Hak – Hak Istimewa Negara Asal Preferential Rights of State of

alam diluar yurisdiksi negara. Namun warisan budaya sedikit berbeda dari sumber daya alam. Maka dari itu, harus ada pendekatan khusus terhadap warisan budaya bawah air, yaitu hak istimewa terhadap negara asal, disamping pendekatan umum warisan bersama umat manusia di wilayah dasar laut sebagai pengecualian dalam keadaan tertentu.

2. Hak – Hak Istimewa Negara Asal Preferential Rights of State of

Origin Rezim hukum warisan bersama umat manusia warisan budaya bawah air di wilayah Kawasan pasal 149 UNCLOS, pasal 126 dan pasal 184 UCH Convention juga merujuk kepada hak – hak istimewa dari negara tertentu dan menghendaki agar perhatian khusus harus diberikan terhadap hak ini dalam menentukan nasib objek – objek tersebut. Gagasan hak istimewa negara asal pertama kali muncul dari usulan Islandia pada Konferensi Jenewa 1958 tentang hak perikanan istimewa sebagai berikut: “Untuk tujuan konservasi, adalah penting untuk membatasi jumlah penangkapan persediaan ikan di wilayah laut lepas dekat dengan laut teritori negara pantai, dimana negara lain yang mencari ikan di wilayah tersebut harus bekerja sama dengan negara pantai untuk melaksanakan pengamanan dengan membentuk langkah - langkah yang disetujui dimana mereka harus mengakui persyaratan khusus dari negara pantai yang mengakibatkan kebebasan dalam pencarian ikan tetapi tetap menghargai kepentingan negara lain.” 124 Sampai kepada Konferensi kedua yang dilaksanakan di Jenewa tahun 1960, studi menunjukkan bahwa dua konsep, hak perikanan istimewa dan zona 124 Case Concerning Fisheries Jurisdiction Case United Kingdom v. Iceland, Merits, ICJ Reports 1974, hal. 49-78 perikanan, diterima secara luas dalam perjanjian bilateral atau multilateral, dan sejak saat itulah dikristalisasi sebagai hukum kebiasaan. Namun, sifat hak istimewa ini tidak diatur dalam Konferensi kedua. Khususnya, pertanyaan mengenai apakah hak istimewa dalam ketentuan tertentu, harus berada diluar batas 12 mil zona perikanan sebagai hak istimewa masih belum bisa dijawab. 125 125 Ibid., hal. 19-48 Ruang lingkup hak istimewa dapat dikumpulkan dari pengaturan ICJ dalam Fisheries Jurisdiction Case . Pertama, hak istimewa merupakan prioritas. Kedua, negara – negara harus bernegosiasi dalam menentukan atau membatasi pelaksanaan hak tersebut. Ketiga, hak istimewa dilaksanakan dalam naungan hukum lain seperti hak – hak sah lainnya berdasarkan perjanjian bilateral atau hukum internasional. Hak istimewa pada akhirnya dirundingkan dan dikodifikasi dalam pasal 149 UNCLOS dan pasal 126 UNESCO Convention 2001. Konvensi - konvensi ini berkaitan dengan hak negara asal sehingga memiliki kewenangan atas warisan budaya bawah air. Fakta bahwa pasal 149 merujuk kepada hak istimewa dari ketiga kategori negara, yaitu: negara asal country of origin; negara asal budaya state of cultural origin; dan negara asal historis dan arkeologis state of historical and archeological origin; tidak berarti bahwa istilah – istilah ini dilihat sebagai pilihan yang terpisah. Sejarah perundingan dari ketentuan tersebut menyiratkan bahwa istilah – istilah tersebut tumpang – tindih satu sama lain dan tidak memiliki arti khusus. 126 Konvensi UNESCO 2001 menggunakan istilah verifiable link untuk menyatakan adanya tiga jenis kepentingan negara dalam warisan budaya bawah air yaitu hubungan budaya, historis, ataupun arkeologis. Rumusan yang tepat dari Kehadiran ketiga kategori ini berarti bahwa ada dasar yang luas bagi negara- negara untuk mengklaim hak-hak istimewa dan berbagai skenario yang mungkin dapat dicakup, termasuk kondisi dimana satu negara bergabung dengan negara lain, atau dimana beberapa negara berbagi kebudayaan yang sama. Fakta bahwa warisan budaya bawah air berasal dari tempat – tempat tertentu, misalnya, kapal tersebut dibuat, berlayar dari, atau memakai bendera, tidak berarti negara tertentu yang menjadi pemilik. Dengan kata lain, negara asal juga dapat memiliki hak kepemilikan atas sebuah kapal atau muatannya, tergantung pada keadaan. Kisaran negara yang dalam posisi untuk mengklaim hak istimewa berdasarkan pasal 149 akan menjadi lebih besar daripada mereka yang dalam posisi mengklaim kepemilikan, tetapi tampaknya juga mencakup semua negara. Dampak dari hal ini bisa bahwa artefak yang telah dipulihkan akan dikembalikan kepada negara asal, tetapi kemungkinannya, bahwa negara harus menarik pelajaran dari kepentigan umat manusia dalam mengelola benda – benda tersebut dilestarikan atau dilepaskan. Mengingat status istimewa yang diberikan kepada negara asal, kepentingan mereka juga cenderung akan menang dari hak-hak pemilik yang tidak dapat mengklaim status tersebut. 126 Anastasia Strati, The Protection of the Underwater Cultural Heritage: An Emerging Objective of the Contemporary Law of the Sea 1 st ed., New York: Springer, 1995, hal. 308 konsep verifiable link digunakan dalam konvensi tersebut menyarankan bahwa setidaknya ada potensi negara untuk menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang memiliki kulifikasi dan dapat diverifikasi, sesuatu diluar budaya, historis, dan arkeologis. 127

3. Kekebalan Berdaulat Sovereign Immunity