Penyusunan strategi pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan

demikian perlu langkah-langkah strategis dalam rangka menjadikan pasar Tawau lebih menguntungkan bagi kepentingan pelaku usaha perikanan di Nunukan dan peningkatan pendapatan nasional dari sektor perikanan. Hanya saja perlu adanya transformasi hubungan antara nelayan dan pemilik modal. Faktor utama yang menyebabkan kemandirian dan posisi tawar nelayan lemah selama ini karena mereka tidak mempunyai kekuatan modal dan kekuatan pemasaran. Oleh karena itu aktifitas yang diperlukan adalah penyediaan skema permodalan yang mampu mengimbangi kelebihan skema pembiayaan yang diberikan para pemilik modal dari Tawau. Berbagai kemudahan yang selama ini dirasakan nelayan dari hubungannya dengan pemilik modal menyebabkan mereka kurang memahami adanya aktifitas eksploitatif terhadap mereka. Mereka hanya merasakan bahwa pemilik modal merupakan dewa penolong di saat mereka memerlukan dana untuk berbagai keperluan yang tidak terbatas pada kebutuhan operasional melaut. Kemudahan-kemudahan tersebut adalah mereka bisa mendapatkan dana tanpa harus memberikan agunan, proses yang relatif cepat, dapat mengajukan setiap saat mereka perlu tanpa harus menunggu jam kerja dan dapat mencakup segala keperluan sehari-hari. Mengharapkan kemampuan mereka secara individu jelas tidak mungkin. Oleh karena itu mereka didorong untuk membentuk suatu perkumpulanasosiasi sebagai wadah penyatuan kepentingan mereka. Wadah inilah yang menjadi alat bagi mereka menghadapi tekanan dari mitra-mitra usaha mereka. Sehingga diharapkan hubungan eksploitatif yang selama ini berjalan dpat bergeser menjadi hubungan kemitraan yang lebih adil fair dan merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Adanya kemitraan tersebut memungkinkan untuk melakuka kontrak kerjasama pemasaran antara nelayan dengan para pemilik modal sehingga harga relatif stabil dan pasti. Upaya-upaya tersebut memerlukan suatu pemberdayaan dan pendampingan nelayan yang intensif yang bertujuan untuk memberikan kesadaran tentang permasalahan mendasar yang mereka hadapi, mengubah pola berfikir dari tadinya bersifat individualis menjadi bersifat kelompok, menyadarkan mereka akan kekuatan yang dimilikinya ketika mereka berkelompok. Dukungan pemerintah dalam berbagai hal tersebut sangat diperlukan baik baik dalam pembentukan lembaga dan penyertaan modal awal, pendampingan dan pemberdayaan maupun inisiasi kerjasama dengan pihak negara tetangga dalam upaya membangun aliansi strategis. Model konseptual yang menjelaskan hal tersebut disajikan pada Gambar 27. Pembentukan perkumpulan nelayan Kemitraan nelayan pedagang pengumpul dan pemilik modal Hubungan kekerabatan nelayan Peningkatan kemandirian dan posisi tawar nelayan Kontrak pemasaran dengan pedagang Tawau Pemberdayaan dan pendampingan nelayan Penyediaan modal awal Kestabilan harga dan kepastian pasar Fasilitasi kerjasama antar pemerintah Kebijakan pemerintah Gambar 27 Model konseptual bagi pemasaran dan hubungan sosial pada pengembangan perikanan tangkap di Nunukan

9.3.3 Sub sistem kelembagaan pengelolaan

Kelembagaan merupakan aturan main pada suatu komunitas atau secara lebih formalnya adalah perangkat kemanusiaan yang memulukan interaksi antar manusia. Sebagai konsekuensinya terdapat struktur insentif dalam interaksi manusia tersebut baik secara politik, sosial maupun ekonomi Charles, 2001. Bahasan kelembagaan mencakup dua aspek yaitu tata aturan pengelolaan dan organisasi pengelolaan. Tata aturan menjadi penting karena merupakan landasan yuridis formal yang menjadi pijakan bagi diselenggarakan suatu pengelolaan. Kajian mengenai tata aturan ketercakupan aturan, kontradiksi antar aturan dan kekosongan aturan. Berdasarkan kajian Bab 8 terlihat bahwa belum ada aturan yang secara eksplisit mengatur pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan yang sifatnya menyeluruh. Aturan yang ada hanya perizinan pengoperasian alat tangkap pukat hela di perairan Kalimantan Timur. Padahal permasalahan perikanan tangkap terlebih di wilayah perbatasan relatif lebih kompleks, karena tidak hanya terkait dengan interaksi antar komponen perikanan tangkap di dalam negeri tetapi juga terkait dengan pelaku perikanan dari negara yang berbatasan. Dalam konteks organisasi pengelola, aspek koordinasi menjadi fokus perhatian. Hal ini disebabkan karena relatif banyaknya institusi yang terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. Pengaturan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap di perbatasan ini hendaknya mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan perikanan tangkap secara keseluruhan yang mencakup tujuan pembangunan secara ekonomi, sosial dan lingkungan dimana dalam terminologi yang disampaikan Charles 2001 dikatakan sebagai tujuan biologikonservasi sumberdaya biologicalresource conservation, sosialpemerataan socialequity dan ekonomi economicproductivity. Lebih jauh Charles mempertajam tujuan-tujuan ekonomi yang mencakup i produksi ikan production of fish yang sangat penting dalam konteks pemenuhan pasokan bahan pangan, ii efisiensi ekonomi economic efficiency yang mengarah pada penggunaan input produksi yang lebih efisien, iii ketenagakerjaan employments yang sering menjadi tujuan utama dalam pembangunan perikanan, tidak hanya terkait dengan perikanan tangkap itu sendiri tetapi lebih luas dari itu untuk mendukung pembangunan masyarakat pedesaan dan stabilitas sosial dan iv pembayaran luar negerikeseimbangan pembayaran foreign exchangebalance of payment yang merupakan tujuan pada level nasional yaitu membawa pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks yang lebih luas tujuan pembangunan perikanan tersebut mendukung tujuan pembangunan sektor ekonomi yaitu diversifikasi industri industry diversification, stabilitas sosial politik sociopolitical stability, penurunan kesenjangan desa-kota decreasing rural-urban drift dan pemeliharaan