negara.
52
3. International Convention on Salvage 1989
Tidaklah realistis bagi pemerintah untuk dapat bersama-sama menyelamatkan kapal terancam rusak atau hancur dengan cepat. Upaya
penyelamatan bangkai kapal merupakan upaya yang memakan banyak waktu dan birokrasi yang diciptakan dalam konvensi mencegah pihak – pihak untuk
bertindak cepat. Kedua, kenyataan bahwa bangkai kapal yang ditemukan dalam bahaya semakin menurun karena karena penurunan jumlah industri penyelamatan
komersil. Sederhananya, dengan lebih sedikit orang yang mencari kapal karam
bersejarah, ada kemungkinan bahwa lebih sedikit bangkai kapal yang akan ditemukan. Pada akhirnya akan lebih banyak kemungkinan bangkai kapal yang
dalam bahaya akan menjadi rusak atau hancur tanpa sepengetahuan siapa pun, daripada masyarakat internasional bersama-sama menyelamatkan bagkai kapal
dari kehancuran berdasarkan konvensi ini. Jawaban dalam masalah perlindungan kapal karam bersejarah adalah tidak
boleh membatasi jumlah entitas dalam mencari bangkai kapal, tetapi untuk memberikan perlindungan yang lebih memadai sekaligus memaksimalkan
kesempatan akan penemuan bangkai kapal.
Pada tahun 1989, International Maritime Organization, sebuah badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa United Nations ditugaskan menciptakan
pengaturan mengenai pengaturan tentang kapal, dan kemudian mereka sampai kepada kesimpulan, yaitu International Convention on Salvage tahun 1989.
53
52
Ibid., pasal 124
53
Nicholas J.J. Gaskell, The International Salvage Convention of 1989, 4 Intl J. Estuarine Coastal L. 1989, hal 268; Brian F. Binney, Protecting the Environment With Salvage Law:
Risks, Rewards, and the 1989 Salvage Convention , 65 Wash. L. Rev 1990, hal. 647
Konvensi ini menggantikan Brussels Convention on Salvage tahun 1910, yang sama sekali tidak mengatur ketentuan mengenai kapal karam bersejarah.
Konvensi ini mempunyai pengaturan yang berbeda terhadap harta karun, dimana konvensi ini berfokus pada upaya penyelamatan terhadap bangkai kapal
beserta muatannya dalam ruang lingkup yang lebih spesifik dibanding konvensi – konvensi lain. Jadi konvensi ini berbeda dengan konvensi yang sudah dijelaskan
sebelumnya yang hanya mengatur tentang perlindungan terhadap kapal karam beserta muatannya bagi kepentingan umat manusia tanpa mengatur secara jelas
tentang upaya penyelamatan. Upaya penyelamatan dimaksudkan sebagai tindakan atau kegiatan untuk membantu kapal berserta muatannya yang sedang dalam
bahaya.
54
Ketentuan dalam konvensi ini mengatur mengenai imbalan bagi salvor yang berhasil melakukan pemulihan atas bangkai kapal beserta muatannya
55
, kriteria pemberian imbalan,
56
serta pemberian imbalan khusus.
57
Konvensi ini juga mengatur mengenai pemberian imbalan khusus, yaitu jika salvor
melakukan upaya untuk mencegah terjadinya polusi di lingkungan laut namun tidak berhasil melakukan upaya penyelamatan, konvensi ini memberikan
sedikit imbalan bagi salvor tersebut, meskipun hanya memiliki sedikit keberhasilan pemulihan bangkai kapal beserta muatannya.
Konvensi ini memiliki istilah no cure, no pay, yang berarti salvor hanya akan diberi penghargaanimbalan atas jasanya menemukan bangkai kapal, dengan
kata lain jika upaya pemulihan berhasil dilakukan.
54
International Convention on Salvage 1989, 1953 UNTS 193, S. Treaty Doc. No. 102-12, 102d Cong., 1st Sess. 1991, pasal 11
55
Ibid., pasal 12
56
Ibid., pasal 13
57
Ibid., pasal 14
BAB III KONSEP KEPEMILIKAN HARTA KARUN DI WILAYAH PERAIRAN
INTERNASIONAL
D. Pengertian Perairan Internasional