Pola hubungan sosial masyarakat nelayan
Ketidakcermatan dalam menentukan sasaran dan metode yang digunakan akan menjadi kebijakan yang salah misleading policy, yang tidak hanya nasib nelayan
tidak akan beranjak dari kemiskinan tetapi justru memberikan keuntungan kepada pihak-pihak lain di luar nelayan Indonesia. Contoh kasus adalah kebijakan
pemerintah tentang penggunaan pukat hela
PER.06MEN2008
. Secara keseluruhan kebijakan tersebut akan sangat direspon positif oleh para pemilik
modal dari Tawau. Hal ini karena memberikan peluang yang lebih besar bagi mereka dari hasil tangkapan nelayan menggunakan pukat hela tersebut. Namun
demikian, dengan pola hubungan seperti disebutkan diatas, kebijakan ini tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan nelayan.
Pengembangan pasar sangat penting dalam upaya mengembangkan industri perikanan tangkap. Hasil tangkapan nelayan hanya akan bernilai ekonomi
apabila dipasarkan. Lebih dari itu pengembangan pasar dapat meningkatkan perekonomian. Charles 2001 mengatakan bahwa interaksi pemasaran ikan dan
pengembangan ekonomi dapat dilihat dari tiga dampak yaitu i dampak pemasaran peningkatan permintaan konsumen, perbaikan sistem distribusi,
perbaikan akses pasar, peningkatan alternatif pekerjaan dan peningkatan pemberdayaan nelayan, ii dampak menengah peningkatan produksi pada ikan
yang belum dimanfaatkan, saluran pemasaran yang lebih baik, peningkatan eksporpertukaran luar negeri, pengurangan ketergantungan nelayan dan pedagang
perantara berkurang yang menyebabkan peningkatan pendapatan nelayan, dan iii dampak pengembangan kesempatan kerja yang lebih dan ketersediaan
makanan, ketersediaan protein yang lebih, perbaikan keseimbangan pasar, penurunan kebutuhan terhadap kredit dengan suku bunga tinggi dan pembangunan
masyarakat perikanan. Dalam konteks pemasaran hasil tangkapan di wilayah perbatasan, terdapat
dua hal yang menjadi tujuan utama pemasaran yaitu adanya kepastian harga produk hasil tangkapan dan daya serap pasar terhadap produk hasil tangkapan.
Selama ini hampir sebagian besar hasil tangkapan ikan dipasarkan ke wilayah Tawau Malaysia dalam bentuk segar. Namun demikian, harga hasil tangkapan
tersebut dikendalikan oleh tauke di Tawau. Hal ini disebabkan adanya ketergantungan nelayan terhadap para pemilik modal tersebut melalui pedagang
pengumpul yang menjadi kepanjangan tangan tauke tersebut. Oleh karena itu ada beberapa kerugian yang dialami pihak Indonesia yaitu i nelayan mendapatkan
bagian keuntungan yang relatif kecil. Margin keuntungan terbesar diperoleh para pemilik modal dari Tawau Malaysia, ii Nunukan tidak mendapatkan nilai
tambah dari produk hasil tangkapan karena hampir sebagian besar hasil tangkapan dipasarkan dalam bentuk segar. Proses pengolahan pasca panen dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan perikanan di Tawau dan iii terdapat potensi kerugian negara akibat tidak diperolehnya pendapatan dari pemasaran produk perikanan ke
Tawau. Namun demikian, di sisi lain pemasaran hasil tangkapan ke wilayah
Tawau merupakan pilihan rasional untuk saat ini. Faktor kedekatan geografis, potensi pasar yang cukup besar sehingga mampu menyerap hasil tangkapan yang
ada, maupun karena relatif jauhnya Nunukan dengan wilayah lain di Indonesia yang dapat dijadikan pasar ada merupakan alasan nelayan memasarkan produknya
ke Tawau. Sehubungan dengan hal tersebut perlu ada skenario pengembangan pasar yang memberikan keadilan fairness dan dampak bagi pengembangan
ekonomi wilayah Nunukan. Ketergantungan nelayan pada pemilik modal dari Tawau merupakan
permasalahan mendasar dalam pengembangan pemasaran hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan
kemandirian dan posisi tawar nelayan ketika berhadapan dengan pedagang dan pemilik modal. Kemandirian merujuk pada pemahaman bahwa manusia sejati
adalah mereka yang berada di tengah-tengah orang banyak dan tetap menjaga independensi atau ketidaktergantungan pada orang lain Emerson 1996 dalam
Mardin 2009. Dalam konteks nelayan Nunukan kemandirian dimaksud adalah keterbebasan mereka dari subordinasinya dengan pemilik modal ; dalam arti
mereka mempunyai kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri dalam menjalankan usaha penangkapan ikan. Sedangkan posisi tawar merupakan
kekuatankelebihan yang dimiliki sehingga mereka mampu mempengaruhi orang lain supaya menerima keinginannya.
Kondisi nelayan Nunukan saat ini yang tidak mempunyai kemampuan yang menyebabkan mereka mempunyai kemandirian permodalan, intelektualitas,
pemasaran dan lain-lain. Hal ini terjadi karena mereka menjalankan usaha secara individual. Oleh karena itu salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam
menumbuhkan kemandirian dan posisi tawar ini adalah mengumpulkan mereka dalam suatu wadahperkumpulan. Wadah ini merupakan upaya penyatuan
kekuatan nelayan dalam menghadapi mitra kerja mereka seperti pemodal dan pedagang.
6 PENGEMBANGAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN