Kecerahan Suhu Salinitas Kondisi Lingkungan Perairan

51 atraksi kesenian tradisional seperti Sikambang, Serampang 12 dan sebagainya. Menurut salah seorang staf pada Dinas Pariwisata dan kebudayaan setempat, kegiatan-kegiatan seperti ini perlu dikembangkan dalam upaya menarik wisatawan dari dalam dan luar daerah.

4.2. Kondisi Lingkungan Perairan

Hasil pengamatan terhadap parameter kondisi perairan di 11 lokasi penelitian yang mencakup Pulau Putih, Pulau Mansalar Bagian timur dan Pulau Janggi pada Bulan Mei Tahun 2009, umumnya me rata dan tidak ada perbedaan mencolok karena semua stasiun pengamatan masih dalam satu kawasan Tabel 20. Tabel 20. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan di lokasi penelitian Lokasi Stas iun Parameter Lingkungan Perairan Kecerahan Kedalaman Pengamatan m Suhu o C Salinitas 00 Kec. Arus cmdetik P.Putih P01 100 7 30 28 1.64 P02 100 4 30 28 6.30 P03 100 7 30 29 10.06 P04 100 6 31 28 3.40 Bagian Timur Pulau Mansalar M01 100 6 30 30 8.62 M02 100 5 29 28 5.24 M03 100 5 30 28 3.47 M04 100 6 32 28 1.89 M05 100 6 31 28 1.53 Pulau Janggi J01 100 5 32 27 2.38 J02 100 6 32 29 3.25 Sumber : Data primer 2009

4.2.1. Kecerahan

Dari seluruh stasiun pengamatan dimana pengambilan sampel dilakukan di daerah le reng terumbu dengan kedalaman 3-10 meter, masih terlihat dasar perairan atau tampak dasar 100. Hal ini disebabkan karena kawasan penelitian jauh dari pemukiman dan aliran sungai yang biasanya membawa lumpur pada saat hujan, di beberapa titik pantai sekitar stasiun penelitian M02 dan M04 ditemukan 52 mata air kecil yang mengalir ke laut yang ditandai denga n adanya komunitas mangrove. Namun hal ini tidak memberikan pengaruh pada lingkungan perairan. CRITC-COREMAP II-LIPI dalam laporannya mencatat bahwa penetrasi cahaya matahari di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah tampak dasar hingga kedalaman 15 meter. Kantor MNLH 1998 menetapkan NAB kecerahan adalah 3 meter untuk perikanan, 5 meter untuk koral dan 6 meter untuk pariwisata KMNLH in Baseline Ekologi Terumbu Karang Kabupaten Tapanuli Tengah, 2006.

4.2.2. Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang cukup mempengaruhi eksistensi sumberdaya hayati, baik diperairan pesisir maupun laut. Fluktuasi suhu perairan cenderung terbentuk karena perbedaan kedalaman perairan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kisaran suhu rata-rata yang diukur adalah berkisar 29-32 C. Kisaran suhu di kawasan perairan ini masih tergolong normal bagi perkembangan biota perairan seperti karang dan lain sebagainya. Nybakken, 1992 mengatakan bahwa terumbu karang tumbuh secara optimal pada suhu 23 - 25 C, dan dapat mentolerir suhu sampai kira – kira 36 - 40 C, tetapi tidak dapat bertahan pada suhu minimum tahunan dibawah 18 C.

4.2.3. Salinitas

Salinitas merupakan faktor pembatas yang sangat penting bagi karang maupun biota lain. Kadar salinitas suatu perairan dipenga ruhi oleh debit air tawar yang bercampur ke laut. Air tawar ini bersumber dari daratan melalui aliran sungai maupun curah hujan yang tinggi. Hasil pengukuran di lapangan menunjukan kisaran salinitas pada perairan Pulau Putih 28-29 00 . Perairan di sisi timur Pulau Mansalar memiliki kisaran salinitas sebesar 28-30 00 dan di perairan Pulau Janggi berkisar 27-29 00 . Salinitas di daerah ini termasuk rendah. Rendahnya salinitas ini diduga berhubungan dengan percampuran air hujan, karena selama seminggu sebelum pengambilan sampel terjadi hujan secara terus menerus sehingga menyebabkan kadar salinitas menjadi rendah. Kondisi ini tidak berpengaruh pada pertumbuhan karang. Thamrin 2006 menyatakan bahwa organisme karang dapat hidup dengan baik pada salinitas 34 00 -35 00 dan masih ditemukan pada perairan yang mempunyai kadar salinitas 27 00 -40 00 . 53

4.2.4. Kecepatan arus