Analisis kimia Prosedur Analisis

34 didinginkan dalam desikator, setelah cawan dingin kemudian cawan ditimbang. Presentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar abu = 100 g sampel Berat g abu Berat  c Kadar protein AOAC 1995 Penentuan kadar protein kasar ini menggunakan metode semi mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 0,75 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kedalam labu tersebut ditambahkan 6,25 gram K 2 SO 4 dan 0,6225 gram CuSO 4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H 2 SO 4 pekat dan 3 ml H 2 O 2 secara perlahan- lahan ditambahkan kedalam labu dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutnya adalah proses destruksi pada suhu 410 o C selama ± 2 jam atau hingga didapatkan larutan jernih. Hasil destruksi didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambahkan 50-75 ml akuades. Disiapkan erlemenyer berisi 25 ml larutan H 3 BO 3 4 yang mengandung indikator bromcheresol green 0,1 dan methyl red 0,1 2:1 sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Ditambahkan 50 ml NaOH 40 alkali. Dilakukan destilasi dan destilat ditampung dalam erlemenyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N, dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu natural. Blanko dilakukan seperti tahapan contoh. Pengujian contoh dilakukan duplo. Kadar protein dilakukan dengan rumus : Kadar N = sampel mg 100 x 14,007 x HCl N x blanko ml - HCl ml Kadar protein = N x faktor konversi 6,25 d Kadar lemak AOAC 1995 Kadar lemak ditentukan dengan metode ekstraksi Soxhlet. Prinsipnya lemak diekstrak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung persentasenya. Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxlet yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. 35 Sampel yang sudah dihomogenkan ditimbang sebanyak 5 gram. Dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong sampel ditutup dengan kapas bebas lemak. Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Refluks dilakukan selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah didapatkan berat yang tetap, lemak dalam labu tersebut didinginkan dalam desikator. Selanjutnya lemak beserta labunya ditimbang dan dihitung kadar lemaknya. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 100 g sampel berat g lemak berat lemak Kadar   e Protein larut garam PLG Shuffle dan Galberaeth 1964 dalam Eryanto 2006 Sampel sebanyak 5 g ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5 kemudian di homogenkan dengan menggunakan homogenizer selama 2-3 menit, suhu blender tetap dijaga rendah. Setelah itu, sampel kemudian di sentrifuse pada 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 10 °C. Setelah itu, sampel disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.1. Filtrat yang didapat ditampung dalam Erlenmeyer, lalu disimpan pada suhu 4 °C. sampel. Sampel sebanyak 25 ml dianalis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah : Kadar PLG = 100 x 1000 x g sampel berat 6,25 x fp x 14,007 x HCl N x b - a Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blanko f Nilai pH Suzuki 1981 Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selam 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer 36 pH 7 lalu dibiarkan hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 ml, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer selama 2-3 menit. Setelah sampel tercampur dengan baik, elektroda yang telah siap dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka yang stabil. Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan. g Total volatile base nitrogen TVBN BSN 1998 Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVBN Total Volatile Base Nitrogen sampel adalah senyawa-senyawa basa volatil ammonia, mono-, di-, trimetilamin, dll yang terdapat dalam sampel yang bersifat basa diuapkan. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Penentuan TVBN dilakukan dengan metode Conway, dimana pertama- pertama 25 g sampel dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer selama 25 menit dengan 75 ml larutan TCA 7 , lalu disaring untuk mendapatkan filtrat yang bening. Sebanyak 1 ml H 3 BO 3 2 dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan 1 ml filtrat ke outer chamber. Sebelum cawan ditutup, pinggir cawan diolesi vaselin agar penutupan sempurna, pada posisi hampir menutup ditambahkan K 2 CO 3 1 :1 bv ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml kemudian cawan Conway segera ditutup. Blanko dikerjakan dengan mengganti sampel dengan filtrat TCA 7 dengan produr yang sama seperti diatas. Setelah itu sampel diinkubasi pada suhu 35 °C selama 24 jam. Selanjutnya larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak blanko ditetesi 2 tetes inkubator methyl red 0,1 dan bromethyl blue 0,1 , dengan perbandingan 2:1, kemudian dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya berubah menjadi merah muda. Kadar TVBN dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar TVBN mgN100g = g sampel berat 100 x fp x 14,007 x HCl N x j - i Keterangan : i = volume titrasi sampel ml j = volume titrasi blanko ml fp = faktor pengenceran 37 N HCl = normalitas HCl 14,007 = bobot atom nitrogen

3.4.4 Total plate count TPC Fardiaz 1992

Prinsip kerja dari analisis total plate count TPC adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel daging ikan dengan pengenceran sesuai dengan keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 1 gram sampel dan diblender bersama larutan pengencer sebanyak 10 ml larutan pengencer sampai homogen. Sampel surimi ditimbang 10 ml lalu dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis pengenceran 10 -1 secara aseptis. Selanjutnya, untuk pengenceran 10 -2 , suspensi sampel dari pengenceran sebelumnya dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml garam fisiologis. Pengenceran dilakukan dengan cara yang sama hingga pengenceran 10 -5 . Apabila pada beberapa hari kedepan bakteri bertambah banyak maka pengenceran pun akan ditingkatkan hingga 10 -6 . Proses selanjutnya adalah pengambilan sampel dari masing-masing pengenceran sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ke dalam cawan petri dituangkan agar steril PCA yang telah didinginkan sebanyak kira-kira 15 ml. Setelah agar memadat, cawan petri diinkubasi di dalam inkubator selama 1 x 24 jam hari pada suhu 27-30 ºC dengan posisi terbalik. Setelah masa inkubasi selesai, koloni yang terbentuk dihitung dengan menggunakan standard plate count. Cara perhitungan total mikroba antara lain cawan yang dipilih dan dihitung jumlah mikroba adalah cawan yang mengandung koloni antara 30-300. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari 2 angka, yaitu angka pertama satuan dan angka kedua desimal, apabila angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. Apabila semua pengenceran menghasilkan koloni kurang dari 30, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu, jumlah koloni yang dihitung hanya pada pengenceran terendah. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. Jika semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu, jumlah koloni 38 pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikali dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. Akan tetapi, jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni antara 30-300 koloni dan perbandingan hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil dari atau sama dengan dua, maka kedua nilai tersebut dirata-ratakan dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran lebih besar atau sama dengan dua maka yang dilaporkan hanya hasil dari pengenceran yang terkecil. Apabila digunakan dua cawan petri duplo per pengenceran maka data yang diambil adalah dari kedua cawan petri tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus sebagai berikut: Jumlah koloni per ml = Jumlah koloni per cawan x n pengencera Faktor 1

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pencucian, pengkomposisian, dan penyimpanan dingin surimi komposisi mas-lele terhadap karakteristik fisik-kimia serta mikrobiologi yang dihasilkan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian terbaik, dan penentuan komposisi terbaik. Adapun hipotesis yang digunakan pada tahap pencucian meliputi H yang berarti proses pencucian tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik surimi ikan mas dan ikan lele dumbo, sedangkan H 1 dapat diartikan bahwa proses pencucian akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik surimi ikan mas dan ikan lele dumbo. Setelah didapatkan frekuensi pencucian yang terbaik maka dilakukan proses pengkomposisian. Pada tahap pengkomposisian hipotesis yang digunakan meliputi H yang berarti pengkomposisian ikan mas dan ikan lele dumbo tidak memberikan pengaruh terhadap kekuatan gel surimi hasil pengkomposisian, sedangkan H 1 dapat diartikan bahwa pengkomposisian akan memberikan pengaruh terhadap kekuatan gel surimi hasil pengkomposisian.