29 Nilai rekapitulasi sidik ragam pada karakter luas area daun total dan kerapatan
trikoma ditampilkan pada Tabel 3.5. Nilai heritabilitas karakter kerapatan trikoma sebesar 21.69. Nilai heritabilitas untuk karakter luas area daun total adalah
20.89. Berdasarkan klasifikasi Zen dan Bahar 1996, maka nilai heritabilitas kedua karakter termasuk kategori sedang. Hal ini berarti, kedua karakter ini dapat
diturunkan, namun sedikit dipengaruhi lingkungan. Pendugaan ragam genetik σ
2 g
, ragam fenotipe
σ
2 p
, ragam lingkungannya σ
2 e
, serta nilai heritabilitas ditampilkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Rekapitulasi sidik ragam, ragam genetik, ragam fenotipe, ragam galat, serta nilai heritabilitas pada karakter luas area daun total dan kerapatan
trikoma tanaman handeuleum
Rekapitulasi komponen sidik ragam No
Sumber keragaman KT Luas area
daun total KT Kerapatan
trikoma
0.038 mm
2
1 Ulangan 46286.176
58.500 2 Aksesi
138910.867 23.955
3 Galat 90898.128
15.417 Komponen Pendugaan Parameter Genetik
No Parameter genetik
Luas area daun total Kerapatan trikoma
0.038 mm
2
1 Ragam genetik
σ
2 g
24006.367 4.269
2 Ragam fenotipe
σ
2 p
114904.498 19.686
3 Ragam galat
σ
2 e
90898.128 15.417
4 Nilai heritabilitas
20.893
S
21.687
S
Keterangan : S = sedang; nilai ragam genetik, ragam fenotipe, dan ragam lingkungan diduga berdasarkan sidik ragam Tabel 3.2.
3.6.2 Kandungan Fitokimia
Berdasarkan hasil analisis kualitatif, terdapat perbedaan pola perubahan pada masing-masing jenis metabolit sekunder yang terkandung dalam daun tanaman
handeuleum Tabel 3.6. Schoonhoven et al. 1998 dan Schoonhoven et al. 2005 menyatakan bahwa umumnya akan terjadi peningkatan kandungan metabolit
sekunder setelah tanaman terserang hama. Hasil analisis menunjukkan 13 aksesi handeuleum mengandung alkaloid, tanin, steroid, dan glikosida terdeteksi kuat, yang
berarti keempat senyawa tersebut terkandung dalam konsentrasi tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Khumaida et al. 2008. Konsentrasi
flavonoid dan triterpenoid pada 13 aksesi terdeteksi lemah sampai kuat, sedangkan kandungan saponin bervariasi. Diantara 13 aksesi handeuleum, kandungan saponin
30 aksesi 12 lebih rendah dibandingkan aksesi lainnya. Perbandingan kandungan
metabolit sekunder sebelum dan setelah tanaman terserang larva D. bisaltide ditampilkan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Kandungan metabolit sekunder daun tanaman handeuleum sebelum dan setelah terserang larva D. bisaltide
Aksesi status
serangan Metabolit Sekunder
Alkaloid Tanin Saponin Tri
terpenoid Steroid Flavonoid Glikosida
1 Sebelum 4 4
3 1
3 3
4 Setelah 4 4 4
1 - 2
4 2 Sebelum 4
4 3
1 4
3 4
Setelah 4 4 4 1 1 1
4 3 Sebelum 4
4 4
2 3
3 4
Setelah 4 4 4 2 1 1
4 4 Sebelum 4
4 3
1 4
2 4
Setelah 4 4 3 1 3 1
4 5 Sebelum 4
4 3
2 3
2 4
Setelah 4 4 4 3 1 1
4 6 Sebelum 4
4 3
2 3
2 4
Setelah 4 4 4 2 1 1
4 7 Sebelum 4
4 4
2 3
2 4
Setelah 4 4 4 1 3 1
4 8 Sebelum 4
4 4
2 3
3 4
Setelah 4 4 4 1 3 2
4 9 Sebelum 3
4 4
2 3
2 4
Setelah 3 4 4 2 2 1
3 10 Sebelum 3
4 4
1 4
2 4
Setelah 4 4 4 1 3 2
3 11 Sebelum 3
4 4
2 3
1 4
Setelah 3 4 4 1 3 2
4 12 Sebelum 4
4 2
1 4
2 4
Setelah 4 4 4 1 1 1
3 13 Sebelum 4
4 3
1 1
1 4
Setelah 4 4 4 3 1 1
3
Keterangan: 4 = terdeteksi kuat sekali, 3 = terdeteksi kuat, 2 = terdeteksi lemah, 1 = terdeteksi sangat lemah, - = tidak terdeteksi
Terdapat beberapa strategi tanaman dalam memproduksi metabolit sekunder. Berdasarkan sistem produksi oleh tanaman, terdapat senyawa yang diproduksi secara
konstitutif dan inducible. Suatu senyawa termasuk dalam kelompok konstitutif apabila senyawa tersebut diproduksi tanaman secara terus menerus, tanpa bergantung
31 pada ada atau tidaknya stres lingkungan. Senyawa golongan inducible adalah
senyawa yang diproduksi atau berhenti diproduksi bila tanaman mengalami stres lingkungan.
Dalam proses pelepasannya, senyawa dibagi menjadi dua kelompok, yakni senyawa yang dilepas secara konstitutif dan inducible. Senyawa yang dilepas secara
konstitutif adalah senyawa yang selalu dikeluarkan tanaman baik ada atau tidaknya stres lingkungan, sedangkan senyawa yang dilepas secara inducible adalah kelompok
senyawa yang dilepaskan ke lingkungan hanya pada kondisi tertentu. Senyawa yang dilepas secara konstitutif adalah senyawa yang diproduksi secara konstitutif,
sedangkan senyawa yang dilepas secara inducible dapat merupakan senyawa yang diproduksi secara konstitutif maupun inducible. Pada penelitian ini, kandungan
fitokimia digolongkan berdasarkan proses produksi, bukan regulasi pelepasannya. Hasil analisa kandungan sampel daun handeuleum setelah terserang larva D.
bisaltide menunjukkan konsentrasi alkaloid, tanin, dan glikosida cenderung tidak
mengalami perubahan. Panda dan Kush 1995 menyatakan bahwa alkaloid umumnya diproduksi, kemudian dialokasikan dalam jaringan tanaman yang rentan
terhadap serangan harbivora. Aniszewski 2007 menyatakan alkaloid diproduksi tanaman dan dikompartementasi di dalam vakuola, sehingga Vilarino dan Ravetta
2007 dapat menyatakan bahwa alkaloid diproduksi tanaman secara konstitutif. Namun Vilarino dan Ravetta 2007 menambahkan bila tanaman mengalami stress,
seperti akibat serangan herbivora, konsentrasi alkaloid dapat meningkat. Hasil penelitian Vilarino dan Ravetta 2007 diperkuat oleh hasil penelitian
Vazquez-Flota et al. 2004 yang menunjukkan bahwa aplikasi etilen dan asam jasmonat dapat menstimulasi peningkatan konsentrasi alkaloid pada Catharanthus
roseus . Hasil penelitian ini juga dipertegas oleh Gaines 2004 pada kultur jaringan.
Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa senyawa alkaloid pada tanaman handeuleum diproduksi secara konstitutif, namun dikonjugasikan atau
disimpan pada bagian tertentu untuk mencegah autotoksisitas pada tanaman. Karenanya, tidak terdapat perubahan konsentrasi setelah tanaman terserang larva D.
bisaltide .
Berdasarkan hasil analisis, secara umum glikosida tidak mengalami perubahan setelah tanaman terserang. Diduga senyawa ini diproduksi tanaman secara
32 konstitutif. Hal ini didukung pernyataan Hogedal dan Molgaard 2000 dalam
Beninger dan Cloutier 2008 bahwa umumnya produksi glikosida dalam tanaman bersifat konstitutif. Glikosida merupakan salah satu senyawa yang diketahui bersifat
deterrent bagi banyak serangga. Akan tetapi, berdasarkan studi literatur, senyawa ini dapat disequisterasi oleh sejumlah serangga spesialis Vickery dan Vickery 1981.
Hasil penelitian Pereyra dan Bowers 1988, begitu juga dengan Bowers dan Stamp 1997 menunjukkan hal tersebut juga berlaku bagi famili Nymphalidae.
Berdasarkan hal tersebut, diduga D. bisaltide menggunakan kandungan glikosida yang terkandung dalam tanaman sebagai salah satu sidik jari untuk menemukan
inangnya. Kandungan saponin, triterpenoid, steroid, dan flavonoid mengalami perubahan
konsentrasi. Pada 13 aksesi handeuleum, kandungan flavonoid cenderung mengalami penurunan konsentrasi. Kandungan saponin cenderung mengalami peningkatan
konsentrasi. Konsentrasi triterpenoid pada daun setelah terserang tidak memiliki pola tertentu. Pada aksesi 1, 2, 4, 6, 9, 10, dan 12 konsentrasi triterpenoid tidak
mengalami perubahan, pada aksesi 5 dan 13 konsentrasi triterpenoid meningkat, pada aksesi 7, 8, dan 11 konsentrasi triterpenoid dalam daun menurun. Konsentrasi
steroid umumnya mengalami penurunan setelah tanaman terserang. Pada aksesi 1, penurunan yang terjadi sangat drastis. Senyawa ini tidak terdeteksi terdapat dalam
jaringan kelompok daun setelah tanaman terserang. Diduga konsentrasi steroid menjadi sangat rendah pada sampel daun setelah terserang, sehingga tidak terdeteksi
pada pengujian secara kualitatif. Diantara keempat senyawa tersebut, banyak literatur yang menyebutkan bahwa
steroid, saponin, dan triterpenoid bersifat deterrent bagi serangga Vickery dan Vickery 1981; Schoonhoven et al. 2005; Brielmann et al. 2006, sedangkan untuk
flavonoid, Panda dan Kush 1995 menyatakan bahwa senyawa ini dapat menarik perhatian serangga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wink 2006 yang
dipertegas oleh hasil penelitian Kristina dan Mardiningsih 2008 yang menyebutkan bahwa adanya flavonoid dapat menarik perhatian D. polibete untuk meletakkan telur
pada daun tanaman handeuleum. Pada penelitian ini, aksesi 12 memiliki kandungan flavonoid yang rendah. Kandungan senyawa ini menurun setelah tanaman terserang
larva D. bisaltide. Kandungan flavonoid pada aksesi 1 relatif tinggi. Walaupun
33 setelah daun terserang kandungan senyawa ini menurun, tetapi konsentrasinya masih
lebih tinggi dibandingkan aksesi 12 Tabel 3.7. Perubahan komposisi senyawa steroid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid
setelah tanaman terserang mengindikasikan bahwa senyawa tersebut diproduksi tanaman secara inducible, yang berarti konsentrasi senyawa tersebut akan berubah
setelah tanaman terserang herbivora. Perubahan ini terjadi akibat herbivora mengeluarkan elicitor, berupa saliva herbivora Southwood 1996; Felton 2008; State
2009, Saliva serangga mengandung glucose oxidase. Senyawa inilah yang merupakan elicitor yang dikenali tanaman sebagai sinyal adanya bahaya. State
2009 menambahkan bahwa senyawa ini pula yang menyebabkan respon yang berbeda antara tanaman yang terserang herbivora dengan kerusakan mekanis lainnya,
seperti dirusak menggunakan gunting. Sinyal tersebut akan mengaktifkan lintasan transduksi pada tanaman yang kemudian mengaktifkan gen-gen untuk memproduksi
senyawa pertahanan lebih banyak atau lebih sedikit Memelink 2009. Persentase perubahan kandungan metabolit sekunder dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Persen perubahan metabolit skeunder = [skor akhir-skor awalskor awal] x 100 Persentase peningkatan kandungan metabolit sekunder daun tanaman handeuleum
ditampilkan pada Tabel 3.7.
34 Tabel 3.7 Persentase perubahan kandungan metabolit sekunder pada daun 13 aksesi
handeuleum
Aksesi Peningkatan kandungan metabolit sekunder
Alkaloid Tannin
Saponin Flavonoid
Trierpenoid Steroid
Glikosida 1
33.3 -33.3
-100 2
33.3 -66.7
-75 3
-66.7 -66.7
4 33.3
-50 -25
5 33.3
-50 50
-66.7 6
33.3 -50
-66.7 7
-50 -50
8 -33.3
-50 9
-50 -33.3
-25 10
33.3 -25
-25 11
100 -50
12 100
-50 -25
-25 13
33.3 200
-75 -25
Serangga terbang seperti imago lepidoptera menggunakan indera penciuman dan pengelihatan selama proses pencarian inang Smith 1989. Sensor pengelihatan
serangga tersebut sensitif terhadap panjang gelombang tertentu yang diserap pigmen tanaman. Karena itu, warna tanaman merupakan faktor yang turut menentukan
penerimaan serangga, selain kandungan metabolit sekunder. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan analisis pigmen. Pada penelitian ini analisis pigmen
dilakukan untuk total antosianin, total klorofil, dan total karotenoid. Antosianin merupakan pigmen yang berwarna kuat dan menyebabkan hampir semua variasi
warna merah, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah tumbuhan tinggi Harborne 1987, Guo et al. 2008. Klorofil merupakan pigmen yang menyebabkan
warna hijau, sedangkan karotenoid merupakan pigmen penyebab warna merah, oranye, dan kuning pada bagian tumbuhan Cuttriss et al. 2007. Berdasarkan hasil
analisis pada daun sebelum terserang, kandungan pigmen antosianin tertinggi terdapat pada aksesi 5, 7, dan 8, sedangkan terendah terdapat pada aksesi 1 dan 9.
Kandungan klorofil tertinggi terdapat pada aksesi 3, 5, dan 13, sedangkan kandungan terrendah terdapat pada aksesi 6 dan 12. Kandungan karotenoid tertinggi terdapat
pada aksesi 13, sedangkan terendah terdapat pada aksesi 6 dan 9 Tabel 3.8.
35 Tabel 3.8 Perbandingan kandungan pigmen 13 aksesi handeuleum sebelum dan
setelah terserang larva D. bisaltide.
Aksesi Pigmen molm
2
Antosianin Klorofil
Karotenoid Sebelum
Setelah Sebelum
Setelah Sebelum
Setelah 1
0.620 0.708
0.342 0.424
0.225 0.277
2 0.476
0.617 0.391
0.233 0.223
0.232 3
0.391 0.509
0.391 0.440
0.224 0.268
4 0.259
0.494 0.242
0.292 0.154
0.218 5
0.373 0.817
0.414 0.687
0.225 0.407
6 0.312
0.423 0.355
0.331 0.197
0.208 7
0.313 0.429
0.307 0.387
0.196 0.229
8 0.600
0.673 0.502
0.402 0.301
0.302 9
0.453 0.496
0.512 0.390
0.278 0.240
10 0.375
0.532 0.437
0.458 0.244
0.272 11
0.130 0.076
0.566 0.559
0.246 0.245
12 0.457
0.272 0.520
0.274 0.285
0.175 13
0.620 0.708
0.342 0.424
0.225 0.277
Serangan larva D. bisaltide menyebabkan penurunan kandungan klorofil pada aksesi 1-11, tetapi menyebabkan hal sebaliknya pada aksesi 12 dan 13. Hasil analisis
menunjukkan adanya peningkatan pigmen karotenoid pada daun handeuleum pada aksesi 1-9, dan 11, sedangkan pada aksesi 10, 12, dan 13 justru sebaliknya Gambar
3.2.
Gambar 3.2 Grafik persentase perubahan kandungan antosianin, klorofil, dan karotenoid pada 13 aksesi tanaman handeuleum setelah tanaman
terserang larva D. bisaltide.
Keterangan: Data merupakan rataan ± SE.
36 Hasil analisis pigmen pada 13 aksesi menunjukkan kandungan antosianin dan
karotenoid pada daun setelah terserang larva D. bisaltide secara umum mengalami peningkatan, kecuali pada aksesi 3, 9, 10, 12, dan 13 Gambar 3.2 yang justru
mengalami penurunan. Peningkatan konsentrasi pigmen antosianin berkisar 9-118 , sedangkan peningkatan karotenoid berkisar 4-80 . Peningkatan kedua jenis pigmen
mengindikasikan bahwa keduanya tidak hanya berfungsi sebagai pewarna, tetapi juga berperan dalam sistem resistensi tanaman handeuleum terhadap D. bisaltide.
Hal ini didukung oleh pernyataan Guo et al. 2008 dan Currtiss et al. 2008 bahwa selain sebagai pigmen, antosianin dan karotenoid juga bersifat antibiosis. Lebih
lanjut Guo et al. 2008 menyatakan bahwa biosintesis kedua pigmen ini bersifat inducible
. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pelukaan akibat aktivitas herbivora.
Kandungan klorofil total secara umum meningkat pada daun tanaman setelah terserang larva kecuali pada aksesi 10 dan 13. Peningkatan terbesar terjadi pada
aksesi 6, yakni sebesar 80.95, sedangkan penurunan kandungan klorofil terbesar terjadi pada aksesi 13, yaitu sebesar 38.72 Tabel 3.9 dan Gambar 3.2. Hasil
analisis menunjukkan adanya indikasi bahwa kandungan klorofil berkorelasi dengan nitrogen Tabel 3.10. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hirota dan Kato 2001
menyatakan bahwa kandungan klorofil berkorelasi positif dengan kandungan nitrogen tanaman. Semakin tinggi kandungan nitrogen tanaman, semakin tinggi pula
kandungan klorofil tanaman tersebut. Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan larva serangga. Hasil penelitian Scriber 1979 pada 22 spesies ordo Lepidoptera menunjukkan bahwa tingginya kandungan air dan
nitrogen dalam jaringan daun merupakan kunci penting yang menentukan perkembangan larva. Lou dan Baldwin 2004 mengemukakan bahwa bagi tanaman
sendiri, nitrogen dan karbon merupakan unsur penting dalam pembentukan sistem resistensi tanaman terhadap herbivora. Nitrogen digunakan pada lintasan sinyal
tanaman terhadap herbivora. Hasil analisis menunjukkan indikasi adanya peningkatan CN rasio pada daun handeuleum apabila terjadi serangan Gambar 3.3.
37
Gambar 3.3 Grafik perbandingan kandungan CN rasio pada pada daun 13 aksesi handeuleum sebelum dan setelah terserang larva D. bisaltide.
Keterangan: Data merupakan rataan ± SE.
Gambar 3.3 memperlihatkan bahwa serangan larva D. bisaltide pada daun handeuleum menyebabkan penurunan konsentrasi baik pada C organik maupun
nitrogen. Akan tetapi, karena besarnya persentase penurunan nitrogen lebih tinggi dibandingkan besarnya penurunan konsentrasi C organik, maka CN rasio pada
tanaman meningkat. Judkins dan Wander 1949 menyatakan bahwa serangan hama mempengaruhi status nitrogen dalam tubuh tanaman. Hasil penelitian Newingham et
al. 2007 menunjukkan bahwa aktivitas makan herbivora meningkatkan alokasi
nitrogen dalam tubuh tanaman. Hal ini serupa dengan hasil yang disampaikan Schwachtje dan Baldwin 2008
bahwa serangan herbivora pada tanaman mengurangi konsentrasi nitrogen dan C organik. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Bazot et al. 2005 yang
menunjukkan bahwa serangan defoliator menyebabkan kenaikan persentase C organik, penurunan persentase nitrogen, dan peningkatan CN rasio dalam tubuh
tanaman. Besarnya perubahan kandungan C organik, nitrogen, dan CN rasio pada jaringan daun tanaman handeuleum ditampilkan pada Gambar 3.4.
38
Gambar 3.4 Besarnya perubahan kandungan unsur C dan N pada tanaman handeuleum setelah terserang larva D. bisaltide.
Gambar 3.5 Grafik perbandingan kandungan kalsium pada daun 13 aksesi handeuleum sebelum dan setelah terserang larva D. bisaltide.
39 Gambar 3.5 menunjukkan adanya perbandingan kandungan kalsium sebelum
dan setelah tanaman terserang. Peningkatan kandungan kalsium setelah tanaman terserang mengindikasikan bahwa unsur ini diserap tanaman secara inducible. Hal ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian Ruiz et al. 2002 pada tanaman Pancratium sickenbergeri
penyerapan kalsium cenderung bersifat konstitutif dibandingkan inducible. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Molano-
Flores 2001 pada Sida rhombifolia yang menunjukkan aktivitas makan herbivora pada tanaman akan meningkatkan pembentukan kristal kalsium. Schwachtje dan
Baldwin 2008 menyatakan bahwa kalsium merupakan bahan baku untuk membentuk CaOx Kalsium oksalat. Senyawa ini berupa kristal yang dapat
membuat tumpul mandibel serangga menggigit mengunyah. Karenanya, unsur kalsium merupakan salah satu unsur yang berperan penting dalam sistem resistensi
tanaman terhadap herbivora.
Gambar 3.6 Grafik perbandingan kandungan serat pada daun 13 aksesi handeuleum sebelum dan setelah terserang larva D. bisaltide.
Besarnya penambahan atau pengurangan serat tidak signifikan Gambar 3.6. Hal ini mengindikasikan bahwa serangan D. bisaltide tidak mempengaruhi
kandungan serat pada daun tanaman handeuleum. Ringkasan besarnya persentase perubahan kandungan metabolit sekunder, pigmen tanaman, dan metabolit primer
pada tanaman handeuleum setelah terserang larva D. bisaltide ditampilkan pada Tabel 3.9.
40 Tabel 3.9 Persentase pertambahan konsentrasi fitokimia 13 aksesi handeuleum
Aksesi Persentase perubahan kandungan fitokimia tanaman handeuleum
Anto Kloro
Karo Alka
Tannin Sapo
Flavo Terpen
Stero Gliko
C N
CN Ca
Serat 1
14.21 24.06
23.3 50
-50 -150
-2.45 -29.08
37.55 34.62
2.64 2
- -
- 50
-100 -150
-1.54 -23.66
28.98 29.76
6.42 3
29.57 -40.5
4.21 -100
-100 7.93
-20.41 35.61
57.32 0.21
4 29.97
12.52 19.57
50 -50
-50 -3.40
-16.62 15.86
24.30 -9.26
5 90.7
20.89 41.23
50 -50
50 -100
-6.98 -21.33
18.25 24.00
-6.86 6
118.8 66.17
80.95 50
-50 -100
-8.59 -15.51
8.19 82.54
0.28 7
35.61 -6.77
5.64 -50
-50 5.43
-25.89 42.25
138.00 2.56
8 37.18
26.13 16.77
-50 -50
-4.41 -30.73
38.00 73.77
-25.73 9
12.1 -19.9
0.5 -50
-50 -50
-5.28 -23.04
23.07 94.44
-1.45 10
9.38 -23.83
-13.61 50
-50 -50
-9.23 -30.48
30.56 91.94
-3.07 11
41.87 4.77
11.51 50
-50 0.95
-20.89 27.60
79.66 1.88
12 -41.73
-1.27 -0.25
100 -50
-50 -50
-1.44 -28.90
38.63 120.34
7.57 13
-40.41 -47.32
-38.72 50
100 -150
-50 -3.68
-32.84 43.41
87.67 -16.62
Keterangan : Anto= antosianin, Kloro= klorofil, Karo= karotenoid, Alka= Alkaloid, Sapo= saponin, Gliko= Glikosida, C=karbon organik, N= Nitrogen, CN= rasio CN, Ca= kalsium; tanda -= pengurangan kandungan fitokimia x dalam daun tanaman handeuleum.
3.6.3 Korelasi antar karakter morfologi dan fitokimia tanaman