Tren Output Proses Penakaran

58 yang tidak sesuai dengan standar proses dalam produksinya. Bumbu yang kohesif menyebabkan aliran bumbu menjadi buruk dan juga caking di sekitar sistem penakaran. 3. Tindakan penyesuaian posisi prefit mampu meningkatkan kinerja proses penakaran. Pengaturan posisi prefit pada batch ke-1 dan ke-4 dapat memperbaiki kondisi proses penakaran sehingga pada batch berikutnya memiliki R-bar yang lebih kecil dan kapabilitas proses yang lebih baik. 4. Terkadang tindakan penyesuaian posisi prefit tidak menghasilkan kondisi yang lebih baik. Seperti proses pada batch ke-6 yang tidak menjadi lebih baik walaupun telah dilakukan penyesuaian posisi prefit pada akhir batch ke-5. 5. Pengaturan parameter pulse terkadang tidak dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi secara tuntas. Hal tersebut terjadi pada batch ke- 11 dengan nilai R-bar yang relatif besar. Jika dilakukan perubahan pulse maka akan menimbulkan masalah baru yaitu underweight atau overweight pada corong yang lainnya. 6. Pengaturan parameter pulse terkadang tidak efektif karena terjadi perubahan tren output dalam waktu yang singkat. Pengaturan pulse harus dilakukan berkali-kali pada akhir batch ke-10. Perubahan tren output dalam waktu yang singkat menyebabkan pulse harus terus disesuaikan dan dipantau hasilnya agar tidak terjadi pelanggaran spesifikasi. 7. Posisi prefit dan derajat putaran tetap. Telah dipastikan pada hari ke-3 bahwa posisi prefit tidak mengalami pergeseran sehingga tidak menjadi faktor tren output dalam proses penakaran. Pengaturan derajat putaran auger menggunakan nilai pulse untuk mengendalikan motor penggerak auger yang menggunakan sistem koordinat berputar pada jumlah putaran yang sama setiap ketukan mesin.

4. Tren Output Proses Penakaran

Data penimbangan output yang digunakan untuk analisis kapabilitas proses penakaran mesin U9 juga dapat digunakan untuk 59 melihat adanya kecenderungan output proses penakaran masing-masing corong yang merupakan fungsi waktu. Nilai a dari persamaan regresi linier y=ax+b grafik tren corong menandakan arah dan besar pergerakan tren output corong tersebut. Nilai positif berarti tren output menaik sedangkan nilai negatif berarti menurun. Besarnya nilai a menunjukkan besarnya kemiringan garis tren. Semakin besar nilai a semakin curam kemiringan yang dapat diartikan semakin besar selisih perubahan nilai output. Karena setiap 15 menit dilakukan pengukuran output, nilai a dapat diartikan sebagai kisaran perubahan output peningkatan atau penurunan rata-rata sebesar a gram setiap 15 menit mesin beroperasi. Tabel 4. Nilai R 2 Regresi Linier Setiap Corong Mesin U9 Hari Batch Nilai R 2 Regresi Linier Corong 1 2 3 4 5 6 1 1 0,0178 0,6405 0,0027 0,3045 0,0209 0,2381 2 0,0499 0,1167 0,1633 0,4304 0,0081 0,2829 3 0,0426 0,0500 0,3781 0,0847 0,4076 0,0279 2 4 0,1923 0,0387 0,1535 0,0819 0,0804 0,0409 5 0,8959 0,0004 0,0083 0,0863 0,0376 0,6842 6 0,5220 0,0472 0,3888 0,6192 0,0933 0,8507 3 7 - - - - - - 8 - - - - - - 9 - - - - - - 4 10 0,9383 0,9800 0,9586 0,9912 0,8679 0,9521 11 0,2495 0,1800 0,0514 0,0626 0,5354 0,1929 12 0,0640 0,7215 0,6940 0,6497 0,7732 0,0739 13 0,1226 0,3186 0,4988 0,4379 0,1702 0,2822 5 14 0,7592 0,5739 0,7729 0,7402 0,7628 0,7885 15 0,1424 0,1052 0,2251 0,1415 0,1925 0,0397 16 0,1771 0,1984 0,3836 0,0336 0,3831 0,0058 Walaupun demikian nilai R 2 persamaan regeresi tersebut harus cukup besar yaitu mendekati angka 1,00 biasanya bila mencapai 0,95 dapat diterima sebagai bukti bahwa terdapat hubungan yang kuat bahwa nilai y merupakan fungsi dari x pada persamaan regresi linier yang dihasilkan tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 4, diketahui bahwa sebagian besar nilai R 2 dari persamaan regresi belum cukup besar sehingga 60 tidak menunjukkan adanya hubungan yang kuat bahwa perubahan kecenderungan output proses penakaran merupakan fungsi waktu. Dengan kata lain fluktuasi yang terjadi tidak memiliki kecenderungan tertentu dan tidak dapat diprediksi. Keterangan: : Tindakan penyesuaian yang idealnya menaikkan nilai data populasi : Tindakan penyesuaian yang idealnya menurunkan nilai data populasi Gambar 24. Diagram Batang Statistik Dasar Populasi Output Eksplorasi data lebih lanjut untuk melihat kecenderungan output dari populasi data setiap batch menggunakan statistik dasar yaitu acuan nilai rata-rata MEAN, nilai tengah MEDIAN, nilai yang paling sering muncul MODUS, nilai terbesar MAX, dan nilai terkecil MIN. Proyeksi nilai tersebut dalam diagram batang dapat membantu memberi gambaran bagaimana perubahan kondisi output antar-batch. Diagram batang dapat dilihat pada Gambar 24. Pada batch ke-2 teridentifikasi penurunan nilai MODUS walaupun sebelumnya telah dilakukan tindakan penyesuaian yang seharusnya meningkatkan nilai MODUS seperti yang terjadi pada nilai MEAN dan MEDIAN populasi data tersebut. Pada batch 88 90 92 94 96 98 100 102 MEAN MEDIAN MODUS MAX MIN 1 2 3 Batch: Hari ke-1 MEAN MEDIAN MODUS MAX MIN 4 5 6 Batch: Hari ke-2 88 90 92 94 96 98 100 102 MEAN MEDIAN MODUS MAX MIN 10 11 12 13 Batch: Hari ke-4 MEAN MEDIAN MODUS MAX MIN 14 15 16 Batch: Hari ke-5 61 ke-5 nilai MEAN, MEDIAN, MODUS, dan MIN berada pada kisaran spesifikasi produk setelah dilakukan tindakan penyesuaian walaupun terjadi pelanggaran nilai MAX. Pada batch ke-6 kembali teridentifikasi peningkatan nilai MAX dan juga penurunan nilai MIN kembali melewati batas bawah spesifikasi produk walaupun tindakan penyesuaian berhasil menahan nilai MEAN, MEDIAN, dan MODUS di dalam kisaran spesifikasi produk. Pada hari ke-4 hanya dilakukan penyesuaian parameter pulse pada batch ke-11 dan terlihat fluktuasi proses penakaran yang tidak memiliki pola tertentu. Satu-satunya diagram batang yang menunjukkan tren tertentu adalah pada pengamatan hari ke-5. Diagram batang tersebut tidak mengikutsertakan data pencilan yang tercatat pada batch ke-15. Data dapat dilihat pada Lampiran 25. Data pencilan tersebut disebabkan oleh kesalahan deteksi sensor proximity karena keberadaan bumbu di tepi hopper filling unit. Masalah segera teratasi setelah operator menggedor hopper filling unit beberapa kali sehingga menyebabkan bumbu yang berada di tepi tersebut jatuh dan bergabung kembali bersama bumbu lainnya yang terus teraduk oleh agitator. Caking tidak selalu berarti terbentuk gumpalan yang keras, melainkan dapat berupa agregat lembut yang dapat hancur dengan mudah Barbosa-Cánovas et al., 2005. Kemungkinan besar bumbu yang berada pada bagian tepi tersebut telah mengalami proses pembentukan jembatan padatan lemak nabati yang mengkristal yang telah dijelaskan mekanismenya oleh Fitzpatrick 2005. Pada hari tersebut terjadi penghentian seluruh kegiatan produksi yang terjadwal sekitar 75 menit. Saat kegiatan produksi dihentikan, kemungkinan terdapat bumbu yang mengalami proses kristalisasi lebih lanjut di dalam hopper filling unit akibat mengalami penurunan suhu dan memiliki cukup waktu membentuk struktur fisik jembatan padatan lemak yang hubungannya telah dijelaskan sebelumnya oleh Rye et al. 2005. Oleh sebab itu terbentuklah kumpulan sejumlah bumbu pada bagian tepi hopper filling unit yang cukup stabil dan kemudian terakumulasi dengan 62 partikel bumbu lain yang hampir mengkristal. Pada akhirnya agregat tersebut kolaps setelah mendapatkan gebrakan dari operator. Berdasarkan diagram batang pada hari ke-5 terlihat ada tren peningkatan nilai output seiring dengan urutan batch. Proses aging tetap berlangsung selama penghentian kegiatan produksi. Proses aging bertujuan untuk menurunkan suhu bumbu sekaligus pencapaian kristalisasi lemak nabati yang merupakan salah satu komponen penyusun bumbu. Penghentian kegiatan produksi memberikan lebih banyak waktu kepada stok bumbu untuk mengalami proses aging sehingga lemak di dalam campuran bumbu pada hari tersebut dapat mencapai tingkat kristalisasi yang lebih baik. Keberadaan cairan, biasanya air atau lemak cair, memberi kontribusi yang besar terhadap kohesi Fitzpatrick, 2005. Dengan demikian tingkat kohesi bumbu yang relatif lebih rendah akibat durasi proses aging yang lebih lama dapat menjelaskan terjadinya tren peningkatan massa proses penakaran yang terjadi pada hari ke-5. Berdasarkan proyeksi statistik dasar yang diperoleh selama pengamatan Gambar 24, belum cukup bukti untuk menunjukkan bahwa terdapat masalah yang terletak pada sistem penakaran mesin pengemas sehingga menyebabkan terjadinya inkonsistensi proses penakaran. Walaupun demikian dari sebagian besar data tersebut memperlihatkan fluktuasi output tanpa adanya tren tertentu yang merupakan fungsi waktu. Kondisi demikian lebih cenderung memperlihatkan adanya masalah pada faktor bumbu daripada masalah pada sistem penakaran mesin pengemas. Dengan demikian dapat diduga bahwa faktor bumbu yang bermasalah merupakan penyebab terjadinya inkonsistensi proses penakaran pada mesin pengemas. Dapat diperkirakan bahwa fluktuasi output pada hari ke-1, ke-2, dan ke-4 kemungkinan besar disebabkan oleh fluktuasi aliran bumbu di dalam sistem penakaran, terutama akibat fluktuasi karakteristik bumbu yaitu tingkat kelengketan cohesiveness. Bubuk kohesif biasanya menunjukkan masalah aliran Barbosa-Cánovas et al., 2005. Mengingat adanya gaya tekan dari prefit, semakin besar paparan gaya tekan terhadap 63 material akan menghasilkan tingkat kekompakan material yang semakin besar sehingga akan menjadi bongkahan padat apabila mencapai nilai kritisnya Johanson, 2005. Bumbu yang lebih kohesif cenderung lebih tidak mudah mengalir ke dalam inlet auger dibandingkan bumbu yang kurang kohesif, sehingga secara nyata terjadi penurunan nilai output pada proses penakaran. Tindakan perbaikan yaitu menurunkan posisi prefit dari posisi sebelumnya menimbulkan gaya tekan terhadap bumbu menjadi lebih besar yang bertujuan untuk memperbaiki aliran bumbu. Apabila gaya tekan mencapai nilai kritis dari bumbu maka tindakan tersebut malah memperburuk kondisi proses penakaran dengan peningkatan peluang terjadinya caking di sekitar inlet auger, terlebih pada bumbu yang kohesif. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa inkonsistensi proses penakaran pada mesin U9 berupa fluktuasi output tidak dapat diprediksi. Fluktuasi tetap terjadi walaupun telah dilakukan usaha pengendalian melalui tindakan penyesuaian posisi prefit atau penyesuaian parameter pulse. Kembali mengingat prinsip kerja sistem auger dalam penakaran, pada kondisi posisi prefit tekanan dan pulse volume yang tetap idealnya tidak terjadi fluktuasi output yang signifikan jika aliran dan jumlah bumbu yang mengisi ruang pitch auger relatif tetap. Fluktuasi karakteristik fisik bumbu terutama tingkat kelengketan bumbu cohesiveness menyebabkan terjadinya fluktuasi output proses penakaran akibat fluktuasi karakteristik kemudahan mengalir flowability atau aliran bumbu yang buruk di dalam sistem penakaran. Kasus terburuk adalah terjadi gangguan aliran bumbu akibat terbentuknya caking di sekitar sistem penakaran akibat paparan gaya tekan prefit yang melebihi nilai kritis dan didukung oleh karakteristik fisik bumbu yang kohesif. Apabila tingkat kelengketan cohesiveness bumbu dapat dikurangi dan ditekan variasinya antar-batch maka penyebab masalah terbesar dari inkonsistensi proses penakaran dapat diatasi.

5. Pengamatan Proses Produksi