Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
untuk mengembangkan pembangunan di tingkat akar rumput grass roots, yang biasanya melalui penciptaan dan dukungan terhadap kelompok-
kelompok swadaya lokal. Hadiwinata 2003 mengidentifikasi ciri-ciri yang dimiliki
LSM,sebagai berikut: a. Formal, artinya secara organisasi bersifat permanen, mempunyai kantor
dengan seperangkat aturan dan prosedur. b. Swasta, artinya kelembagaan yang berada diluar atau terpisah dari
pemerintah. c. Tidak mencari keuntungan, artinya tidak memberikan keuntungan
profit kepada direktur atau pengurusnya. d. Menjalankan organisasinya sendiri self-governing, yaitu tidak
dikontrol oleh pihak luar. e. Sukarela voluntary, yaitu menjalankan derajat kesukarelaan tertentu.
f. Non religius, artinya tidak mempromosikan ajaran agama. g. Non politik, artinya tidak ikut dalam pencalonan di pemilu.
LSM memainkan peran dalam mendukung kelompok swadaya masyarakat. Peran tersebut sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal dan taktik-taktik untuk memenuhi kebutuhan ini.
b. Melakukan mobilisasi dan agitasi untuk usaha aktif mengejar kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi tersebut.
c. Merumuskan kegiatan jangka panjang untuk mengejar sasaran-sasaran pembangunan lebih umum.
d. Menghasilkan atau memobilisasi sumberdaya lokal atau eksternal untuk kegiatan pembangunan.
e. Pengaturan perencanaan dan pelaksanaan untuk kegiatan-kegiatan tersebut.
Model pendekatan yang dilakukan LSM di Indonesia terbagi menjadi tiga. Model pendekatan yang pertama adalah high level
partnership : grassroot development . LSM semacam ini menkankan
kerjasama pada program-program pembangunan pemerintah seraya
berupaya mempengaruhi rancangan maupun implementasi program- program ini agar bergerak kearah yang lebih parsipatoris serta menyentuh
dan melibatkan akar rumput. Kedua, high level politics : grassroot mobilization
. LSM ini cenderung aktif dalam kegiatan politik. Ketiga, empowerment at the grassroot
. LSM yang termasuk didalamnya memusatkan perhatian pada usaha peningkatan kesadaran dan
pemberdayaan masyarakat, terutama di tingkat akar rumput. LSM telah mulai ada di Indonesia semenjak era kebangkitan
politik, yaitu antara tahun 1915-1925. Pada masa itu, LSM berkembang dalam bentuk asosiasi masyarakat sipil yang bergerak di berbagai bidang,
seperti asosiasi keagamaan, sekolah swasta, organisasi lingkungan, dan lain sebagainya. Pada jaman pemerintahan orde baru, meskipun angka
pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8, ruang publik belum terbuka untuk partisipasi aktif dalam pembangunan, dan sosial-
ekonomi.LSM yang berkembang di masa itu berfungsi sebatas penyedia komplementer atau sebagai agen program pemerintahyang tidak mampu
mencapai strata terendah di masyarakat. Meskipun pemerintah menyadari kedudukan LSM sangat penting dalam pembangunan, pembentukan saat
itu LSM hanya sebagai instrumen dan masih berada dalam dominasi pemerintah.
Setelah era reformasi, proses demokratisasi di Indonesia memunculkan wacana mengenai tata pemerintahan yang baik,
akuntabilitas, dan transparansi lembaga publik. Pada situasi politik semacam ini, LSM bergerak ke arah tren sebagai organisasi pengawas
pemerintahan, sementara itu LSM khususnya yang memfokuskan diri di bidang sosial-ekonomi, mendapat apresiasi dari pemerintah dan
masyarakat dalam penanganan berbagai bencana alam dan isu lingkungan hidup di awal tahun 2000.
Keunggulan LSM dibandingkan jenis organisasi lain dijabarkan sebagai berikut:
a. LSM dekat dengan kaum miskin dan punya organisasi terbuka yang memudahkan informasi keatas.
b. LSM mempunyai staf yang bermotivasi tinggi. c. LSM mempunyai efektifitas biaya serta bebas dari korupsi.
d. LSM cukup kecil, terdesentralisasi, luwes dan mapan menerima feedback
dari proyek yang dipromosikan. e. LSM lebih mampu mendorong penggunaan jasa-jasa pemerintah yang
lebih baik. Sementara kelemahan LSM di Indonesiaantara lain adalah:
a. Sentralistik dan perkotaan pada umumnya terdapat di Jakarta dan kota besar di Jawa.
b. Elitis dan kelas menengah kepemimpinan dan pengambilan keputusan sering kali dilakukan oleh para pendiri dan lapisan atas yang kurang
kompeten. c. Free-floating mengambang tidak jelas berada diantara negara dan
masyarakat. d. Sektoral dan terfragmentasi hanya berfokus pada program-program
sektoral dan kurangnya koordinasi antara LSM. e. Kurang fokus dan terlalu ideologis LSM sering terlibat dalam berbagai
kegiatan tanpa harus memiliki keahlian di bidang tersebut. f. Kurangnya akuntabilitas.