39 Pada penelitian utama dilakukan penyimpanan dingin 4-5 °C selama 10
hari terhadap surimi hasil pengkomposisian terbaik. Adapun hipotesis yang digunakan meliputi H
yang berarti penyimpanan dingin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisik, kimia, dan mikrobiologi surimi
hasil pengkomposisian, sedangkan H
1
dapat diartikan bahwa penyimpanan dingin memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisik, kimia, dan
mikrobiologi surimi hasil pengkomposisian. Rancangan yang digunakan untuk menghitung data pada pembuatan
surimi adalah Rancangan Acak Lengkap RAL. Pada tahap pencucian faktor frekuensi pencucian yang terdiri dari 3 taraf 1, 2, 3 kali, masing-masing
dilakukan 2 dua kali pengulangan. Pada tahap pengkomposisian surimi faktor komposisi surimi yang digunakan terdiri dari 3 taraf komposisi M1L1, M1L2,
M2L1, masing-masing dilakukan dengan 2 dua kali pengulangan. Pengamatan terhadap karakteristik fisika, kimia, dan mikrobiologi
dilakukan pada penyimpanan suhu dingin. Faktor yang digunakan terdiri dari 6 taraf dan 2 kali
ulangan. Taraf pada penyimpanan dingin adalah 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 hari. Rumus yang digunakan menurut Steel dan Torrie 1983 adalah sebagai
berikut: Y
ij
= μ + A
i
+ ε
ij
Keterangan: Y
ij
= nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j pada perlakuan faktor A taraf ke-i
μ = nilai tengah populasi nilai rata-rata sesungguhnya
A
i
= pengaruh frekuensi pencucian pada taraf ke-i i = 1, 2, 3, pengaruh pengkomposisian surimi pada taraf ke-i i = 1, 2, 3, pengaruh
penyimpanan surimi dingin pada taraf ke-i i = 0, 2, 4, 6, 8, 10 ε
ij
= faktor galat Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Jika hasil
analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata jujur BNJ. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
40 Keterangan : BNJα = q p, dbs
r S
2
BNJα = nilai beda nyata jujur pada selang kepercayaan α α = selang kepercayaan 95
q = nilai tabel q p = banyaknya perlakuan
dbs = derajat bebas sisa S
2
= nilai kuadrat tengah sisa R = banyak ulangan
Analisis data non-parametrik yang dilakukan untuk pengujian organoleptik dengan skala mutu menggunakan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji
lanjut Multiple Comparison untuk melihat perbedaan dan hubungan antar perlakuan. Model matematika uji Kruskal-Wallis sebagai berikut :
H=
2 i
n Ri
1 nn
12 - 3 n+1
H’ =
Pembagi H
Pembagi = 1 - 1n
n 1
- n
T
dengan T = t - 1 t + 1 Keterangan :
n = jumlah data n
i
= banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i R
i 2
= jumlah ranking dalam perlakuan ke-0 T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H’ = H terkoreksi H = simpangan baku
t = banyaknya pengamatan yang seri
41 Jika hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata,
selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut Steel dan Torrie 1991 :
Z
α2p
6 1
n k
Keterangan : R
i
= rata-rata ranking perlakuan ke-i R
j
= rata-rata ranking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan
n = jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia ikan ikan mas dan ikan lele, menentukan frekuensi pencucian surimi yang terbaik, serta
mencari kombinasi pengkomposisian surimi terbaik dari ikan mas – lele yang akan dipergunakan dalam penelitian utama.
4.1.1 Komposisi kimia ikan mas Cyprinus carpio dan ikan lele dumbo Clarias gariepinus
Analisis kimia yang dilakukan terhadap daging lumat minced fish ikan mas dan ikan lele dumbo meliputi analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, TVBN, dan nilai pH. Tujuan dari dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui tingkat kesegaran dan kandungan kimia awal dari
daging ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk proses pembuatan surimi. Analisis ini juga dilakukan mengingat bahwa tingkat kesegaran ikan dan
komposisi kimia ikan akan sangat berpengaruh terhadap karakteristik surimi yang akan diolah. Komposisi kimia daging ikan mas dan ikan lele berturut-turut
disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi kimia daging ikan mas dan ikan lele dumbo
Parameter Komposisi kimia
Ikan mas Ikan lele dumbo
Kadar air 76,70±6,92
a
79,50±0,14
a
Kadar abu 0,80±0,28
a
1,09±0,14
a
Kadar protein kasar 14,61±0
a
12,97±0,25
a
Kadar lemak 0,20±0
a
0,70±0,14
a
pH 6,32±0,12
a
6,65±0,02
a
TVB mg N100g 11,76±0
a
12,54±0
a
Keterangan : Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf superscript yang sama a menunjukkan tidak beda nyata p0,05
Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa ikan mas Cyprinus carpio dan ikan lele dumbo Clarias gariepinus memiliki kadar
protein yang sedang masing-masing bernilai 14,61 dan 12,97 dan kadar
43 lemak yang rendah hingga sedang masing-masing 0,2 dan 0,7 . Ikan
berprotein sedang adalah ikan yang memiliki kandungan protein 12-15 , sedangkan ikan yang memiliki kandungan lemak rendah adalah ikan yang
memiliki kandungan lemak kurang dari 0,5 dan ikan berlemak sedang memiliki kandungan lemak 0,5-2 Junianto 2003. Ikan merupakan salah satu bahan
pangan yang memiliki nilai protein yang tinggi sehingga baik untuk dikonsumsi. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh yang
digunakan sebagai bahan bakar, zat pembangun dan pengatur. Protein juga memegang peranan penting pada pembentukan jaringan Hadiwiyoto 1993.
Keunggulan utama protein ikan adalah kelengkapan komposisi asam amino dan kemudahannya untuk dicerna. Protein yang terdapat dalam daging ikan
relatif mudah dicerna atau dihidrolisis, hal ini disebabkan karena pada daging ikan memiliki kandungan arginin yang lebih banyak, sedangkan hewan darat memiliki
kandungan lisin dan histidin yang lebih banyak Hadiwiyoto 1993. Selain itu, tingginya kadar air dan rendahnya kadar lemak yang terdapat pada daging ikan
mas dan ikan lele menjadikan ikan tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat surimi.
Selain dilakukan analisis proksimat dilakukan juga analisis terhadap kadar pH dan TVBN kedua ikan tersebut. Analisis pH dan TVBN merupakan analisis
yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan. Berdasarkan data pada Tabel 5 tersebut didapat bahwa nilai pH 6,41 dan 6,65. Hal ini menunjukkan
bahwa ikan yang digunakan untuk bahan baku pembuatan surimi komposisi berada dalam kondisi yang segar. Nilai pH dari kedua jenis ikan berkisar 6,60
yang berarti pH tersebut mendekati pH netral. Nilai pH ikan hidup bernilai sekitar 7,0 yang menandakan bahwa ikan tersebut berada pada fase pre-rigor mortis.
Pada fase rigor mortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula pH 6,9-7,2. Setelah fase rigor mortis berakhir dan proses pembusukkan
berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah Ilyas 1983. Tingkat keparahan
pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini pH ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak