjadi ketika hopper tidak cukup curam atau halus untuk menyebabkan bumbu mengalir di sepanjang dinding hopper. Pola
ini juga terjadi jika outlet tidak cukup efektif mengeluarkan bahan dari dalam hopper. Pada funnel flow bahan mengalir hanya pada daerah tertentu dan
sebagian daerah lainnya tidak bergerak. Pola aliran ini cocok untuk material dengan ukuran partikel yang besar dan bersifat mudah mengalir. Pola urutan
pengeluaran material yaitu “first-in last-out” tidak cocok untuk material yang
berukuran partikel kecil dan mengalami perubahan seiring waktu. Peluang masalah aliran seperti mampet dan terjadi segregasi terhadap material yang
dikeluarkan lebih besar pada pola aliran funnel flow dibandingkan mass flow. Pola aliran expanded flow terjadi akibat penggabungan bagian hopper
mass flow dan funnel flow. Pada bagian atas hopper terjadi pola funnel flow sementara pada bagian bawah terjadi pola mass flow. Pola aliran ini
dianjurkan untuk penyimpanan material yang tidak berdegradasi dalam jumlah yang besar beberapa ton. Pola aliran seperti ini dilakukan untuk
mempertimbangkan ketinggian hopper sehingga kekuatan dinding hopper cukup kuat menahan beban yang besar.
Berdasarkan bentuknya, sebagian besar hopper dapat digolongkan dalam bentuk conical atau planar. Hopper bentuk pyramidal dimasukkan ke
dalam golongan conical berdasarkan sudut pandang alirannya Marinelli, 2005. Bentuk planar lebih mampu mengakomodasi material pada rentang
karakteristik flowability yang lebih lebar dibandingkan bentuk conical. Acuan pertimbangan desain hopper antara bentuk conical dan wedge dapat dilihat
29 pada Gambar 15. Semakin kohesif material dan semakin besar gaya gesek
yang terjadi antara material dan dinding hopper maka nilai φ
w
semakin besar. Nilai
φ
w
hanya dapat ditentukan melalui shear test dan tidak ada cara lain yang dapat menyajikan informasi tersebut Carson, 2008. Beberapa macam
bentuk hopper dapat dilihat pada Gambar 16. Bentuk pyramidal e sering ditemukan di industri tidak direkomendasikan karena material harus melewati
himpitan dinding hopper sehingga gesekan terjadi pada kedua sisi Schwedes, 2001.
Gambar 15. Grafik Acuan Desain Bentuk Hopper
Sumber: Carson 2008
Gambar 16. Beberapa Desain Bentuk Hopper. a conical b wedge
c transition d chisel e pyramidal f transition
Sumber: Schwedes 2001
30 Desain juga feeder perlu menunjang terjadinya pola aliran pola aliran
mass flow walaupun hopper telah didesain dengan baik. Jika feeder tidak mendukung maka pola aliran akan tetap dalam pola funnel flow. Menurut
Schulze 2008, terdapat dua aturan utama mengenai feeder agar hopper dapat menghasilkan mass flow yaitu:
1. Segala macam lempengan yang kurang curam sehingga dapat
menyebabkan timbul daerah stagnan harus dihindari. 2.
Feeder harus mampu mengeluarkan material dari seluruh bagian bukaan outlet.
31
IV. METODOLOGI