Lembaga Pengelola Wilayah Perbatasan
keterbatasan dalam penyediaan lapangan kerja membutuhkan wilayah yang mampu memberikan lapangan kerja tersebut. Di sisi lain, Tawau Malaysia
dengan berbagai kemajuan ekonominya membutuhkan tenaga kerja untuk menggerakkan perekonomian yang ada. Adanya orang-orang Nunukan yang
bekerja di sana memberikan solusi terhadap kebutuhan tersebut. Namun demikian, dalam konteks pembangunan ekonomi wilayah
Nunukan untuk jangka panjang, adanya migrasi atau mobilitas penduduk ke Tawau akan memberikan dampak terjadi perlambatan pembangunan di Kab
Nunukan. Tingkat perkembangan pembangunan kabupaten ini tidak akan mampu mengimbangi perkembangan Tawau atau apalagi melebihinya. Tenaga kerja di
Kabupaten Nunukan yang seharusnya diarahkan untuk mendukung pembangunan wilayahnya justru tidak ada dan lebih mendukung pembangunan ekonomi Tawau.
Meski mereka mendapatkan upah dari kegiatan di Tawau dan itu menjadi devisa bagi wilayah Nunukan, tapi tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan
dampak pengganda ekonomi yang dapat dihasilkannya apabila mereka beraktifitas dan mendukung pembangunan Kabupaten Nunukan. Hanya persoalannya adalah
bahwa saat ini di wilayah Nunukan sendiri tidak cukup lapangan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tersebut akibat terbatasnya aktifitas ekonomi
yang mampu menyediakan lapangan kerja yang memadai. Disamping itu, tingkat insentif yang diberikan masih relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan
bekerja di Tawau. Hal ini sejalan dengan pemikiran dasar dari Todaro 1999 mengenai model migrasi yang diantaranya menjelaskan bahwa migrasi tersebut
akan terus berlangsung apabila masih terdapat kesenjangan tingkat pendapatan antara desa dan kota tersebut. Besar kecilnya selisih tingkat pendapatan itu
sendiri ditentukan oleh dua variabel pokok yaitu selisih besaran upah aktual di kota dan desa atau besar kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di kota
yang menawarkan tingkat pendapatan sesuai dengan yang diharapkan. Mengatasi persoalan tersebut tentu perlu upaya-upaya yang dapat
mengurangi ketertarikan untuk beraktifitas dan bekerja di Tawau dan lebih memilih untuk membangun wilayahnya sendiri. Upaya-upaya tersebut
diantaranya adalah mengembangkan industri berbasis potensi lokal yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Tawau dengan berbagai
kelebihan ekonominya dapat menjadi peluang pasar bagi setiap produk yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut. Salah satu industri yang dapat
dikembangkan adalah industri berbasis perikanan tangkap. Komponen lingkungan strategis lainnya adalah ketersediaan infrastruktur
dasar wilayah terutama infrastruktur transportasi. Ketersediaan infrastruktur ini sangat penting untuk menggerakkan perekonomian wilayah. Terdapat keterkaitan
yang sangat erat antara infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa suatu barang akan mempunyai nilai ekonomi apabila barang
tersebut didistribusikan dan dipasarkan ke wilayah dengan tingkat permintaan yang lebih tinggi. Upaya pendistribusian akan dapat dilakukan apabila terdapat
mediamoda yang menghubungkan kedua wilayah tersebut. Polak dan Heertje, 2000 dalam Legowo 2009 mengatakan bahwa efek infrastruktur transportasi
yang permanen pada perekonomian adalah menyebabkan bertambahnya kuantitas faktor-faktor
produksi yang
diperlukan untuk
pengoperasian dan
pemeliharaannya. Salah satu jenis efek permanen yang perlu diperhatikan adalah yang disebut dengan ‖program‖ atau efek ‖spin-off.‖ Efek program menunjuk
pada perubahan tidak langsung dalam jangka panjang di dalam income, employment dan investasi pada sektor swasta, yaitu efek-efek yang mana didorong
oleh peluang baru yang ditawarkan oleh pembangunan atau perluasan infrastruktur.
Kondisi infrastruktur dasar di Kabupaten Nunukan masih relatif kurang memadai sebagaimana dijelaskan pada Tabel 39 dan Tabel 40 diatas dimana
kondisi infrastruktur transportasi masih kurang memadai. Hal ini berimplikasi pada rendahnya aksesibilitas dari dan ke Nunukan. Padahal kurangnya
aksesibilitas tersebut akan berdampak pada nilai barang yang dihasilkan Nunukan menjadi lebih rendah dan sebaliknya barang-barang yang masuk ke Nunukan akan
relatif lebih tinggi karena adanya tambahan biaya transportasi.
9 STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NUNUKAN
Penyusunan strategi pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan dilakukan dengan pendekatan sistem. Sistem sebagaimana dijelaskan
oleh para ahli merupakan kumpulan elemen-elemensub sistem yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Charles 2001 mengatakan bahwa sistem
perikanan terdiri dari tiga komponensub sistem utama yaitu sub sistem ekosistem alam, sumberdaya manusia dan manajemen. Kompoenen-komponen tersebut
saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam upayanya mencapai tujuan sistem pengelolaan perikanan tangkap. Tujuan pengelolaan perikanan tangkap itu sendiri
adalah tercapainya pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Bertanggung jawab artinya dalam melakukan pemanfaatan
tersebut harus memperhatikan kaidah-kaidah sesuai Code of Conduct for Responsible Fisheries. Sedangkan berkelanjutan artinya bahwa pemanfaatan
perikanan tangkap saat ini harus tetap memperhatikan ketersediaan sumberdaya ikan untuk generasi yang akan datang. Pearce dan Turner 1990 mengatakan
bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi, subject to pemeliharaan jasa dan kualitas
sumberdaya alam setiap waktu. Pembangunan ekonomi tidak hanya mencakup peningkatan pendapatan per kapita riil tetapi juga elemen-elemen lain dalam
kesejahteraan sosial. Pembangunan mencakup perubahan-perubahan struktural dalam ekonomi dan masyarakat. Pemeliharaan pelayanan service dan kualitas
stok sumberdaya setiap waktu, berimplikasi pada aturan -aturan pemanfaatan sumberdaya dapat pulih pada tingkat yang lebih rendah atau sama dengan tingkat
regenerasi dari sumberdaya yang bersangkutan dan penggunaan secara efisien sumberdaya tidak dapat pulih non renewable resources, subject to mencari
subtitusi sumberdaya dan kemajuan teknologi. Konsep berkelanjutan sebagaimana dikatakan Serageldin 1996
mencakup tiga dimensi yaitu dimensi tujuan ekonomi yang mencakup efisiensi, pemerataan dan pertumbuhan, dimensi tujuan sosial yang meliputi pemberdayaan,
partisipasi, mobilitas sosial, kohesi sosial, identitas budaya dan pembangunan
kelembagaan dan dan dimensi ekosistem yang meliputi integrasi ekosistem, daya dukung, biodiversity dan permasalahan-permasalahan global.
Sistem pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Nunukan dibangun oleh tiga sub sistem pengembangan yaitu sub sistem pengembangan
pemasaran produk perikanan yang menjelaskan mengenai pola distribusi hasil tangkapan dan pola interaksi sosial nelayan yang berpengaruh terhadap distribusi
hasil tangkapan, sub sistem pengembangan produksi perikanan tangkap yang menjelaskan potensi sumberdaya ikan, komoditas unggulan, kapal dan alat
tangkap, infrastruktur pelabuhan perikanan, pengolahan dan sumberdaya manusia, sub sistem kelembagaan pengelola perikanan tangkap yang menjelaskan
kelembagaan dan sub sistem lingkungan strategis yang mempengaruhi pengembangan perikanan tangkap. Dalam konteks interaksinya dengan wilayah,
maka sistem pengembangan perikanan tangkap ini akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis dimana sistem pengembangan perikanan tersebut berada.
Penyusunan strategi didasarkan pada kaidah-kaidah soft system methodology yang dikembangkan Checkland and Scholes 1990 dengan tahapan
sebagai berikut :