Karakteristik fisik surimi hasil pengkomposisian selama penyimpanan dingin
57 1:1 secara umum mengalami penurunan seiring dengan semakin lamanya waktu
penyimpanan. Lebih lanjut hubungan antara penyimpanan dengan kekuatan gel dapat dilihat pada Gambar 12.
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 12
Nilai kekuatan
gel surimi
komposisi mas
dan lele
pada penyimpanan dingin Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan dingin
memberikan pengaruh yang nyata p0,05 terhadap kekuatan gel yang dihasilkan surimi hasil pengkomposisian mas dan lele Lampiran 16a. Hal ini sesuai dengan
penelitian Riebroy et al. 2006 yang mengatakan bahwa penyimpanan dingin menybabkan terjadinya proses denaturasi protein miofibril yang menyebabkan
turunnya kemampuan kelarutan protein tersebut didalam larutan NaCl 5 . Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penyimpanan dingin
memberikan pengaruh yang nyata terhadap surimi hasil pengkomposisian mas dan lele yang disimpan pada hari ke-0 dan hari ke-10 Lampiran 16b. Akan tetapi,
penyimpanan dingin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel surimi hasil pengkomposisian mas dan lele yang disimpan pada hari ke-2, 4,6,
8, dan hari ke-10. Pada awal penyimpanan surimi komposisi pada suhu dingin nilai kekuatan gel surimi sebesar 1140 g cm. Pengkomposisian terbukti dapat
meningkatkan kemampuan gel surimi dibandingkan dengan surimi tunggal. Namun dengan seiring lamanya waktu penyimpanan maka kemampuan gel surimi
58 tersebut akan mengalami penurunan. Hingga hari ke-10 kekuatan gel surimi
komposisi mas dan lele sebesar 228 g cm. Surimi hasil pengkomposisian mengalami penurunan gel yang cepat
selama penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini menandakan bahwa surimi komposisi tidak stabil ketika disimpan pada suhu dingin. Proses kemunduran
mutu surimi juga akan memberikan pengaruh terhadap kekuatan gel pada produk gel. Menurunnya kekuatan gel ini disebabkan oleh degradasi senyawa protein
miofibril selama penyimpanan suhu dingin Lanier 1992. Menurut Yoon et al. 2004 protein miofibril ikan memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan
tiga dimensi gel yang stabil. Protein miofibril ikan ini terdiri dari aktin dan miosin. Miosin yang terdapat pada protein miofibril ini lebih berperan dalam
mekanisme pembentukan gel surimi dibandingkan dengan aktin. Kekuatan gel pada surimi juga berhubungan dengan kadar PLG surimi
tersebut. Berdasarkan data pada Gambar 11
kadar PLG surimi hasil pengkomposisian mas-lele mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu
penyimpanan. Penurunan kekuatan gel surimi hasil pengkomposisian ini disebabkan proses perombakan aktomiosin menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana berlangsung cepat. Kecepatan kerusakan ini lebih cepat dari penyimpanan yang dilakukan pada suhu beku. Kerusakan atau proses degradasi
ini pada dasarnya tidak dapat dihentikan. Proses ini hanya bisa diperlambat dengan cara penyimpanan pada suhu beku Lanier 1992. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian dari Rawdkuen et al. 2009 yang mengatakan bahwa penurunan kadar PLG berbanding lurus dengan kekuatan gel, kadar PLG yang rendah akan
berakibat pada rendahnya kekuatan gel yang dimiliki oleh surimi. Menurunnya konsentrasi protein larut garam akan menyebabkan ketegangan menurun dan
kemampuan untuk membentuk gel juga akan ikut menurun. Menurut Jin et al. 2007 degradasi senyawa PLG pada penyimpanan
dingin juga berhubungan dengan kadar WHC water holding capacity. Turunnya kadar PLG dalam surimi juga ikut menurunkan kemampuan PLG terhadap daya
ikat air. Menurunnya kemampuan daya ikat air akan menyebabkan hilangnya viskositas protein. Hal ini dapat menyebabkan protein kehilangan kemampuan
untuk mengembang.
59 Faktor lain yang menyebabkan turunnya kekuatan gel surimi adalah faktor
pencucian. Menurut Phatcharat et al. 2005 proses pencucian adalah proses menghilangkan atau meminimalkan protein sarkoplasma yang menghambat
pembentukan gel. Proses pencucian ini diharapkan akan meningkatkan konsentrasi miofibril sehingga diharapkan berdampak pada kekuatan gel dari ikan
tersebut. Pada dasarnya pencucian surimi dilakukan sebanyak tiga kali. Semakin banyak pencucian yang dilakukan maka kekuatan gel diharapkan akan semakin
baik dan aktivitas ATP-ase akan semakin rendah. Hal ini diyakini dapat memperpanjang masa simpan surimi. Terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan pada proses pencucian yaitu penggunaan air yang bersih sesuai dengan standar air minum dan bebas dari bahan pengotor seperti CaCl
2
dan MgCl
2
yang diduga kedua jenis garam ini akan mempercepat proses denaturasi protein bahan Lanier 1992.
Kekuatan gel surimi juga dipengaruhi oleh kadar pH. Kadar pH surimi seperti yang dilihat pada Gambar 9 juga mengalami proses penurunan seiring
dengan lamanya penyimpanan pada suhu dingin. Kadar pH akan mempengaruhi kekuatan gel. Nilai pH akan memberikan pengaruh terhadap kadar PLG surimi
komposisi mas-lele. Menurut Benjakul et al. 2002 kadar pH optimum untuk melarutkan PLG berkisar antara 6-7 apabila pH dibawah kisaran tersebut maka
kekuatan gel akan menurun. Penurunan kadar PLG disebakan karena terjadinya denaturasi protein pada rantai miosin selama penyimpanan dingin sehingga
menghasilkan jaringan gel dengan mutu yang rendah, menurunkan elastisitas dan kepastian penahan air pada matriks gel.
Kekuatan gel dari surimi dapat menjadi variabel yang tetap dan besarnya sangat bergantung dari komposisi ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi,
kondisi penangkapan, habitat hidup, penanganan, pengolahan serta kondisi penyimpanan Hamman dan MacDonald 1992 dalam Santoso et al. 2009.
b Derajat putih
Mutu surimi yang baik juga ditentukan oleh derajat putihnya. Surimi yang baik diharapkan memiliki warna yang putih merata dan bebas dari pengotornya.
Derajat putih pada penelitian ini dukur dengan alat whitnessmeter, yaitu analisis warna secara obyektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan
60 sampel yang diukur. Pada dasarnya semakin besar nilai derajat putih, maka warna
yang dihasilkan semakin mendekati standar. Nilai derajat putih surimi komposisi ikan mas dan ikan lele dengan perbandingan berat 1:1 dapat dilihat pada
Gambar 13.
Keterangan :
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 13 Nilai derajat putih surimi komposisi mas dan lele pada penyimpanan dingin
Berdasarkan data pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa secara umum nilai derajat putih surimi hasil pengkomposisian ikan mas dan ikan lele mengalami
penurunan selama penyimpanan dingin. Nilai rata-rata derajat putih pada penyimpanan suhu dingin berkisar antara 28-35 . Nilai derajat putih tertinggi
berdasarkan Gambar 13 terdapat pada hari ke-0 yaitu sebesar 34,76 . Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap parameter derajat
putih didapatkan bahwa penyimpanan pada suhu dingin memberikan pengaruh yang nyata p0,05 terhadap nilai derajat putih surimi hasil pengkomposisian
ikan mas dan ikan lele Lampiran 17a. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eymard et al. 2009 yang mengatakan bahwa penurunan nilai
derajat putih surimi diduga karena proses oksidasi lemak selama penyimpanan dingin. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau tengik yang disebut
proses ketengikan. Ketengikan disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas
61 yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya,
panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin, seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan
enzim-enzim lipoksidase Winarno 1997. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu dingin
memberikan pengaruh yang nyata terhadap surimi yang disimpan pada hari ke-0 dan hari ke-6, 8, dan 10, sedangkan penyimpanan dingin pada hari ke-0, 2 dan ke
4 derajat putih surimi komposisi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata Lampiran 17b.
Pada penurunan nilai derajat putih surimi komposisi ini juga berhubungan dengan reaksi Mailard yang didefinisikan sebagai urutan peristiwa yang dimulai
dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri dengan pembentukan polimer
nitrogen berwarna coklat atau melanoidin deMan 1997. Reaksi Mailard dimulai dengan terjadinya proses kondensasi yang melibatkan senyawa aldosa dan
karbonil heksosa, yang dipecahkan dari reduksi gula dan grup asam amino bebas dari asam amino protein. Air yang hilang dari proses kondensasi ini membentuk
schiff base, dan memulai proses siklikasi menjadi aldosilamin, hal ini dimulai dengan proses pengaturan kembali senyawa amadori dan ketosamin. Tahap akhir
dari reaksi ini adalah terbentuknya senyawa melanoidin yang berwarna coklat gelap Hutchings 1994.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penurunan nilai derajat puih surimi komposisi selama penyimpanan pada suhu dingin tidak begitu signifikan.
Hal ini disebabkan karena pH surimi komposisi cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sultanbawa et al. 1998 yang
mengatakan bahwa faktor yang dapat mempercepat laju reaksi pencoklatan adalah sifat asam amino dan sifat karbohidrat. Pencoklatan pada bahan pangan juga
disebabkan oleh sifat asam amino dan sifat karbohidrat yang dimiliki bahan pangan tersebut. Pencoklatan makanan bergantung pada pH, suhu, dan aktivitas
air a
w
. Reaksi Mailard cenderung terjadi pada bahan pangan yang memiliki pH 6 Shaviklo 2006.
62 Menurut Riebroy et al. 2006 perlakuan pencucian memiliki hubungan
dengan kadar lemak. Surimi adalah produk yang telah mengalami proses pencucian, sehingga memiliki kadar lemak yang lebih rendah dari minced fish.
Hal ini dapat juga diartikan bahwa kadar lemak yang terdapat dalam daging ikan mas dan lele tereduksi, sehingga dapat pula mereduksi proses oksidasi lemak.
c Water holding capacity WHC
Daya ikat air atau biasa juga disebut dengan water holding capacity WHC dapat diartikan sebagai kemampuan daging untuk mengikat air baik yang
berasal dari daging itu sendiri maupun air yang berasal dari luar. Lebih lanjut hubungan antara kadar WHC dengan penyimpanan surimi pada suhu dingin dapat
dilihat pada Gambar 14. Selama penyimpanan, lemak akan mengalami kerusakan berupa hidrolisis
yang menghasilkan asam-asam lemak sehingga mengakibatkan pH daging akan mengalami penurunan sehingga daging mengalami penurunan daya ikat air
Wahyuni 1992. Berdasarkan data pada Gambar 14 tersebut dapat dilihat bahwa kadar WHC surimi mengalami penurunan hingga hari ke-10. Kadar WHC
tertinggi yaitu 72,24 terjadi pada hari ke-2, dan kadar WHC terendah yaitu 36,67 terjadi pada hari ke-10.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan dingin
memberikan pengaruh yang nyata p0,05 terhadap kadar WHC water holding capacity surimi hasil pengkomposisian Lampiran 18a. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Munizaga et al. 2005 yang mengatakan bahwa pada dasarnya kemampuan mengikat bahan air ini memiliki hubungan yang
berbanding lurus dengan kemampuan pembentukan gel. Pada umumnya, semakin tinggi kekuatan gel dari surimi maka semakin tinggi pula kemampuan mengikat
air surimi tersebut.
63
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 14 Kadar WHC surimi komposisi mas dan lele pada penyimpanan dingin Riebroy et al. 2006 menyatakan bahwa penurunan nilai daya ikat air
pada surimi selama penyimpanan suhu dingin kemungkinan disebabkan karena sifat hidrofilitas surimi menurun sehingga kemampuan mengikat air juga akan
menurun. Pada proses penyimpanan baik penyimpanan beku maupun penyimpanan dingin akan menyebabkan terjadinya proses denaturasi protein yang
menyebabkan berkurangnya gugus hidrofilik. Denaturasi protein akan menyebabkan terbukanya rantai protein sehingga asam amino yang bersifat
hidrofobik yang terdapat di bagian dalam protein seperti fenilalanin, isoleusin, metionin, valin dan triptofan dapat berinteraksi dengan lemak Lehninger 1988.
Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa nilai WHC surimi hasil pengkomposisian yang disimpan pada suhu dingin hari ke-0, 2 berbeda nyata
dengan nilai WHC surimi hasil pengkomposisian yang disimpan pada hari ke 4. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan hari ke-6, 8, 10 berbeda nyata
dengan nilai WHC surimi hasil pengkomposisian yang disimpan pada hari ke-4 dan hari ke-0, 2 Lampiran 18b.
Proses penyimpanan baik dingin maupun pembekuan akan menyebabkan terlepasnya air dari produk. Hal ini diakibatkan karena suhu yang digunakan pada
penyimpanan baik suhu dingin maupun suhu beku, sedangkan nilai daya ikat air berbanding terbalik dengan jumlah air yang dilepaskan surimi oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa semakin lama surimi tersebut disimpan baik disimpan
64 pada suhu beku maupun suhu dingin maka kadar air surimi tersebut akan menurun
Stansby 1963. Gel suwari terbentuk dengan cara protein mengikat air di dalam ikatan
molekul yang membentuk ikatan hidrofobik dan interaksi hidrogen. Rendahnya kandungan air yang terikat pada protein akan mempengaruhi reaksi antara protein-
protein air dalam proses pembuatan gel kamaboko Suzuki 1981. Pembentukan gel disebabkan karena reaksi antara protein-protein dan protein-air. Apabila reaksi
antara protein-protein yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan protein-air, maka akan mengakibatkan gel yang rapuh. Reaksi antara protein-air akan
berkurang seiring dengan lamanya penyimpanan sehingga kekuatan gel akan memburuk Zayas 1997.
d Uji lipat folding test
Uji lipat folding test berhubungan dengan nilai kekuatan gel. Uji lipat adalah penilaian sensori terhadap kekuatan gel. Metode uji lipat yang digunakan
untuk memisahkan gel yang bermutu tinggi dan bermutu rendah Matsumoto dan Noguchi 1992 .
Secara umum berdasarkan data yang didapat selama penyimpanan dingin surimi komposisi mengalami penurunan kualitas bila dilihat dari parameter uji
lipat folding test. Grafik hubungan antara uji lipat dengan penyimpan surimi akan ditunjukkan pada Gambar 15.
Menurut hasil analisis ragam uji Kruskal-Wallis dapat diketahui bahwa penyimpanan dingin memberikan pengaruh yang nyata p0,05 terhadap nilai uji
lipat yang diberikan panelis untuk surimi hasil pengkomposisian mas dan lele Lampiran 19a.
Penurunan nilai yang diberikan panelis terhadap kemampuan lipat dari surimi disebabkan hilangnya kemampuan surimi untuk membentuk gel akibat
kemunduran mutu surimi selama penyimpanan dingin. Kemunduran mutu ini adalah kemunduran mutu protein miofibril selama penyimpanan dingin.
Menurunnya kemampuan ini dapat menurunkan kemampuan gel surimi Suzuki 1981. Uji pelipatan dengan nilai tiga B menunjukkan tingkat elastisitas cukup
baik dan nilai empat A menunjukkan elastisitas yang sangat baik Lee 1984 dalam Berlyanto 2004.
65
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 15 Nilai uji lipat surimi komposisi mas dan lele pada
penyimpanan dingin Uji lanjut Multiple-Comparisson juga menunjukkan bahwa penyimpanan
memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai yang diberikan panelis pada hari ke-0, 6, dan hari ke-10, sedangkan pada penyimpanan dingin hari ke-0, 2, 4 tidak
memiliki perbedaan yang nyata terhadap uji lipat ini. Begitu pula pada penyimpanan penyimpanan hari ke-2,4, dan 6. Pada hari ke-6 tidak memiliki
perbedaan yang nyata dengan hari ke-8 dan penyimpanan hari ke-10 tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan penyimpanan hari ke-10 Lampiran 19b.
Berdasarkan data pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa pada hari ke-0 nilai uji lipat pada surimi ini memiliki kisaran nilai 4-5, nilai ini akan semakin menurun
seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hingga hari ke-10 niai uji lipat dari surimi komposisi memiliki kisaran nilai 1-2. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui bahwa pada hari ke-10 kekuatan lipat dari surimi sudah sangat buruk. Syarat mutu surimi berdasarkan SNI surimi komposisi ikan mas dan ikan lele ini
diperbolehkan hingga hari ke-6 penyimpanan pada suhu dingin. e
Uji gigit teeth cutting test Uji gigit adalah salah satu uji sensori terhadap kekenyalan dari produk
surimi. Secara umum, data yang didapat untuk uji gigit ini tidak berbeda dengan
66 data uji lipat. Kemampuan surimi dalam uji gigit ini cenderung menurun selama
proses penyimpanan. Lebih lanjut hubungan antara uji gigit dengan penyimpanan suhu dingin dapat dlihat pada Gambar 16.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu dingin memberikan pengaruh yang nyata p0,05 terhadap nilai uji lipat yang diberikan
panelis terhadap surimi hasil pengkomposisian ikan mas dan ikan lele Lampiran 20a.
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf yang berbeda
a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 16 Nilai uji gigit surimi komposisi mas dan lele pada
penyimpanan dingin Uji lanjut Multiple-Comparisson juga menunjukkan bahwa penyimpanan
akan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai yang diberikan panelis untuk kemampuan gigit surimi hasil pengkomposisian mas dan lele, sedangkan
pada penyimpanan dingin hari ke-0, 2 penyimpanan dingin tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai yang diberikan panelis untuk kemampuan
gigit surimi hasil pengkomposisian. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan hari ke-4, tidak memiliki perbedaan yang nyata pada hari ke-2 dan ke-6. Pada hari
ke-6 tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan hari ke-8 dan penyimpanan hari ke-8 tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan penyimpanan hari ke-10
Lampiran 20b.
67 Berdasarkan data Gambar 16, pada hari ke-0 penyimpanan pada suhu
dingin panelis memberikan nilai yang cukup tinggi berkisar antara 8-9. Nilai yang diberikan panelis
pun mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Pada hari ke-10 panelis rata-rata memberikan skor 2-3 untuk surimi
hasil pengkomposisian ikan mas dan ikan lele dumbo. Penurunan nilai uji gigit ini sesuai dengan penelitian Sultanbawa et al.
1998 yang menyatakan bahwa penurunan nilai uji gigit ini diakibatkan karena menurunnya tingkat elastisitas surimi yang disimpan pada suhu dingin.
f Total Mikroba
Kandungan mikroba dalam daging ikan merupakan salah satu parameter mikrobiologis untuk menentukan tingkat kemunduran mutu ikan. Total mikroba
surimi hasil pengkomposisian ikan mas dan ikan lele dapat dilihat pada Gambar 17 berikut.
Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti dengan huruf yang berbeda
a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05
Gambar 17 Total mikroba surimi komposisi ikan mas dan lele pada penyimpanan dingin
Hasil analisis ragam menunjukkan penyimpanan dingin memberikan pengaruh yang nyata
p0,05 terhadap total mikroba surimi
hasil pengkomposisian ikan mas dan ikan lele Lampiran 21a. Peningkatan total
mikroba pada surimi hasil pengkomposisian ikan mas dan ikan lele ini sesuai dengan hasil penelitian dari Murphy et al. 2004 yang mengatakan bahwa selama
68 penyimpanan dingin akan terjadi peningkatan kandungan mikroba yang
disebabkan adanya aktivitas enzim. Aktivitas enzim tersebut menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat
basa volatil. Senyawa tersebut merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya bakteri. Total mikroba yang semakin meningkat memiliki korelasi
positif dengan nilai TVBN yang mengindikasikan telah terjadinya kemunduran mutu surimi selama penyimpanan dingin .
Uji lanjut Tukey menunjukkan penyimpanan dingin memberikan perbedaan yang nyata p0,05 terhadap jumlah mikroba surimi yang disimpan
pada hari ke-0, 4, dan hari ke-10, sedangkan surimi pada hari ke-0 tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan surimi hasil pengkomposisian yang disimpan pada
hari ke-2. Surimi hasil pengkomposisian mas-lele juga tidak memiliki perbedaan yang nyata pada penyimpanan hari ke-4, 6, dan 8 Lampiran 21b.
Berdasarkan data pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa kandungan mikroba pada surimi berkisar antara 4,81-7,37 kolonig. Total mikroba terendah untuk
surimi hasil pengkomposisian ikan mas-lele terjadi pada penyimpanan hari ke 0 yaitu sebesar 4,81 kolonig, sedangkan total mikroba tertinggi terjadi pada
penyimpanan hari ke 10 yaitu sebesar 7,37 kolonig. Total rata-rata mikroba pada penyimpanan hari ke 0 hingga hari ke-4 masih memenuhi batas maksimum bakteri
untuk surimi yaitu 4,81- 5,81 kolonig. Menurut SNI 01-2693-1992 jumlah bakteri yang masih diperbolehkan untuk surimi sebesar 5 kolonig, sedangkan pada
penyimpanan hari ke 6, 8, dan 10 total mikroba surimi hasil pengkomposisian berada diatas batas maksimum yaitu sebesar 6,16 – 7,37 kolonig.
Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa kurva pertumbuhan mikroorganisme berada pada fase logaritmik. Pada fase logaritmik jasad renik membelah dengan
cepat dan konstan, pertambahan jumlahnya mengikuti fase logaritmik dan sangat dipengaruhi medium tempat tumbuhnya seperti pH, kandungan nutrien, kondisi
lingkungan, dan kelembaban udara Fardiaz 1992. Penurunan suhu tidak dapat menghentikan proses pertumbuhan bakteri
pembusuk. Penurunan suhu hanya bertugas untuk menghilangkan panas dari tubuh ikan, memperlambat laju denaturasi protein, menghambat laju oksidasi
lemak dan menghambat penguraian enzimatis oleh tubuh ikan dan enzim bakteri
69 Ilyas 1993. Aktivitas bakteri yang meningkat akan meyebabkan kerusakan
asam-asam amino seperti glutamat, asam aspartam, lisin, histidin, dan arginin. Senyawa-senyawa seperti asam amino, glukosa, lipida, trimetilamin oksida, dan
urea dapat diubah oleh bakteri menjadi produk yang digunakan sebagai indikator kebusukan seperti hidrogen sulfida, karbonil, histamin dan ammonia Fardiaz
1992. Berdasarkan standar yang telah ditetapkan SNI terhadap mutu surimi beku
SNI 01-2693-1992 surimi hasil pengkomposisian masih layak untuk dikonsumsi hingga hari ke-4 dengan total mikroba 5,81 kolonig. Standar total mikroba yang
ditetapkan SNI adalah 5 kolonig.