Pengembangan lingkungan strategis Kerangka Pikir Penelitian

Yogaswara 2003 mengkatagorikan permasalahan wilayah perbatasan kedalam 6 kelompok yaitu 1 masalah-masalah yang timbal oleh kondisi geografis dan demografis dimana wilayah perbatasan ini relatif terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang relatif rendah. Disamping itu tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah. Kondisi tersebut menyebabkan kemiskinan yang multidimensi yang dialami oleh sebagian besar masyarakat perbatasan, 2 Masalah-masalah konflik pertanahan yang menyangkut dua dimensi yaitu konflik pertanahan internal masyarakat intra suku, antar suku, masyarakat adat versus masyarakat pendatang, masyarakat adat versus perusahaan, masyarakat adat versus pemerintah dan konflik pertanahan karena persoalan garis batas dengan negara lain, 3 masalah-masalah ekonomi dimana aktifitas ekonomi di wilayah ini dapat mencakup aktifitas ekonomi subsisten dan ekonomi komersial, 4 masalah dan kebijakan politik yang dapat berupa sengketa klaim wilayah perbatasan, aktifitas militer, dijadikan basis gerakan separatas, daerah pengungsian, pas lintas batas, repatriasi pelintas batas, perdagangan lintas batas, pencemaran lingkungan dan patok-patok yang digeserkan 5 masalah dan kebijakan aspek budaza dimana di wilayah perbatasan ini sering terjadi kasus ―pembelahan kultural cultural cleavage yaitu suatu komunitas yang diasumsikan berasal dari akar budaya yang sama, tetapi oleh kebijakan politik antar negara akhirnya dibagi menjadi dua entitas dan 6 masalah-masalah daerah transit dimana terjadi aliran tenaga kerja ke negara-negara tetangga. Pada sebagian besar wilayah perbatasan terdapat kesenjangan pembangunan antara wilayah Indonesia dengan negara tetangga dimana pembangunan ekonomi negara tetangga relatif lebih maju. Hamid dan Mukti 2001 memberikan contoh perbandingan antara Indonesia dan Malaysia di wilayah perbatasan Kalimantan dimana kesenjangan tersebut terlihat jelas baik dari aspek infrastruktur, sosial dan ekonomi. Pada aspek inrfastruktur misalnya, kawasan perbatasan Malaysia memiliki aksesibilitas yang baik dimana jalan-jalan sudah di hotmix sampai ke desa-desa perbatasan, fasilitas sosial dan umum untuk tingkat desa dan kecamatan di Malaysia dengan jumlah penduduk yang relatif sama lebih baik sehingga investasi inrastruktur per kapitanya memang lebih baik. Fasilitas komunikasi dan informasi di Malaysia sangat baik, bahkan telah sampai ke desa-desa. Kesenjangan-kesenjangan tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial terutama akan melunturkan rasa berbangsa dan bernegara.

2.3 Sistem dan Permodelan

Permasalahan yang terjadi di dunia nyata kadang bersifat kompleks. Penyebab timbulnya permasalahan tersebut bisa lebih dari satu faktor yang saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, pemecahan yang dilakukan tentu harus pula mempertimbangan berbagai faktor penyebab dan keterkaitan-keterkaitannya. Pendekatan yang dilakukan dalam pemecahan masalah tersebut bersifat menyeluruh holistik yang kemudian dikenal dengan istilah pendekatan sistem. Definisi sistem dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Hartisari 2007 yang mengatakan bahwa sistem merupakan gugus atau kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Hal yang relatif sama dikemukakan oleh Gasperz 1992 yang mengatakan bahwa sistem merupakan sekumpulan elemen- elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Immegart 1972 dalam Tunas 2007 mengatakan bahwa sistem dapat dipahami sebagai ‖berbagai bentuk dari struktur atau operasi, konsep atau fungsi yang terdiri dari bagian-bagian yang bersatu dan terintegrasi. Sistem mempunyai tujuan dan merupakan totalitas yang terdiri dari bagian-bagian yang terstruktur dan saling berkaitan dalam wadah transformasi serta berintegrasi secara teratur dan dipengaruhi oleh aspek-aspek lingkungan. Berbagai definisi tersebut menjelaskan beberapa kesamaan yang terkandung dalam definisi sistem yaitu bahwa dalam sistem ada elemen-elemen pembentuknya, ada interaksi, ada keterkaitan dan adanya tujuan bersama yang hendak dicapai. Orientasi dari studi sistem pada hakekatnya adalah kebutuhan untuk menciptakan suatu sistem yang i sederhana, ii luwes fleksibel yaitu bahwa sistem harus mudah beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan lingkungannya iii dapat diandalkan reliability yaitu suatu sistem harus konsisten dan dapat diandalkan dalam operasi dan outputnya iv ekonomis v dapat diterima oleh para penggunanya Tunas, 2007. Sebagaimana dijelaskan bahwa sistem merupakan sesuatu kondisi yang kompleks. Kompleksitas tersebut menyulitkan para peneliti atau pelaku studi sistem untuk menggambarkan keadaan atarjadi dalam sistem. Oleh karena itu, para peneliti membutuhkan prototipe tertentu untuk menggambarkan suatu realita yang ada. Inilah yang kemudian dinamakan model. Pada dasarnya model merupakan abstraksi atau representasi dari statu keadaan di dunia nyata yang memungkinkan permasalahan-permasalahan di dunia nyata dapat lebih mudah untuk dicarikan penyelesaiannya. Secara lebih luas, Tunas 2007 mengatakan bahwa model adalah sesuatu yang mengungkap dan menjelaskan tentang hubungan dari berbagai komponen, aksi dan reaksi serta sebab akibat. Fauzi dan Anna 2005 mengibaratkan bahwa model itu merupakan jembatan antara dunia nyata real world dengan dunia berfikir thinking untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya model dibangun melalui suatu proses berfikir sehingga menghasilkan suatu pengertian dan pemahaman mengenai dunia nyata. Namun demikian pemahaman tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan realitas dunia, artinya bahwa terdapat irisan antara dunia nyata dengan dunia model. Disamping itu, model dirancang bukan untuk memecahkan masalah sekali untuk selamanya atau memecahkan semua masalah. Hal ini disebabkan karena sesuatu dapat merubah, mengalir dan tidak tetap. Tujuan penyusunan model dijelaskan oleh Hartisari 2007 yaitu i pemahaman proses yang terjadi dalam sistem ii melakukan prediksi, terutama model-model yang bersifat kuantitatif dan iii menunjang pengambilan keputusan. Model-model yang dibangun dapat diilustrasikan dalam berbagai bentuk seperti diagram, gambar, tabel dan matriks, hingga bentuk bentuk hubungan matematis. Pemilihan bentuk model sangat terkait dengan tujuan pembangunan model kemudahan dan keefektifan dalam dalam memecahkan permasalahan yang ada. Fauzi dan Anna 2005 menjelaskan bahwa model dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa katagori yaitu berdasarkan skala waktu yaitu model statik yang tidak mempertimbangkan waktu dan model dinamik yang memperhatikan aspek waktu ; berdasarkan penggunaan data yaitu model yang bersifat analitik dibangun tanpa mengandalkan data riil dan model empirik dibangun berdasarkan pengamatan empiris data riil ; berdasarkan ketidakpastian yaitu