Latar Belakang Histology and physico chemical characteristic of seaweed Kappaphycus alvarezii from difference seeds original and harvesting time
terus meningkat, seiring kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke produk-produk hasil alam back to nature. Pada tahun 2006-2010 prediksi pasar
dunia produk olahan rumput laut meningkat sekitar 10 setiap tahun untuk karagenan semirefine SRC, agar dan alginat untuk industri sementara untuk
makanan membutuhkan karagenan refine sebesar 5. Rumput laut yang telah diolah memiliki nilai tambah 20-30 kali lipat daripada sebelumnya. Hal ini yang
menyebabkan perusahan-perusahan besar karagenan dunia lebih tertarik dan memfokuskan produksinya pada refined carrageenan hingga mencapai 80-85
dari total kapasitasnya McHough 2003. Indonesia saat ini diperkirakan memiliki 26 perusahaan pengolahan rumput
laut yang sudah beroperasi. Namun industri karagenan masih dalam skala kecil karena hanya mampu memproduksi karagenan di bawah satu ton perhari.
Investasi masih sangat minim, oleh sebab itu ekspor rumput laut secara mentah lebih mudah dibandingkan hasil karagenan atau produk lainnya. Data prediksi
pasar dunia terhadap produk karagenan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Prediksi kebutuhan dunia terhadap rumput laut sebagai penghasil
karagenan Ton
Jenis Produk 2006
2007 2008
2009 2010
Karagenan RC 20.160
27.470 28.850
30.285 31.800
Karagenan SRC 33.350
36.950 40.355
44.390 48.830
Kebutuhan bahan baku: Jenis Eucheuma sp
202.300 218.100
235.300 253.900
274.100 Jenis Selai Eucheuma sp
35.700 38.500
41.500 44.800
48.400 Sumber: Anggadiredja 2005 diacu dalam Anngadiredja et al. 2007
Kandungan dan komposisi kimia rumput laut dipengaruhi oleh jenis rumput laut, fase, umur panen dan cara penanganannya, misalnya pada jenis rumput laut
Eucheuma diduga akan lebih banyak mengandung zat karagenan bila dipanen
pada umur 2-3 bulan daripada pemanenan pada umur dua atau tiga minggu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi mutu karagenan adalah umur panen
rumput laut, konsentrasi bahan pengekstrak, dan lama ekstraksi Syamsuar 2006. Proses produksi refined carrageenan meliputi pencucian, ekstraksi,
penyaringan, pemurnian, pengeringan, penepungan. Metode ekstraksi karagenan
yang umum digunakan yaitu dengan merebus rumput laut dalam larutan alkali kemudian disaring, dijendalkan, dipres dan dikeringkan kembali. Proses
pemurnian bertujuan untuk menghilangkan komponen tidak larut air, yaitu selulosa, hemiselulosa,
β-glucan, senyawa protein, senyawa lemak dan polimer lainnya. Selulosa dan pigmen yang tidak dapat dipisahkan akan menyebabkan
karagenan yang dihasilkan berwarna keruh Zamorano et al. 2002. Bahan kimia KCl dan alkohol merupakan bahan yang biasa digunakan pada
proses pembuatan karagenan. Pada beberapa penelitian kedua bahan ini dipilih karena mampu meningkatkan rendemen dan kekentalan yang lebih baik daripada
alkali yang lain. Akan tetapi pada proses pembuatan karagenan diperlukan bahan kimia yang cukup banyak sehingga kurang ekonomis serta berpengaruh kurang
baik bagi kesehatan. Sebagai contoh pembuatan karagenan dengan menggunakan alkohol 1,5-4 kali volume filtrat Gliksman 1983.
Pemurnian karagenan dengan kitosan merupakan salah satu cara yang tepat karena berasal dari bahan alami. Kitosan sebagai polimer alami dihasilkan dari
hewan berkulit keras terutama dari laut misalnya kulit udang, rajungan, kepiting dan cumi-cumi. Kitosan bersifat higroskopis, yang berarti mampu menyerap air
dari lingkungan sekitar. Metode ekstraksi absorbsi impurity oleh kitosan sebagai absorban menghasilkan karagenan yang bermutu tinggi dan aman bagi kesehatan
Suptijah et al. 2009. Teluk Bogam merupakan kawasan pesisir laut pertama di Kalimantan
Tengah sebagai tempat budi daya rumput laut. Kegiatan ini telah dilakukan oleh masyarakat sekitar sejak tahun 2007 hingga sekarang. Akan tetapi terkendala
masalah pemasaran dan kondisi cuaca yang sering berubah maka pembudidayaan kurang berkembang. Uji coba dilakukan oleh petani menggunakan dua asal bibit
rumput laut dari jenis K.alvarezii Dinas Kelautan dan Perikanan Kobar 2010. K.alvarezii
adalah salah satu jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki teknologi mudah, harga relatif murah, serta metode pasca panen
yang tidak sulit. Selain digunakan sebagai bahan industri juga dapat diolah menjadi makanan yang dapat dikonsumsi secara langsung baik dalam keadaan
mentah atau dimasak sebagai sayur Sambut 2004.
Bibit rumput laut yang dibudidayakan berasal dari spesies sama. Bibit yang berasal dari dua daerah yaitu Kota Baru bibit merah dan pulau Karimun bibit
jumbo . Belum ada penelitian mengenai kandungan kimia dan karagenan dari
kedua jenis bibit yang dibudidayakan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian awal terhadap mutu dan kualitas karagenan rumput laut kering hasil
budidaya petani rumput laut di desa Teluk Bogam dengan mengamati berdasarkan spesies yang sama Kappaphycus alvarezii namun asal bibit dan umur panen
yang berbeda dengan penambahan konsentrasi kitosan terbaik terhadap mutu karagenan yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi kepada petani supaya rumput laut dapat dipanen pada umur yang tepat dan asal bibit yang lebih berkualitas, sehingga dapat meningkatkan harga jual
rumput laut kering yang dibudidayakan.