1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah pokok dan paling sering dihadapi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha apa pun selalu tidak terlepas dari kebutuhan akan
dana modal untuk membiayai usahanya. Kebutuhan akan dana ini diperlukan baik untuk modal investasi maupun modal kerja. Dana yang dibutuhkan bisa
diperoleh baik melalui pembiayaan dari dalam perusahaan internal financing maupun pembiayaan dari luar perusahaan external financing. Sumber
pembiayaan modal internal adalah berupa pemanfaatan laba yang ditahan retained earning, yaitu laba yang tidak dibagikan sebagai dividen. Sumber
pembiayaan eksternal diperoleh perusahaan dengan melakukan pinjaman kepada pihak lain atau memperoleh dana melalui pasar modal Semmler dan Mateane,
2012. Pasar modal capital market adalah pasar yang menyediakan sumber
pembelanjaan dengan jangka waktu yang relatif panjang, yang diinvestasikan pada barang modal untuk menciptakan dan memperbanyak alat-alat produksi dan
akhirnya meningkatkan keuntungan perusahaan. Sebuah perusahaan dapat menerbitkan instrumen keuangan di pasar modal dalam upaya memperoleh dana.
Hal ini terkait dengan salah satu fungsi dari pasar modal, yakni memfasilitasi pemindahan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana lenders kepada pihak
2
yang membutuhkan dana borrower Situmorang, 2008:4. Salah satu instrumen pasar modal yang diperjualbelikan di pasar modal adalah obligasi.
Obligasi merupakan salah satu sumber pendanaan financing bagi pemerintah dan perusahaan, yang dapat diperoleh dari pasar modal. Obligasi
adalah surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga
pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut Latumaerissa, 2011: 366.
Beberapa penulis menjelaskan alasan perusahaan menerbitkan obligasi. Menurut Keown et al., 2011: 237 obligasi merupakan sekuritas yang sangat
disukai karena biaya untuk menerbitkannya cukup murah dibandingkan dengan mengeluarkan saham, selain itu obligasi juga mempunyai efek tax shield bagi
perusahaan. Rahardjo 2004 dalam Sejati 2010: 70 menyatakan obligasi merupakan sumber pendanaan yang lebih disukai perusahaan dibanding
peminjaman di lembaga perbankan karena adanya pengetatan prosedur pinjaman di lembaga perbankan sehingga pihak perusahaan yang sedang membutuhkan
dana untuk ekspansi bisnis mulai melirik instrumen obligasi sebagai salah satu alternatif penggalangan dana.
Selain perusahaan penerbit emiten, para investor juga mulai menyukai pasar obligasi. Menurut Linandarini 2010 obligasi menarik bagi investor
dikarenakan kelebihan dalam hal keamanannya bila dibandingkan dengan saham, yaitu 1 volatilitas saham lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi sehingga
3
daya tarik saham berkurang, dan 2 obligasi menawarkan tingkat return yang positif dan memberikan pendapatan yang tetap.
Meskipun obligasi relatif lebih aman daripada saham, obligasi juga memiliki risiko, yaitu default risk. Default risk adalah peluang emiten atau
peminjam akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya Linandarini, 2010.
Salah satu sinyal yang dapat digunakan untuk mengetahui risiko gagal bayar default risk obligasi adalah peringkat obligasi. Menurut Altman and
Nammacher 1968 dalam Raharja dan Sari 2008 peringkat obligasi sangat penting bagi investor karena mampu memberikan pernyataan informatif dan
memberikan signal tentang kemungkinan kegagalan hutang suatu perusahaan. Sebelum obligasi dikeluarkan oleh perusahaan, akan dilakukan proses
pengujian terhadap obligasi dimana di Indonesia dilakukan oleh Bapepam-LK selaku pengawas pasar modal dan dilakukan pengujian peringkat Rating oleh
agen pemeringkat obligasi Rating Agency. Peraturan di Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa emiten yang akan melakukan pencatatan efek hutang di
bursa wajib memenuhi salah satu ketentuan yaitu hasil pemeringkatan efek dari lembaga pemeringkat efek yang terdaftar di Bapepam sekurang-kurangnya BBB-
investment grade. Peringkat obligasi merupakan salah satu acuan dari investor ketika akan memutuskan membeli suatu obligasi. Peringkat obligasi yang baik
tidak hanya menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajibannya, tetapi juga menunjukkan bahwa kinerja perusahaan berlangsung secara efektif dan
efisien karena mampu mengelola hutang untuk kemajuan bisnis yang dijalankan.
4
Informasi yang dikeluarkan oleh agen pemeringkat sangat membantu investor untuk memilih sekuritas obligasi mana yang tepat.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1331DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank
Indonesia, terdapat tiga lembaga pemeringkat, yaitu PT. PEFINDO Pemeringkat Efek Indonesia, PT. Fitch Ratings Indonesia dan PT. ICRA Indonesia. Namun
dalam penelitian ini lebih mengacu pada PT. PEFINDO, dikarenakan perusahaan tersebut merupakan lembaga pemeringkat rating tertua di Indonesia dan
perusahaan tersebut juga menguasai 90 pasar pemeringkatan obligasi. PT. PEFINDO sejak tahun 1996 juga telah melakukan aliansi strategis dengan
Standard Poor’s SP yang merupakan perusahaan pemeringkat global terkemuka, yang memberikan manfaat bagi perusahaan tersebut untuk meyusun
metodologi pemeringkatan berstandar internasional. Selain itu, PT. PEFINDO merupakan satu-satunya lembaga pemeringkat di Indonesia yang memiliki default
data dan default study, yang dipakai oleh berbagai lembaga institusi termasuk oleh Bank Indonesia.
Secara umum peringkat obligasi yang diberikan oleh agen pemeringkat dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu investment grade AAA, AA, A dan BBB
dan non investment grade BB, B, CCC dan D. Jika pemerintah yang menjadi penerbit obligasi, maka biasanya rating obligasi tersebut sudah merupakan
investment grade level A, karena pemerintah akan memiliki kemampuan untuk melunasi kupon dan pokok utang principal ketika obligasi tersebut mengalami
jatuh tempo. Hal ini akan berbeda apabila perusahaan yang menjadi penerbit suatu
5
obligasi, biasanya obligasi perusahaan memiliki probabilitas default, tergantung dari kesehatan keuangan perusahaan tersebut. Risiko default tersebut dapat
dipengaruhi oleh siklus bisnis yang berubah sehingga menurunkan perolehan laba, kondisi ekonomi makro dan situasi politik yang terjadi, dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa kejadian yang menimbulkan pertanyaan mengenai keakuratan peringkat obligasi yang dinilai oleh agen pemeringkat di Indonesia.
Beberapa diantaranya terjadi pada kasus peringkat obligasi Bank Global pada tahun 2004 yang diberikan oleh PT. Kasnic Credit Rating Agency, peringkat
obligasi dinilai oleh agen pemeringkat Kasnic dengan A- yang berarti efek hutang jangka panjang dengan kualitas tinggi. Padahal saat itu peringkat rata-rata
perbankan adalah BBB. Hasil pemeringkatan ini ternyata tidak sama dengan penilaian oleh Bank Indonesia sebagai pengawas seluruh bank di Indonesia. Bank
Indonesia mengeluarkan status Dalam Pengawasan Khusus DPK kepada Bank Global pada 27 Oktober 2004 sebelum akhirnya dinyatakan gagal bayar default
www.hukumonline.com. Fenomena peringkat obligasi dapat juga dilihat dari kasus salah satu
emiten PT. Berlian Laju Tanker Tbk.. PT. Berlian Laju Tanker Tbk. BLTA merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pelayaran yang berbasis di
Indonesia. Pada bulan Januari 2012 PEFINDO memberikan PT. Berlian Laju Tanker Tbk. peringkat obligasi idBBB- yang berarti obligasi masih termasuk
dalam obligasi investment grade. Peringkat obligasi tersebut diturunkan menjadi idCCC setelah anak usaha PT. Berlian Laju Tanker Tbk. gagal membayar fasilitas
sewa guna usaha lease tertentu. Sebelum akhirnya pada bulan Februari 2012 PT
6
Berlian Laju Tanker Tbk. resmi mengumumkan gagal bayar untuk sejumlah instrumen utang perseroan yang jatuh tempo pada Februari 2012. Dengan adanya
pengumuman mengalami gagal bayar tersebut, PEFINDO menurunkan lagi peringkat obligasi perusahaan tersebut menhadi idD dari sebelumnya idCCC
www.investasi.kontan.co.id. Agen pemeringkat tidak memberikan penjelasan lebih lanjut bagaimana
informasi keuangan dan non keuangan dapat digunakan dalam memengaruhi peringkat obligasi perusahaan di Indonesia. Hal ini mendorong penulis untuk
melakukan penelitian mengenai peringkat obligasi. Pemilihan variabel-variabel penelitian mengacu pada beberapa hasil dari penelitian terdahulu.
Adanya perbedaan hasil penelitian seperti penelitian Irma., dkk 2013 yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
peringkat obligasi pada Lembaga Keuangan Bank sedangkan penelitian Magreta dan Nurmayanti 2009 dan Burton et al. 2000 menyimpulkan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi; Winardi 2013 menyimpulkan bahwa umur obligasi maturity tidak berpengaruh
signifikan terhadap peringkat obligasi sedangkan penelitian Andrian 2011 menyimpulkan bahwa maturity berpengaruh signifikan terhadap peringkat
obligasi pada perusahaan manufaktur; Pertiwi 2013 menyimpulkan bahwa rasio leverage berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi sedangkan penelitian
Linandarini 2010 menyimpulkan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi; Magreta dan Nurmayanti 2009
menyimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap peringkat
7
obligasi sedangkan Pertiwi 2013 menyimpulkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi; Irma., dkk 2013
menyimpulkan bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi pada Lembaga Keuangan Bank sedangkan Magreta dan Nurmayanti
2009 menyimpulkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi.
Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak konsisten, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan pengujian kembali pengaruh ukuran perusahaan
size, maturity, financial leverage, profitabilitas dan likuiditas terhadap peringkat obligasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dengan menggunakan objek penelitian terbaru dari tahun 2010-2013. Peneliti memilih industri manufaktur dikarenakan industri ini merupakan industri yang
mendominasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI dimana lebih dari 40 perusahaan yang listed di BEI merupakan industri
manufaktur. Dengan demikian, industri ini menjadi salah satu pelaku terpenting dalam mendukung perekonomian sebuah negara.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Maturity, Financial Leverage, Profitabilitas dan Likuditas Terhadap Peringkat Obligasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia ”.
8
1.2 Rumusan Masalah