Simpulan Saran Histology and physico chemical characteristic of seaweed Kappaphycus alvarezii from difference seeds original and harvesting time

Bastaman S. 1989. Studies On Degradation Extraction of Chitin and Chitosan From Prawn Shells Nephrops nevergicus. Belfast: The faculty Engineering of the Queendland University. P 4-26. Bixler HJ. 1996. Recent development in the manufacturing and marketing carrageenan. Hydrobiologia 326327:35-57. Blakemore WR , Harpel AR. 2010. Carragenan. Di dalam: Imeson A editor. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. Blackwell Publishing. USA. Hlm 73-93. [BSN]Badan Standardisasi Nasional. 01-2690. 2009. Rumput Laut Kering. Jakarta:Dewan Standardisasi Nasional. Caner C, Vergano PJ, Wiles JL. 1998. Chitosan film mechanical and permeation properties as affected by acid, plasticizer and storage. J Food Science 636: 1049-1053. Champbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2000. Biologi. Fifth edition. Addision Wesley Logman Inc. Chapman VJ, Chapman DJ. 1980. Seaweed and Their Uses. London:Hapman and Hall. Cutler DF, Botha T, Stevenson DW. 2007. Plant Anatomi. USA: Blackwell. Departemen Perdagangan. 1989. Ekspor Rumput Laut Indonesia. Jakarta. Hlm 57. Departemen Pertanian. 1995. Rumput Laut. Cara, Budidaya dan Pengolahannya. Kantor Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta. Hlm 35-41. Dinas Kelautan dan Perikanan Kobar. 2010. Profil Rumput Laut Kotawaringin Barat. Tidak dipublikasikan. Distantina S, Fadilah, Danarto YC, Wiratni, dan Fahrurrozi M.2009. Model Penentuan Viskositas Intrinsik Karagenan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Doty MS. 1987. The Production and Uses of Eucheuma. Di dalam: Doty MS. Caddy JF, Santelices B, editor. Studies of Seven Commercial Seaweed Resources . FAO Fish.Tech.Paper N0.281 Rome. Hlm 213-161. Fahmi A. 2009. Tingkat pencemaran logam berat dalam air laut dan sedimen di perairan ulau Muna, Kabaena, dan Buton Sulaweai Tenggara. Stasiun Penelitian Lapangan, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Makara Sains, 132:117-124. Fahn. 1991. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University press. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Hlm 13-175. Faridah DN, Kusmaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Penuntun Praktikum Analisis Pangan . Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Food Agricultural Oranization. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture dan Processing in China. Rome. FMC Corp. 1977. Carragenan. Marine Colloid Monograph Number One. Springfield, New Jerney. USA Marine Colloids Division FMC Corporation. Hlm 23-29. Food Chemical Codex. 1974. Seaweeds and their uses in Japan, Tokai University Press. Tokyo Gardner FP, Pearch RB, Mitchel RL. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Jakarta: Universitas Indonesia. Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industry.New York: Academic Press P 214- 224. Glicksman M.1983. Food Hydrocolloids. Florida. Volume II. CRS Press, Inc. Guiseley KB, Stanley NF, Whitehouse PA. 1980. Carragenan. Di dalam: Davids RL editor. Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London:Mc Graw Hill Book Company.Hlm 125-142. Hardjito L. 2006. Aplikasi Kitosan Sebagai Bahan Tambahan Makanan dan Pengawet . Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Herdini, Latifah KD, Purwatiningsih S. 2010. Disolusi mikroenkapsulasi kurkumin tersalut gel kitosan-alginat-glutaraldehida. Makara Sains, 141: 57-62. Hirano S. 1989. Production and application of chitin and chitosan in Japan.pp 37- 43. Di dalam: Skjak-Break G, Anthosen T, Standfoard P, editor. Chitin and Chitosan Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and application. Elsevier Applies Science, London and New York. 835 p. Indriani H, dan Sumiarsih E.1991. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Jusuf AA. 2009. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kawamura M, Mitsuhashi H, Tanibe H, Yoshi. 1993. Adsorption of metal ions on polyaminated highly poronschitosan chelating resin. Ind.Eng.Chem.Res 32:386-391. Lamkeys WJ. 2009. Nonstarch hydrocolloids. Di dalam: Ingredients In Meat Products . Rodrigo T editors. USE. Lestari EG. 2007. In vitro selection and somaclonal variation for biotic and abiotic stress tolerance. Biodiversitas. 73:297-301. Lobban CS, Harrison PJ 1994. Seaweed ecology and physiology. USA:Cambridge University Press. Manulang M. 1997. Karbohidrat Pangan. Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pelita Harapan. Matulessi LV. 2005. The Eucheuma Seaplant Handbook. Volume I: Agronomi, Biologi, dan Sistem Budidaya. Seaplantnet Technical Monograph No.0505-10A. McHough DJ. 2003. A Guide the Seaweed Industry. FAO. Rome. Miller JN, Whistler RL. 1973. Industrial Gum:Polysaccarides and their derivates 2 nd editon, New York :Academic Press. Mtolera MSP, Buriyo AS. 2004. Studies on Tanzanian Hypneaceae: Seasonal variation in content and quality of kappa-carrageenan from Hypnea musciformis Gigartinales : Rhodophyta . J Mar Sci 31:43–49. Mubarak H, Ilyas S, Ismail W, Wahyuni SI, Hartati ST, Pratiwi E, Jangkaru Z, Arifudin R. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Puslitbang Perikanan. Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Murdinah. 2008. Pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii [abstrak]. Di dalam: Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan; Yogyakarta, 26 Juli 2008. Yogyakarta:Universitas Gajahmada Pasca Sarjana.Hlm 19. Nurhayati APD, Abdulgani N, Febrianto R. 2006. Uji toksisitas ekstrak Eucheuma alvarezii terhadap Artemia salina sebagai studi pendahuluan potensi antikanker. Akta Kimindo 21:41-46. Parenrengi A, Sulaeman. 2007. Mengenal Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Maros: Balai Riset Perikanan Budidaya Air. Media Aquakultur 21:142- 146. Pitriana P. 2008. Bio Ekspo Menjelajah Dunia Dengan Biologi. Solo: Jatra Graphic. Rideout CS. 1997. Method for Extracting Semirefined Carrageenan from Seaweed . Grand Cayman : Freepatent. Risjani. 1999. Fisiologi nutrisi nitrogen tanaman laut Indonesia: Variasi pertumbuhan nitrogen internal Eucheuma cottonii dalam hubungan dalam nitrogen lingkungan. Hayati. 111:41-56. Rumapea N. 2009. Penggunaan kitosan dan polyaluminium chlorida PAC untuk Menurunkan Logam Besi Fe dan Seng Zn Dalam Air Gambut [tesis]. Sumatera Utara: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Medan Utara. Sadhori SN. 1992. Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Balai Pustaka. Salisbury FB dan Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Bandung: Institut Teknik Bandung. Sambut P. 2004. Sumberdaya Pesisir Dan Laut NTT. Jakarta: PT Rapih Budi Mulia. Sanford PA, Hutchings GP. 1987. Chitosan a natural cationic biopolimer: Comercial Applications In: Industrial polisaccharides. Elsevier Amsterdam. Hlm 365-371. Shahidi F, Janak KVA, Yon JJ. 1999. Food Aplications of Chitin Chitosans. Dept. of Biochemistry Memorial Univ of Newfounland.St Johns N.F. A. B. 3 YG Canada Elsevier Science Ltd. Silea L.M.Jalil dan Marsitha L. 2006. Penggunaan pupuk bionik pada tanaman rumput laut Eucheuma Sp [catatan penelitian]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sul-Teng: Unidayan. Soegiarto AW, Sulistijo, Mubarak H. 1978. Rumput Laut Algae. Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional.LIPI. Stanley N. 1987. Production, properties and uses of carragenan. Di dalam: McHough DJ, editor. Production and Utilization of Product from Commercial Seaweed . FAO Fish Tech Paper. 288:116-146. Steel RG, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosesur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugita P, Sjachriza A, Rachmanita. 2007. Sintesis dan optimalisasi gel Kitosan- Karboksimetil Selulosa. Departemen Kimia FMIPA IPB. J Alchemy 61:57-62. Suntoro HS. 1983. Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Sulaeman, A. Parenrengi, E. Suryati, and A.Tenriulo. 2005. Genetican and Morphological differences of two different variety of seaweed Kappaphycus alvarezii. Paper presented at World Aquaqulture Society , Denpasar 9-13 May 2005, 5-pp. Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992. Pengaruh berbagai isolasi khitin kulit udang terhadap mutunya [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Suptijah P. 2006. Deskriptif Karakteristik dan Aplikasi Kitin-Kitosan. Didalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan . Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Suptijah P, Hardjito L, Haluan J, Suhartono MT. 2009. Kitosan sebagai absorban impurity dalam pembuatan agar media. Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Balai Riset Kelautan dan Perikanan.Hlm 125-131. Suryaningrum TD.1988. Kajian sifat mutu komoditi rumput laut budi daya jenis Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suryaningrum TD, Soekarto ST, Manulang M. 1991. Identifikasi dan Sifat Fisika karagenan . Kajian mutu Komoditas Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. J Pen Perikanan Indones 69: 35-46. Suryaningrum TD, Utomo BSB. 2002. Petunjuk Analisis Rumput Laut dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Suryaningrum TD, Murdinah MD, Erlina. 2003. Pengaruh perlakuan alkali dan volume larutan pengekstrak terhadap mutu karaginan yang dihasilkan. J Pen Perikanan Indonesia 95: 65-76 Sudarmadji SH, Bambang, Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga .Yogyakarta: Liberty. Suntoro HS. 1983. Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Sutrian Y.2004. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan tentang sel dan jaringan . Jakarta: Rineka Cipta. Suyitno. 1992. Serat Makanan. Bahan Ajaran. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Stanley. N. 1987. Production, properties and uses of carrageenan. Di dalam Mc Hugh, DJ editor. Production and Utilization of Products from Commercial seaweeds . FAO Fish Tech Paper . 288:116-146. Syamsuar. 2006. Karakteristik karaginan rumput laut Eucheuma cottonii pada berbagai umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Towle GA. 1973. Carragenan. Di dalam:Whistler RL ed. Industrial Gums. Second Edition. New York:Academic Press. Hlm 83-114. Tsugita T. 1997. ChitinChitosan and Their Application. Biosci Res Lab Katokichi Ltd.Japan. Uju. 2005. Kajian proses pemurnian dan pengkonsentrasian karagenan dengan membran mikrofiltrasi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Utomo BSB, Satriyana N. 2006. Sifat fisiko-kimia agar dari rumput laut Gracilaria chilensis yang diekstrak dengan jumlah air yang berbeda. J ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indones 1:45-50. Widayati WE, Widada J, Soedarsonso J. 2007. Deteksi molekular bakteri endofit pada jaringan planlet tebu. Hayati 144:145-149. Wenno M. 2009. Karakteristik fisiko-kimia karaginan dari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thallus, berat bibit dan umur panen [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor:M-BRIO Press. Yanti L, Susilowati T, Wenten IG. 2001. Ultrafiltrasi ekstrak rumput laut. Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan proses; Semarang, 25-26 Juli. Yu-Feng Y, Xiu-Geng F, Jin-Ming S, Hai-Yan, Guang-Ce W, Ik KC. 2005. Growth of Gracilaria lemaneiformisunder different cultivation condition and its effects on nutrient removal in Chinese coastal waters. J. Aquaculture 254:228-225. Zamorano P, Recabarren H.Bost. 2002. Process for producing carrageenan with reduced amount of insoluble material. World Intellectual Property Organization. Patent No. WO 02057477 A1. Zatnika A, Angkasa WI. 1994. Pengaruh pemupukan sitozimcrop terhadap pertumbuhan E.cottonii. Prosiding Seminar Nasional Industri Rumput Laut. Jakarta. Hlm 119-122. Lampiran 1 Rumput laut yang di budidayakan oleh petani desa Teluk Bogam Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah Lampiran 2 Contoh tepung karagenan Kappaphycus alvarezii A asal bibit Kota Baru, B asal bibit pulau Karimun Lampiran 3 Biaya produksi karagenan dengan menggunakan kitosan No. Uraian Kebutuhan Jumlah Harga satuan Jumlah Rp 1 Alat : Kompor listrik 1 115.000 115.000 Panci Kaca tahan panas 1 250.000 250.000 Blender 1 200.000 200.000 Termometer 1 20.000 20.000 Pengaduk 2 15.000 15.000 Gelas Ukur 500 ml 1 15.000 15.000 catatan: Penyewaan oven listrik 24 jam 1 10.000 240.000 2 Bahan : Rumput laut kering kg 12 9.000 108.000 Kitosan kg 0.1 40.000 40.000 NaOH ltr 1 35.000 35.000 H2O2 ltr 1 45.000 45.000 Aquades ltr 60 2.000 120.000 Total 1.203.000 Asal bibit Kota Baru Asal bibit Pulau Karimun A B Lampiran 4 Prosedur pewarnaan toluidine blue 1. Melakukan proses deparafinasi dengan cara jaringan direndam dalam Xylol III, II, I masing-masing selama 2 menit 2. Kemudian dilanjutkan dengan rehidrasi yaitu merendam secara berturut-turut jaringan dalam larutan absolut III, II, I, alkohol 95, 90, 80, 70 masing- masing selama 1-2 menit 3. Setelah itu dicuci dengan Destillate Water selama 3-5 menit 4. Pewarnaan dilakukan dengan merendam jaringan dalam Toluidin blue selama 15-20 menit 5. Kemudian preparat dicuci dengan air Tap Water dan dibilas dengan DW secukupnya 6. Selanjutnya dideparafinasi dengan menggunakan alkohol 5 beberapa detik saja bila terlalu pekat 7. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan merendam jaringan dalam alkohol 70, 80, 90, 95 alkohol teknis, absolute I,II,III beberapa saat saja sampai satu menit 8. Setelah itu dilakukan proses clearing dengan merendam jaringan dalam xylol I, II, III secara berturut-turut beberapa saat saja samapi 1 menit, selanjutnya dilakukan mounting dengan menggunakan entelan dan tutup dengan cover glass . Lampiran 5 Hasil analisis ragam kadar air rumput laut kering K. alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit 27,751 1 27,751 2,275E3 .000 Umur panen 157,721 2 78,860 6,464E3 .000 Asal bibit umur panen 68,976 2 34488 2,827E3 .000 Error .146 12 .012 Total 12056,707 18 Corrected Total 254,595 17 Lampiran 6 Hasil uji Duncan kadar air rumput laut kering K.alvarezii Umur Panen Umur panen N Subset 1 2 3 60 hari 6 22,9283 45 hari 6 24,1583 30 hari 6 29,7317 Sig. 1,000 1,000 1,000 Lampiran 7 Hasil analisis ragam kadar abu rumput laut kering K.alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat Tengah F Sig. Asal bibit 6,102 1 6,102 130,409 .000 Umur panen 37,551 2 18,776 401,284 .000 Asal bibit umurPanen 47,082 2 23,541 503,134 .000 Error .561 12 .047 Total 4309,814 18 Corrected Total 91,297 17 Lampiran 8 Hasil uji Duncan kadar abu rumput laut kering K.alvarezii Umur Panen Umur panen N Subset 1 2 30 hari 6 14,2200 45 hari 6 14,3567 60 hari 6 17,3500 Sig. .295 1,000 Lampiran 9 Hasil analisis ragam kadar abu tidak larut asam rumput laut kering K.alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit 2,928 1 2,928 8,641E3 .000 Umur panen 3,874 2 1,937 5,715E3 .000 Asal bibit umur panen 6,312 2 3,156 9,313E3 .000 Error .004 12 .000 Total 53,798 18 Corrected Total 13,118 17 Lampiran 10 Hasil uji Duncan kadar abu tidak larut asam rumput laut kering K.alvarezii Umur Panen Umur Panen N Subset 1 2 3 60 hari 6 0,9200 45 hari 6 1,5350 30 hari 6 2,0550 Sig. 1,000 1,000 1,000 Lampiran 11 Hasil analisis ragam rendemen karagenan tepung K.alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit 17,204 1 17,204 1,214E4 ,000 Umur panen 553,492 2 276,746 1,954E5 ,000 Konsentrasi kitosan 1,253 2 .627 442,299 ,000 Asal bibit umur panen 16,128 2 8,064 5,692E3 ,000 Asal bibit konsentrasi kitosan 28,074 2 14,037 9,909E3 ,000 Umur panen konsentrasi kitosan 4,843 4 1,211 854,576 ,000 Asal bibit Umur panen konsentrasi kitosan 6.282 4 1,570 1,109E3 ,000 Error ,051 36 ,001 Total 30290,178 54 Corrected Total 627,326 53 Lampiran 12 Hasil uji Duncan rendemen tepung karagenan Umur Panen Umur Panen N Subset 1 2 3 30 hari 18 19,1283 45 hari 18 24,3883 60 hari 18 26,7956 Sig. 1,000 1,000 1,000 Konsentrasi Kitosan Konsentrasi Kitosan N Subset 1 2 3 0,05 18 23,2394 0,15 18 23,4628 0,10 18 23,6100 Sig. 1,000 1,000 1,000 Lampiran 13 Hasil analisis ragam kadar air karagenan tepung K.alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit ,043 1 ,043 ,086 ,771 Umur panen 8,769 2 4,385 8,840 ,001 Konsentrasi kitosan 1,566 2 ,783 1,579 ,220 Asal bibit umur panen 1,438 2 ,719 1,450 ,248 Asal bibit konsentrasi kitosan ,217 2 ,109 ,219 ,804 Umur panen konsentrasi kitosan ,663 4 ,166 ,334 ,853 Asal bibit umur panen konsentrasi kitosan 3,252 4 ,813 1,639 ,186 Error 17,855 36 ,496 Total 7559,845 54 Corrected Total 33,803 53 Lampiran 14 Hasil uji Duncan kadar air tepung karagenan Umur Panen Umur panen N Subset 1 2 30 hari 18 11,4028 45 hari 18 11,6578 60 hari 18 12,3561 Sig. ,285 1.000 Konsentrasi Kitosan Konsentrasi kitosan N Subset 1 0,05 18 11,6756 0,15 18 11,6950 0,10 18 12,0461 Sig. ,144 Lampiran 15 Hasil analisis ragam kadar abu karagenan tepung K.alvarezi Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit 37,817 1 37,817 363,382 ,000 Umur panen 21,332 2 10,666 102,490 ,000 Konsentrasi kitosan 4,747 2 2,373 22,804 ,000 Asal bibit umur panen 2,802 2 1,401 13,464 ,000 Asal bibit konsentrasi kitosan ,337 2 ,169 1,619 ,212 Umur panen konsentrasi kitosan ,204 4 ,051 ,489 ,744 Asal bibit Umur panen konsentrasi kitosan 1,404 4 ,351 3,373 ,019 Error 3,747 36 ,104 Total 15080,724 54 Corrected Total 72,390 53 Lampiran 16 Hasil uji Duncan kadar abu karagenan tepung K.alvarezii Umur Panen Umur panen N Subset 1 2 3 30 hari 18 16,0233 45 hari 18 16,4683 60 hari 18 17,5222 Sig. 1,000 1,000 1,000 Konsentrasi Kitosan Konsentrasi Kitosan N Subset 1 2 3 0,15 18 16,3517 0,10 18 16,5961 0,05 18 17,0661 Sig. 1,000 1,000 1,000 Lampiran 17 Hasil analisis ragam kekuatan gel karagenan tepung K.alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit 112941,211 1 112941,211 1,922E3 ,000 Umur panen 139488,540 2 69744,270 1,187E3 ,000 Konsentrasi kitosan 577,803 2 288,902 4,916 ,013 Asal bibit umur panen 29400,540 2 14700,270 250,118 ,000 Asal bibit konsentrasi kitosan 728,100 2 364,050 6,194 ,005 Umur panen konsentrasi kitosan 342,248 4 85,562 1,456 ,236 Asal bibit umur panen konsentrasi kitosan 334,203 4 83,551 1,422 ,247 Error 2115,837 36 58,773 Total 3479815,715 54 Corrected Total 285928,483 53 Lampiran 18 Hasil uji Duncan kekuatan gel karagenan tepung K.alvarezii Umur Panen Umur Panen N Subset 1 2 3 30 hari 18 1,8047 60 hari 18 2,4418 45 hari 18 3,0495 Sig. 1,000 1,000 1,000 Konsentrasi Kitosan Konsentrasi Kitosan N Subset 1 2 0,05 18 2,3984 0,10 18 2,4212 0,15 18 2,4764 Sig. ,380 1,000 Lampiran 19 Hasil analisis ragam viskositas karagenan tepung K.alvarezii Sumber keragaman Jumlah kuadrat dB Kuadrat tengah F Sig. Asal bibit 44,845 1 44,845 72,821 ,000 Umur panen 926,505 2 463,252 752,253 ,000 Konsentrasi kitosan 1269,489 2 634,745 1,031E3 ,000 Asal bibit umur panen 495,105 2 247,553 401,988 ,000 Asal bibit konsentrasi kitosan 167,133 2 83,566 135,699 ,000 Umur panen konsentrasi kitosan 121,189 4 30,297 49,198 ,000 Asal bibit umur panen konsentrasi kitosan 48,541 4 12,135 19,706 ,000 Error 22,170 36 .616 Total 88182,399 54 Corrected Total 3094,976 53 Lampiran 20 Hasil uji Duncan viskositas karagenan tepung K.alvarezii Umur Panen Umur Panen N Subset 1 2 3 45 hari 18 34,3472 60 hari 18 40,2983 30 hari 18 44,4394 Sig. 1,000 1,000 1,000 Konsentrasi Kitosan Konsentrasi Kitosan N Subset 1 2 3 0,15 18 34,3356 0,10 18 38,6706 0,05 18 46,0789 Sig. 1,000 1,000 1,000 ABSTRACT ERIKA YUNIATI, Histology and physico chemical characteristic of seaweed Kappaphycus alvarezii from difference seeds original and harvesting time. Supervised by AGOES MARDIONO JACOEB and PIPIH SUPTIJAH. Indonesia is a rich country of natural resources, specially aquatic resources. One of them is seaweed that is a potential commodity that has a good prospect and high economic value. Kappaphycus alvarezii is also known by the trade name of Eucheuma cottonii is one of the class Rhodophyceae red seaweeds producing carrageenan. Carrageenan is located in the middle of lamella in the cell wall of plant forming a condensed material. Histology on seaweed aimed to observe changes in the structure of organs in some harvesting time. Histology on seeds origin from Kota Baru showed round shapes and seeds origin from Karimun tended to oval shapes after using thoulidin blue. Increasing in age of plant, the organs tended to irregular shapes. Carrageenan is a hydrocolloid secondary metabolite that is chain length polysaccharide resulted from the extraction of dried seaweed Kappaphycus alvarezii. Carrageenan is useful as gelling mixtures agent, stabilizer, emulsifier, suspending agent, and dispersing agent. The quality of carrageenan is influenced by several factors such as cultivation method, raw materials used, and methods of extraction. Dried seaweeds were taken from the Bogam Bay Kotawaringin Barat, County District Kumai, Central Kalimantan. The seeds origin of the seaweed were from two different places those are Kota Baru and Karimun Island. Both of the seeds were from aid of Marine And Fisheries Affairs of Kotawaringin Barat Regency. The observation was done on 30, 45 and 60 days of harvesting time. Water content, ash and acid insoluble ash content were analyzed. Addition of 0.05, 0.10, 0.15 chitosan in the extraction process aimed to refining, improving the quality of carrageenan, and reducing of chemicals materials during the process. This research resulted that only the 30 days of harvesting seaweed showed the difference structure of organs either seed from Kota Baru or Karimun Island. The yields, water content, ash content, gel strength, and viscosity were analyzed on carrageenan powder. it was obtained that seeds origin from Kota Baru which were harvested within 45 days, and addition of 0.10 chitosan in extraction process was the best quality of carrageenan. While the origin seed from Karimun Island has the best quality for 45 days harvesting with the addition of 0.15 chitosan. Heavy metal, whiteness, sulphate content, swelling point, and melting point were analyzed on the best carrageenan from both seeds origin. Keywords: carrageenan, Kappaphycus alvarezii, seeds origin, harvesting time, extraction using chitosan. 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek cerah. Sebagai produsen rumput laut, Indonesia termasuk negara terbesar ketiga setelah China dan Filipina. Beberapa jenis rumput laut sangat potensial digunakan di berbagai industri sebagai sumber karagenan, agar-agar dan alginat. Karaginofit dan agarofit berasal dari rumput laut merah Rhodophyceae yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan dan agar. Sedangkan alginat mengandung bahan utama polisakarida alginat yang berasal dari rumput laut coklat Phaeophyceae Sadhori 1992. Rumput laut dari jenis Kappaphycus alvarezii menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut karagenan. Karagenan adalah senyawa hidrokoloid yaitu polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut Eucheuma sp, Chondrus sp, Hypnea sp, dan Gigartina sp. Penggunaan karagenan telah meluas pada produk pangan dan non pangan. Kurang lebih 80 produksi karagenan digunakan pada industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada produk pangan karagenan digunakan untuk gel dalam selai, sirup, saus, makanan bayi, produk susu, daging, ikan, bumbu dan sebagainya. Senyawa ini dapat juga digunakan untuk mengentalkan bahan bukan pangan seperti odol, shampoo, dan hasilnya digunakan juga untuk industri tekstil dan cat Angka dan Suhartono 2000. Senyawa hidrokoloid berfungsi sebagai pembentuk gel gelling agent, penstabil stabilizer, pengemulsi emulsifier, pensuspensi suspending agent dan pendispersi. Karagenan yang dihasilkan dari rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii yaitu jenis kappa-karagenan. Permintaan pasar terhadap kappa- karagenan lebih besar dari pada iota-karagenan, hal ini disebabkan oleh tingkat pertumbuhan kappa-karagenan dari K.alvarezii lebih cepat dibandingkan karagenofit dari Eucheuma spinosum Mtolera and Buriyo 2004. Nilai jual rumput laut Kappaphycus alvarezii kering US 0,3kg, dalam bentuk semi refined carrageenan berharga US 6kg, dan US 10kg dalam bentuk jadi refined carrageenan. Kebutuhan produk olahan rumput laut diprediksi terus meningkat, seiring kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke produk-produk hasil alam back to nature. Pada tahun 2006-2010 prediksi pasar dunia produk olahan rumput laut meningkat sekitar 10 setiap tahun untuk karagenan semirefine SRC, agar dan alginat untuk industri sementara untuk makanan membutuhkan karagenan refine sebesar 5. Rumput laut yang telah diolah memiliki nilai tambah 20-30 kali lipat daripada sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan perusahan-perusahan besar karagenan dunia lebih tertarik dan memfokuskan produksinya pada refined carrageenan hingga mencapai 80-85 dari total kapasitasnya McHough 2003. Indonesia saat ini diperkirakan memiliki 26 perusahaan pengolahan rumput laut yang sudah beroperasi. Namun industri karagenan masih dalam skala kecil karena hanya mampu memproduksi karagenan di bawah satu ton perhari. Investasi masih sangat minim, oleh sebab itu ekspor rumput laut secara mentah lebih mudah dibandingkan hasil karagenan atau produk lainnya. Data prediksi pasar dunia terhadap produk karagenan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Prediksi kebutuhan dunia terhadap rumput laut sebagai penghasil karagenan Ton Jenis Produk 2006 2007 2008 2009 2010 Karagenan RC 20.160 27.470 28.850 30.285 31.800 Karagenan SRC 33.350 36.950 40.355 44.390 48.830 Kebutuhan bahan baku: Jenis Eucheuma sp 202.300 218.100 235.300 253.900 274.100 Jenis Selai Eucheuma sp 35.700 38.500 41.500 44.800 48.400 Sumber: Anggadiredja 2005 diacu dalam Anngadiredja et al. 2007 Kandungan dan komposisi kimia rumput laut dipengaruhi oleh jenis rumput laut, fase, umur panen dan cara penanganannya, misalnya pada jenis rumput laut Eucheuma diduga akan lebih banyak mengandung zat karagenan bila dipanen pada umur 2-3 bulan daripada pemanenan pada umur dua atau tiga minggu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi mutu karagenan adalah umur panen rumput laut, konsentrasi bahan pengekstrak, dan lama ekstraksi Syamsuar 2006. Proses produksi refined carrageenan meliputi pencucian, ekstraksi, penyaringan, pemurnian, pengeringan, penepungan. Metode ekstraksi karagenan yang umum digunakan yaitu dengan merebus rumput laut dalam larutan alkali kemudian disaring, dijendalkan, dipres dan dikeringkan kembali. Proses pemurnian bertujuan untuk menghilangkan komponen tidak larut air, yaitu selulosa, hemiselulosa, β-glucan, senyawa protein, senyawa lemak dan polimer lainnya. Selulosa dan pigmen yang tidak dapat dipisahkan akan menyebabkan karagenan yang dihasilkan berwarna keruh Zamorano et al. 2002. Bahan kimia KCl dan alkohol merupakan bahan yang biasa digunakan pada proses pembuatan karagenan. Pada beberapa penelitian kedua bahan ini dipilih karena mampu meningkatkan rendemen dan kekentalan yang lebih baik daripada alkali yang lain. Akan tetapi pada proses pembuatan karagenan diperlukan bahan kimia yang cukup banyak sehingga kurang ekonomis serta berpengaruh kurang baik bagi kesehatan. Sebagai contoh pembuatan karagenan dengan menggunakan alkohol 1,5-4 kali volume filtrat Gliksman 1983. Pemurnian karagenan dengan kitosan merupakan salah satu cara yang tepat karena berasal dari bahan alami. Kitosan sebagai polimer alami dihasilkan dari hewan berkulit keras terutama dari laut misalnya kulit udang, rajungan, kepiting dan cumi-cumi. Kitosan bersifat higroskopis, yang berarti mampu menyerap air dari lingkungan sekitar. Metode ekstraksi absorbsi impurity oleh kitosan sebagai absorban menghasilkan karagenan yang bermutu tinggi dan aman bagi kesehatan Suptijah et al. 2009. Teluk Bogam merupakan kawasan pesisir laut pertama di Kalimantan Tengah sebagai tempat budi daya rumput laut. Kegiatan ini telah dilakukan oleh masyarakat sekitar sejak tahun 2007 hingga sekarang. Akan tetapi terkendala masalah pemasaran dan kondisi cuaca yang sering berubah maka pembudidayaan kurang berkembang. Uji coba dilakukan oleh petani menggunakan dua asal bibit rumput laut dari jenis K.alvarezii Dinas Kelautan dan Perikanan Kobar 2010. K.alvarezii adalah salah satu jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki teknologi mudah, harga relatif murah, serta metode pasca panen yang tidak sulit. Selain digunakan sebagai bahan industri juga dapat diolah menjadi makanan yang dapat dikonsumsi secara langsung baik dalam keadaan mentah atau dimasak sebagai sayur Sambut 2004. Bibit rumput laut yang dibudidayakan berasal dari spesies sama. Bibit yang berasal dari dua daerah yaitu Kota Baru bibit merah dan pulau Karimun bibit jumbo . Belum ada penelitian mengenai kandungan kimia dan karagenan dari kedua jenis bibit yang dibudidayakan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian awal terhadap mutu dan kualitas karagenan rumput laut kering hasil budidaya petani rumput laut di desa Teluk Bogam dengan mengamati berdasarkan spesies yang sama Kappaphycus alvarezii namun asal bibit dan umur panen yang berbeda dengan penambahan konsentrasi kitosan terbaik terhadap mutu karagenan yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada petani supaya rumput laut dapat dipanen pada umur yang tepat dan asal bibit yang lebih berkualitas, sehingga dapat meningkatkan harga jual rumput laut kering yang dibudidayakan.

1.2 Perumusan Masalah

Komoditi hasil laut khususnya rumput laut memiliki peluang besar di pasar internasional. Hal ini menyebabkan rumput laut alga menjadi salah satu komoditi andalan bagi negara-negara penghasil alga di dunia termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 buah dan panjang garis pantai 81.000 km mempunyai potensi yang besar untuk membudidayakan rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas andalan karena mudah dibudidayakan dengan infestasi yang relatif kecil dan prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat pantai. Kappaphycus alvarezii yaitu alga dari kelas Rhodophyceae merupakan salah satu jenis alga merah yang mempunyai nilai ekonomis karena sebagai salah satu penghasil karagenan yang memiliki peranan penting dibidang industri makanan, kosmetik, bioteknologi dan industri nonpangan. Kitosan sebagai absorben pada proses pemurnian diharapkan dapat menghasilkan karagenan murni dan berkualitas. Spesies rumput laut, umur panen, dan cara ekstraksi mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen karagenan yang dihasilkan. Usaha dalam mengolah rumput laut menjadi produk setengah jadi masih jarang dilakukan oleh nelayan di Indonesia. Padahal usaha ini dapat memberikan nilai tambah yang cukup besar. Belum adanya realisasi usaha kearah ini mungkin karena kurangnya informasi kepada masyarakat mengenai jenis senyawa