77 Dalam pengembangan wisata bahari, perlu diperhatikan juga tingkat
kerentanan terumbu karang pengisi substrat dasar perairan karena masing- masing lifeform
karang memiliki daya tahan yang berbeda terhadap dampak kerusakan akibat snorkeling maupun selam. Berdasarkan analisis terhadap substrat dasar di
temukan bahwa karang jenis Non-Acropora lebih banyak ditemukan dibanding dengan jenis Acropora Tabel 23. Hal ini menunjukan bahwa kondisi karang
yang menjadi area wisata di kawasa Pulau Putih memiliki tingkat kerentanan yang tinggi.
Ditinjau dari nilai indeks kesesuaian wisata baik selam maupun snorkelling memiliki nilai yang relatif rendah dan hampir merata di masing- masing stasiun
yaitu dibawah 80. Ini artinya bahwa faktor-faktor penentu bagi kesesuaian wisata tersebut masih minim. Ekosistem terumbu karang yang menjadi objek
wisata perlu ditingkatkan kualitasnya karena mutu daya tarik kegiatan wisata bahari sangat tergantung pada sumberdaya alam, diantaranya terumbu karang,
dan apabila terjadi kerusakan akan menurunkan mutu daya tarik pariwisata di kawasan tersebut.
Jenis karang Acropora, Non-Acropora, soft coral dan berbagai lifeform karang lainnya dapat dinikmati pada zona-zona wisata yang telah diidentifikasi.
Jenis karang maupun ikan karang tersebut menyebar merata di seluruh kawasan. Disamping itu, beberapa jenis fauna seperti biawak dan camar laut menambah
variasi wisata di kawasan ini, karena destinasi ekowisata tidak tertuju pada satu tujuan saja melainkan keanekaragaman sumberdaya yang terdapat dikawasan
tersebut termasuk keindahan bentangan alamnya.
4.5. Daya Dukung Kawasan
Daya Dukung Kawasan DDK ditujukan untuk menghitung jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang
disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.
Dalam perspektif ekowisata bahari khususnya Snorkelling dan selam, komponen sumberdaya alam yang menentukan besarnya daya dukung kawasan
untuk menerima jumlah wisatawan adalah luas area terumbu karang.
78 Dengan menggunakan konsep DDK, diperoleh nilai daya dukung sebanyak
1 .
568 oranghari untuk luas area wisata snorkeling 39.191 ha, sedangkan untuk wisata selam dengan luas area 39.116 ha memiliki nilai daya dukung sebanyak
1 .
565 orang perhari. Mengingat kawasan Pulau Putih sebagai kawasan konservasi, maka perlu
menerapkan aturan pengusahaan kegiatan wisata dalam kawasan konservasi ya ng diatur oleh ketentuan PP No. 181994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Zona Pemanfaatan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam. Berdasarkan ketentuan tersebut, areal yang dizinkan untuk dikembangkan adalah 10 dari luas
zona pemanfaatan, sehingga daya dukung kawasan konservasi perlu dibatasi dengan Daya Dukung Pemanfaatan DDP dengan rumus :
DDP = 0.1 x DDK Dengan menggunakan formula di atas, maka diperoleh daya dukung
pemanfaatan untuk wisata bahari pada kawasan Pulau Putih sebesar 157 oranghari untuk wisata snorkelling dan 156 oranghari untuk wisata selam.
Dengan demikian, maka jumlah wisatawan rata-rata yang dapat ditampung pada kawasan wisata Pulau Putih sebanyak
313 oranghari. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa areal potensial secara ekologis kawasan Pulau Putih cukup banyak untuk
menampung jumlah wisatawan yang datang berwisata.
Tingginya jumlah wisatawan dengan pendekatan DDK ini disebabkan karena penghitungan jumlah wisatawan didasarkan pada lama waktu tiap aktivitas
wisata jam per hari tanpa memperhitungkan waktu untuk mobilisasi wisatawan waktu mobilisasi dianggap nol. Namun metode ini memiliki kelebihan karena
dapat menentukan secara detail jumlah wisatawan di tiap sub zona wisata berdasarkan
luas kawasan ruang dan sumberdaya yang sesuai.
Dixon et al. 1993 menggunakan data tutupan karang, keanekaragaman dan intensitas pengunjung untuk memperkirakan daya dukung Taman Laut Bonaire
Karibia yaitu sebanyak 200 .
000 orangtahun atau setara dengan 666 oranghari diasumsikan 300 hari dalam 1 tahun. Jumlah ini digunakan untuk menentukan
batas maksimum jumlah pengunjung pada kawasan wisata bahari di daerah tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan nilai daya dukung yang dihasilkan
pada kawasan Pulau Putih yang mencapai 313 oranghari. Selanjutnya diisyaratkan bahwa perlunya suatu evaluasi kegiatan wisata pada waktu-waktu
tertentu untuk mengontrol sejauh mana dampak kegiatan wisata pada terumbu karang yang dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari. Hal ini sesuai yang telah
79 dilakukan pada Taman Laut Bonaire Karibia yang akhirnya menetapkan sekitar
4500 orangtahun sebagai batas maksimum jumlah pengunjung. Jumlah ini ditentukan berdasarkan hasil evaluasi yang menunjukan indikasi kerusakan
terumbu karang yang ditimbulkan pengunjung yang melebihi 180 .
000 orangtahun dari 200
. 000 orangtahun yang diperkenankan sebelumnya.
Jumlah daya dukung kawasan pada masing- masing daerah tidak ada yang mutlak karena menggunakan metode yang berbeda. Schleyer dan Tomalin 2000
mengemukakan jumlah maksimum penyelam setiap tahunya pada daerah penyelaman di Sodwana Bay Afrika Selatan hanya 7
. 000 orangtahun atau hanya
sekitar 23 oranghari. Meskipun nilai DDK pada kawasan Pulau Putih tergolong tinggi, namun.
dalam pengembangannya diperlukan pendekatan secara hati-hati. Pengelolaan harus bercirikan konservatif, edukatif, dan adanya pemberdayaan masyarakat.
Fandeli et al. 2000 memasukan ke tiga hal tersebut sebagai ciri dalam pengembangan suatu ekowisata untuk menumbuhkan kesadaran manusia agar
tidak hanya sekedar menikmati yang ditawarkan dalam suatu ekowisata melainkan juga ikut terlibat memelihara, dalam arti mengkonservasi secara lengkap. Artinya
bahwa semua pihak yang terlibat wajib menghayati, bahwa sumberdaya alam tidak dapat dieksploitasi secara semena- mena tanpa batas. Disini pentingnya unsur
edukasi yang semestinya dipahami oleh semua yang terlibat dalam kepariwisataan, mulai dari pengelola hingga ke operator wisata di lapangan.
Secara teknis, unsur edukasi ini bisa dipraktekan di lapangan seperti memberikan breafing kepada wisatawan sebelum melakukan penyelaman maupun
snorkelling tentang petunjuk penyelaman yang benar dan hal-hal apa yang tidak
diperkenankan selama mereka beraktivitas. Hal ini tidak dimaksudkan membatasi kebebasan pengunjung melainkan menggiring wisatawan mengenal sumberdaya
itu sendiri sehingga bisa bersikap bertanggungjawab terhadap lingungan. Pemanfaatan perairan kawasan Pulau Putih sebagai lokasi wisata bahari
hendaknya mengacu kepada daya dukung lokasi penyelaman, karena degradasi terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan penyelaman telah dinilai dalam
hal penurunan persentase life hard coral cover Hawkins et al. 1999 atau meningkatnya kerusakan karang Schleyer dan Tomalin 2000. Kerusakan
terumbu karang akan menjadi minimal jika di suatu kawasan dikelola dengan pemanfaatan di bawah daya dukung kawasan tersebut, namun jika
80 pemanfaatannya di atas daya dukung, akan sangat meningkatkan kerusakan
terumb u karang Hawkins dan Roberts 1997. Selain daya dukung lingkungan carrying capacity diartikan sebagai
intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam, juga membatasi pembangunan fisik yang dapat mengganggu kesinambungan pembangunan
wisata. Sehubungan dengan rencana Pulau Mansalar sebagai kawasan ekowisata, maka pembangunan sarana fisik seperti penginapan tidak dianjurkan untuk
membangun penginapan klasifikasi hotel tetapi lebih bersifat ramah lingkungan, tradisional, dan terbatas seperti resor kecil dan pondok. Pembangunan fisik
sedapat mungkin tidak mengubah bentang alam tetapi lebih menyesuaikan pada kondisi yang ada, karena dalam pengembangan ekowisata, keaslian alam
merupakan prioritas untuk dipertahankan sehingga ekowisata tidak mengalami kejenuhan pasar dalam jangka waktu yang lama.
4.6. Nilai Ekonomi Wisata