bisaltide Aktivitas Makan Larva D. bisaltide

73 5.6.2 Analisis hubungan pengaruh langsung dan tidak langsung karakteristik handeuleum dengan aktivitas makan

D. bisaltide

Penentuan besarnya pengaruh beberapa karakter terhadap karakter target, dalam hal ini adalah aktivitas makan larva dilakukan melalui analisis sidik lintas. Komponen karakter yang dapat dianalisis menggunakan sidik lintas adalah karakter- karakter yang berkorelasi nyata terhadap karakter target dan karakter yang berkorelasi nyata dengan karakter yang memiliki hubungan erat dengan karakter target. Berdasarkan analisis korelasi, luas area konsumsi tidak berkorelasi nyata pada semua parameter, kecuali kandungan serat dan alkaloid handeuleum Tabel 5.4. Tabel 5.4 Korelasi luas area konsumsi D. bisaltide dengan kandungan fitokimia daun 13 aksesi tanaman handeuleum Fitokimia tanaman handeuleum Nilai korelasi Antosianin -0.36 Klorofil 0.4 Karotenoid 0.18 C organik 0.44 Nitrogen 0.13 CN rasio 0.09 Kalsium -0.36 Serat -0.72 Alkaloid -0.69 Saponin -0.09 Flavonoid -0.52 Triterpenoid 0.03 Steroid 0.07 Luas area daun 0.43 Trikoma -0.25 Keterangan : Korelasi menggunakan metode Pearson. nyata pada taraf 5, sangat nyata pada taraf 1. Karakter serat dan alkaloid berkorelasi secara negatif dengan aktivitas makan larva. Hasil yang didapat pada penelitian ini serupa dengan penelitian Adler et al. 2001 yang menunjukkan adanya korelasi negatif antara tingkat serangan herbivora pada tanaman lupin Lupinus texensis dengan peningkatan konsentrasi alkaloid pada bunga tanaman tersebut. Roy 2000 yang menyebutkan bahwa bila suatu korelasi mendekati -1 atau 1, maka kedua karakter yang berkorelasi tersebut memiliki hubungan yang erat. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada serat dan aktivitas makan, yakni -0.72. 74 Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi tak langsung yang efektif dapat dilihat dari keeratan hubungan suatu karakter terhadap karakter target seleksi. Berdasarkan hasil analisis korelasi, karakter alkaloid dan serat merupakan karakter yang berhubungan erat dengan aktivitas makan. Karakter kandungan C organik merupakan karakter yang berkorelasi dengan kandungan alkaloid Lampiran 4. Ketiga karakter inilah yang kemudian digunakan dalam analisis sidik lintas guna mengetahui seberapa besar kontribusi masing-masing karakter terhadap aktivitas makan larva D. bisaltide. Hasil analisis sidik lintas ditampilkan pada Tabel 5.5 dan Gambar 5.2. Tabel 5.5 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung peubah terhadap aktivitas makan larva D. bisaltide Peubah bebas Pengaruh langsung c Pengaruh Tidak Langsung melalui peubah Pengaruh Total Serat alkaloid C organik Serat -0.606 -0.115 -0.000 -0.722 Alkaloid -0.323 -0.218 -0.146 -0.687 C organik 0.258 0.001 0.183 0.441 Total C -0.671 Residu 1.671 Gambar 5.2 Diagram lintas fenotipik antar 3 karakter dengan aktivitas makan larva D. bisaltide Keterangan: Cmx i = pengaruh langsung peubah ke-i terhadap peubah target M; rx i x y = koefisien korelasi antara peubah x i dan x y 75 Analisis lintas menunjukkan bahwa kandungan alkaloid dan serat berpengaruh langsung secara negatif terhadap aktivitas makan, sedangkan kandungan C organik pada tanaman berpengaruh positif terhadap aktivitas makan larva D. bisaltide. Alkaloid diketahui merupakan komponen penting sistem pertahanan tanaman terhadap herbivora, selain sebagai pelindung tanaman dari suhu tinggi dan sinar ultra violet. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa ini bersifat toksik dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva Anizewski 2007. Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa alkaloid merupakan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai sistem pertahanan tanaman terhadap herbivora. Tanaman yang mengandung alkaloid dengan konsentrasi tinggi cenderung lebih resisten terhadap herbivora dibandingkan spesies yang sama dengan kandungan alkaloid rendah Vilarino dan Ravetta 2008, sehingga disimpulkan bahwa alkaloid merupakan feeding deterrent bagi larva D. bisaltide. Pengaruh langsung dan nilai korelasi C organik bernilai positif terhadap aktivitas makan larva, yang berarti aktivitas makan larva akan tinggi pada tanaman yang memiliki kandungan C organik tinggi. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Agrawal 2004 serta Wiesenborn dan Pratt 2008 bahwa aktivitas makan serangga berkorelasi negatif dengan konsentrasi C organik dalam tubuh tanaman dan berkorelasi positif dengan kandungan nitrogen tanaman. Kandungan C organik identik dengan karbohidrat. Menurut Bauerfeind dan Fischer 2005 pada umumnya serangga lepidoptera mengakumulasi karbohidrat selama fase larva untuk aktivitas reproduksinya. Sebelumnya Tate dan Wimer 2002 menjelaskan bahwa karbohidrat tersebut akan disimpan dalam bentuk glikogen, trehalose, glukosa, dan maltosa. Pada saat serangga memasuki fase pupa, cadangan karbohidrat akan dirombak untuk menghasilkan energi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka korelasi yang positif antara C organik dengan tingginya aktivitas makan larva D. bisaltide dapat dijelaskan. Singh dan Chaudhary 1979 mengemukakan tiga penafsiran data hasil sidik lintas, yaitu 1 Jika korelasi antara karakter penyebab dan karakter target memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai pengaruh langsungnya, maka korelasi tersebut dapat menggambarkan hubungan sebenarnya. Seleksi berdasarkan karakter tersebut 76 akan efektif. 2 Jika korelasi bernilai positif, namun pengaruh langsung bernilai negatif atau tak bernilai, maka pengaruh tidak langsung merupakan penyebab adanya korelasi tersebut. Pengaruh tak langsung ini harus diperhatikan lebih lanjut. 3 Jika korelasi bernilai negatif dan kecil sedangkan pengaruh langsung bernilai positif dan besar, maka pemilihan model hendaknya dibatasi untuk menghilangkan pengaruh tidak langsung, sehingga nilai pengaruh langsung akan lebih berguna. Mengacu pada penafsiran Singh dan Chaudhary 1979, maka nilai pengaruh langsung untuk karakter serat Cx 2 = -0.606 yang hampir sama besar dengan nilai korelasinya rx 2 = -7.22 menunjukkan bahwa serat tanaman menentukan preferensi aktivitas makan D. bisaltide. Karakter ini dapat dijadikan kriteria seleksi untuk mendapatkan aksesi handeuleum yang resisten berdasarkan aktivitas makan larva D. bisaltide . Aksesi 7 dan 12 merupakan aksesi dengan kandungan serat paling tinggi dari 13 aksesi yang diuji. Kedua aksesi ini diduga resisten terhadap larva D. bisaltide . Hal ini selaras dengan hasil kriteria resistensi berdasarkan boxplot. Apabila dilihat dari respon tanaman terhadap serangan larva D. bisaltide, terdapat kecenderungan bahwa setelah terserang larva D. bisaltide, tanaman handeuleum meningkatkan penyerapan kalsium, untuk kemudian diakumulasi dalam jaringan tanaman. Diduga, kalsium tersebut digunakan tanaman untuk memproduksi senyawa kalsium oksalat CaOx. Franceshi dan Nakata 2005 menyatakan bahwa pada beberapa spesies tanaman, pembentukan CaOx dapat diinduksi oleh aktivitas makan herbivora. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Molano-Flores 2001 pada Sida rhombifolia yang menunjukkan aktivitas makan herbivora pada tanaman akan meningkatkan pembentukan kristal kalsium. Meningkatnya kandungan CaOx dalam jaringan tanaman menyebabkan pencernaan D. bisaltide tidak mampu mencerna jaringan tersebut. Dugaan tersebut diperkuat oleh hasil pengamatan yang menunjukkan adanya daun yang tidak tergigit sempurna pada aksesi 8 dan 13 setelah larva memasuki instar lanjut. Hal ini pula yang dapat menjelaskan mengapa aktivitas makan larva D. bisaltide pada aksesi 8 dan 13 lebih rendah daripada aksesi lainnya. Perbandingan pola gigitan larva pada aksesi 8, aksesi 13, dan daun yang tergigit sempurna ditampilkan pada Gambar 5.3. 77 a b c Gambar 5.3 Daun handeuleum yang terserang larva D. bisaltide. Daun tidak termakan sempurna. a aksesi 8 b aksesi 13 c daun yang tergigit sempurna.

5.7 Kesimpulan