konsep verifiable link digunakan dalam konvensi tersebut menyarankan bahwa setidaknya ada potensi negara untuk menyatakan bahwa mereka memiliki
hubungan yang memiliki kulifikasi dan dapat diverifikasi, sesuatu diluar budaya, historis, dan arkeologis.
127
3. Kekebalan Berdaulat Sovereign Immunity
Pasal 3033 UNCLOS mempertahankan pendekatan khusus, bahwa negara berkewajiban untuk bekerja sama melindungi objek yang bersifat arkeologis dan
historis yang ditemukan di laut. Pasal ini juga mendukung penerapan law of salvage dan law of finds
.
Sepanjang sejarah, kapal perang dan kapal lainnya dalam dinas pemerintahan sudah diberikan perlindungan khusus dalam konsep sovereign
immunity , yang mengecualikan sebuah kapal perang atau kapal pemerintah
lainnya yang dalam dinas yang bersifat non komersil dari yurisdiksi negara lain.
128
Hal ini dianggap perlu di masa lalu dalam rangka mempermudah komunikasi diplomatik dan utusan perdagangan antara negara-negara pesisir.
129
Sebuah kapal perang atau kapal pemerintah mengizinkan tentara pengunjung melewati negara penerima dan dianggap sebagai perpanjangan dari kedaulatan
dan sistem hukum negara benderanya.
130
127
Patrick J. O’Keefe, Shipwrecked Heritage: A Commentary on the UNESCO Convention on Underwater Cultural Heritage
, United Kingdom: Institute of Art and Law, 2002, hal. 70
128
Geoffrey Brice, Maritime Law of Salvage 3
rd
ed ., London : Sweet and Maxwell, 1999,
hal. 148-152
129
Ibid., hal. 147
130
Jason R. Harris, Protecting Sunken Warships as Objects Entitled to Sovereign Immunity, 33 Univ. Miami Inter-Am. L. Rev. 101 2002, hal.112 – 116
Di era modern, doktrin ini telah diterima
sebagai hukum kebiasaan oleh pengadilan
131
Doktrin kekebalan kapal perang warship immunity pertama sekali di kodifikasi secara internasional dalam 1910 Brussels Salvage Convention.
serta telah dicantumkan dalam konvensi – konvensi internasional.
132
Kapal perang berhak atas kekebalan terhadap negara – negara yang bukan negara
bendera kapal non-flag states berdasarkan UNCLOS, dimana pasal 32 memberikan kekebalan terhadap kapal perang dan kapal pemerintah lainnya yang
digunakan untuk tujuan – tujuan non-komersial. Berdasarkan UCH Convention, kapal yang memiliki sovereign immunity juga dikecualikan dari penemuan
warisan budaya bawah air.
133
131
The Schooner Exch. v. McFadden, 11 U.S. 116 1812
132
Frederic A. Eustis, The Glomar Explorer Incident: Implications for the Law of Salvage, 16 Va. J. Intl. L. 177, 1975, hal. 179
133
UCH Convention, op. cit., pasal 13
Pasal 95 menyatakan bahwa kapal perang yang ada di laut lepas memiliki kekebalan penuh dari yurisdiksi negara lain selain dari negara bendera. Pasal 96
juga menyatakan bahwa kapal yang dimiliki atau digunakan oleh negara dan diperuntukkan bagi dinas pemerintahan yang bersifat non-komersial yang berada
di wilayah laut lepas memiliki kekebalan penuh dari yurisdiksi negara lain selain negara bendera.
Berdasarkan pasal 29 UNCLOS, kapal perang didefinisikan sebagai “kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu negara yang memiliki tanda
eksternal yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, berada di bawah komando seorang perwira yang angkat oleh pemerintah negaranya dan
yang namanya terdaftar dalam dinas militer serta diawaki oleh awak kapal yang tunduk kepada disiplin angkatan bersenjata reguler.”
Ada perdebatan bahwa suatu kapal perang yang tenggelam kehilangan kekebalannya karena kapal tersebut sudah tidak berada di bawah komando
seorang perwira maupun awak kapal. Sebab kapal perang hanya dapat dikatakan sebagai organ negara apabila memiliki awak kapal,
134
dibawah komado seorang perwira, dan sedang menjalankan dinas kenegaraan, dan suatu kapal perang
karam, ditinggalkan oleh kru kapal, tidak dapat dikatakan sebagai organ negara.
135
Alasan mengapa negara mengklaim hak kedaulatan atas kapal karam bisa bervariasi. Banyak dari kapal – kapal karam tersebut dinilai sebagai objek sejarah,
Beribu kapal milik negara yang terletak di dasar laut baik di wilayah perairan internasional, laut teritorial, maupun di zona tambahan suatu negara. Kini
kapal – kapal karam tersebut menjadi pokok permasalahan dalam hal klaim kepemilikan penemuan kapal oleh para penyelamat dan para pemburu harta karun
sebagai akibat dari kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Timbulnya perhatian dunia internasional atas operasi penyelamatan harta
karun mengakibatkan munculnya praktek dimana negara dapat mengklaim hak kedaulatan terhadap kapal karam beserta muatannya yang ditemukan dan
diselamatkan oleh pihak – pihak yang memburu harta karun dari dasar laut. Hak kekebalan dapat didefinisikan sebagai doktrin hukum yang menyangkut
perlindungan yang diberikan suatu negara dari gugatan yang diajukan di pengadilan negara lain. Sebuah kapal, yang mungkin saja kapal karam, dimiliki
oleh negara akan dilindungi dengan kekebalan, dan untuk itu kebal dari bentuk penangkapan maupun yurisdiksi pengadilan negara lain.
134
Oppeinheim, et al., Oppenheims International 9th ed., United Kingdom:Longmans, 1996, hal. 1165
135
Lucius Caflisch, Submarine Antiquities and the International Law of the Sea, 13 Neth. Y.B. Intl L. 3, 1982, hal. 22
dan seiring dengan berlalunya waktu, objek tersebut memiliki nilai ilmiah maupun budaya terhadap negara dari bendera kapal. Ada juga alasan tambahan yang telah
digunakan dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan konsep kekebalan berdaulat di pengadilan. Kapal militer yang tenggelam tersebut sering berisi
barang – barang militer atau diplomatik dan modifikasi teknologi angkatan laut yang bersifat sensitif yang dapat membahayakan keamanan nasional. Kapal
tersebut juga sering memuat sisa - sisa personil angkatan laut, dimana jasadnya juga dilindungi sama seperti perlindungan terhadap pemakaman militer di darat.
Pada akhirnya, ada kekhawatiran terhadap keamanan, baik bagi para penyelam dan lingkungan sekitarnya, dalam kegiatan yang dilakukan dengan
sembarangan yang bisa memicu bom atau melepaskan bahan bakar nuklir atau bahan cair lainnya ke lingkungan laut.
136
Klaim oleh negara bendera berdasarkan hak kekebalan sering kali ditentang oleh kepentingan lain misalnya kepentingan umum untuk melindungi warisan
budaya kapal tersebut beserta muatannya. Selain itu, meskipun negara memiliki hak kekebalan atas sebuah kapal karam, hal ini tidak meniadakan pemilikan
pribadi atas kapal beserta kargonya.
137
Meskipun beberapa dari kapal – kapal karam tersebut mungkin sudah sangat kuno, masih sangat mungkin untuk mengidentifikasi pemilik sah maupun ahli
waris atas muatan kapal tersebut berdasarkan informasi sejarah. Selanjutnya, negara selain negara bendera bisa mengklaim atas objek dan kekebalan atas
136
Jason R. Harris, op. cit., hal.123 – 124
137
Craig Forrest, An International Perspective on Sunken State Vessels as Underwater Cultural Heritage, Ocean Development and International Law
, Vol. 34, Issue 1 2003, hal. 41-57
muatan kapal karam tersebut, misalnya negara asal muatan tersebut atau kewarganegaraan dari pemilik muatan kapal tersebut.
138
A. Latar Belakang Munculnya Isu Kepemilikan Terhadap Harta Karun