Hukum Penemuan Law of Finds

Ketika pengadilan menerapkan law of salvage, secara efektif menolak law of finds karena unsur-unsur kedua hukum ini bertentangan.

2. Hukum Penemuan Law of Finds

Konsep lama tentang ‘penemu, penjaga’ finders, keepers diwujudkan dalam law of finds. Menurut tradisi, hukum ini berlaku terhadap kekayaan maritim, seperti ikan atau tanaman laut, yang tidak dimiliki oleh siapapun. Jika kekayaan diabaikan oleh pemiliknya, law of finds memperlakukannya seolah-olah kekayaan tersebut kembali ke keadaan awal tanpa ada pemilik sebelumnya. 97 Bahkan jika ada pemilik kekayaan tersebut, pengadilan menganggap bahwa pemilik tersebut tidak ada lagi. Karena pengadilan menganggap tidak ada lagi pemilik, salvager diberikan hak penuh atas kapal bukan sekedar possessory rights seperti dalam law of salvage. 98 Penemu pertama yang secara sah memperoleh penguasaan secara nyata atau pengawasan atas kekayaan yang terabaikan memperoleh hak atas kekayaaan tersebut. 99 Untuk memperoleh hak, penemu harus mencari bangkai kapal, berada diatasnya saat proses penyelamatan, memiliki kemampuan untuk memulihkan bangkai kapal, dan telah mengurangi jumlah kepemilikan artefak dengan signifikan. 100 Jika penemu meninggalkan lokasi penyelamatan atau menghentikan kegiatan, pengadilan menganggap kapal tersebut tidak jadi digugat dan mengizinkan pencari lain untuk menggugat hak tersebut. 101 97 Hener v. United States, 1981 525 F. Supp. 350 United State District Court New York, hal. 354 98 James Paul, Salvaging Sunken Shipwrecks: Whose Treasure Is It? A Look at the Competing Interests for Florida’s Underwater Riches , 9 J. Land Use Envt’l. L. 347 1994, hal. 349 99 Kevin Berean, op. cit., hal. 1252 100 John P. Fry, The Treasure Below: Jurisdiction Over Salving Operations in International Waters , 88 Colum. L. Rev. 863 1988, hal. 877 101 James Paul, loc. cit Pengadilan telah menyatakan bahwa untuk memperoleh hak atas bangkai kapal dalam law of finds, salvor haruslah penemu yang pertama, untuk: 1 menunjukkan niatmaksud untuk mendapatkan kekayaan dan memperoleh kepemilikan atau pengawasan yang sebenarnya; dan 2 menunjukkan bahwa kekayaan tersebut diabaikan. 102 Adapun persyaratan yang terakhir, menimbulkan kebingungan dalam pengadilan. Terdapat perdebatan tentang apa yang merupakan pengabaian dan apakah pengabaian dapat disimpulkan dari berlalunya waktu atau dari ketidakaktifan pemilik sendiri. 103 1 penolakan atas kepemilikan oleh pemilik; Untuk itu, pengadilan memiliki tiga cara berbeda untuk menentukan pengabaian, termasuk: 2 implikasi dari tidak aktifnya seorang pemilik; atau 3 berlalunya waktu dan kurangnya identifikasi pemilik. 104 Jika salvors tidak dapat meyakinkan pengadilan bahwa bangkai kapal tersebut diabaikan, mereka biasanya akan berpendapat bahwa law of salvage harus diterapkan sebagai gantinya. Setelah menentukan bahwa salvors memiliki niat untuk memperoleh kekayaan, dan kekayaan tersebut diabaikan, pengadilan harus menentukan apakah penemu telah mempertahankan kepemilikan atas properti terbengkalai dengan cukup. 105 Kepemilikan ini dapat berupa kepemilikan secara fisik atau konstruktif. Jika kepemilikan konstruktif diperoleh, maka hukum melindungi hak pemilik untuk 102 Kevin Berean, loc. cit 103 Ibid., hal. 1253 104 Ibid., hal. 1253 – 1254 105 Patty Gerstenblith, Identity and Cultural Property: The Protection of Cultural Property in the United States , 75 B.U. L. Rev. 559 1995, hal. 605 menyelesaikan pemulihan kapal karam tanpa gangguan. 106 Penggunaan law of finds memberikan keunggulan dibandingkan law of salvage karena menciptakan insentif yang berbeda. Salah satu manfaat potensial adalah insentif untuk menempatkan kekayaan yang hilang kembali ke penggunaan yang produktif. Masalahnya menjadi sulit ketika penemu untuk sementara waktu tidak hadir dalam lokasi penemuan, karena mungkin saja salvors lain menemukan situs tersebut dan mencoba untuk mengambil alih kepemilikan secara fisik. Jika penemu tidak hadir di lokasi bangkai kapal terlalu lama, maka maksud dari penemu dipertanyakan, dan pengadilan bisa menganggap bahwa penemu kedua adalah yang berhak atas kepemilikan fisik kekayaan tersebut. 107 Penggunaan law of finds juga dapat meningkatkan kekhawatiran tentang perilaku dari penemu. Seorang calon pencari diharapkan harus bertindak serakah, untuk mengekspresikan keinginannya untuk memiliki dengan tindakan yang dirancang untuk menetapkan pengawasan yang ketat untuk memiliki kekayaan yang telah ditemukan. Dengan memberikan hak kepada penemu, law of finds dapat meningkatkan insentif untuk mencari kekayaan yang telah lama hilang atau diabaikan. Kekayaan yang merupakan bagian daripada law of finds ini, menurut definisi, telah diabaikan. Karenanya, ada asumsi bahwa pemilik yang sebenarnya tidak akan mencari kekayaan tersebut. Tanpa adanya insentif untuk menemukan kekayaan, mungkin kekayaan tersebut tidak akan pernah dipulihkan untuk dimanfaatkan. 108 106 Ibid., hal. 606 107 D.K. Abbass, A Marine Archaeologist Looks at Treasure Salvage, 30 J. Mar. L. Com. 261 1999, hal. 261 108 Hener v. United States, op. cit., hal. 356 Pengadilan telah menyatakan keprihatinan atas perilaku agresif yang mungkin timbul dari penerapan law of finds. Calon pencari didorong oleh aturan-aturan ini untuk bertindak diam-diam, dan untuk menyembunyikan tindakan pemulihan yang mereka lakukan, untuk menghindari klaim dari pemilik sebelumnya atau calon pencari lain yang bisa menghalangi mereka untuk memiliki kekayaan tersebut. Meskipun perilaku agresif tersebut dapat meningkatkan bahaya, hal itu juga memastikan bahwa lebih banyak bangkai kapal yang dicari dan ditemukan. Dalam mereformasi hukum saat ini, masyarakat internasional harus menyeimbangkan masalah ini dengan insentif positif dari yang diciptakan oleh law of finds . Law of finds pada umumnya tidak disetujui dalam hukum kelautan karena tujuan, asumsi, dan aturannya. Dalam law of finds, perhatian utama adalah siapa yang memiliki hak atas kekayaan tersebut. Law of finds mendefinisikan keadaan di mana suatu pihak dapat dikatakan telah memperoleh hak atas properti tanpa pemilik. 109 Jenis hukum seperti ini mengasumsikan bahwa kekayaan tidak pernah ada pemiliknya atau pemiliknya telah mengabaikan kekayaan tersebut. Law of finds mendorong tipe perilaku negatif tertentu. Misalnya, pihak pencari yang potensial didorong untuk bertindak diam-diam dan menyembunyikan harta yang mereka selamatkan untuk menghindari klaim dari pemilik sebelumnya atau dari pencari potensial lainnya yang bisa menghalangi mereka memiliki kekayaan tersebut. 110 Law of salvage sangat berbeda dari law of finds. Law of salvage tidak mendorong munculnya banyak rahasia dan perilaku kompetitif. 111 109 Columbus-America Discovery Group v. Atlantic Mut. Ins. Co., op. cit., hal. 356 110 Ibid., hal 460 111 Ibid Fokus utama dari law of salvage adalah pelestarian kekayaan di lautan dan perairan. 112 Law of salvage mengasumsikan bahwa kekayaan tidak ada pemiliknya, sehingga salvors bertindak sebagai penyelamat kekayaan tersebut. 113 Permasalahan atas pemberlakuan kerangka hukum seperti ini mendorong salvors untuk secepatnya mengambil barang – barang muatan kapal yang paling berharga yang berpotensi merusak sejumlah informasi arkeologis dalam prosesnya. Karena hak tidak akan melekat kepada salvors, ia hanya memiliki hak atas kekayaan hanya pada batas hak jaminan atas kekayaan sampai imbalan penyelamatan dibayar. Karena perbedaan ini, pengadilan lebih mendukung law of salvage daripada law of finds. 114 F. Kepemilikan Menurut Konvensi – Konvensi Internasional Bangkai kapal memiliki nilai yang lebih besar daripada sekedar jumlah koin dan meriam yang ada di dalam kapal tersebut, namun tradisi law of salvage dan law of finds tidak berbuat apa – apa untuk melindungi pentingnya sejarah, ilmu pengetahuan, dan budaya yang ada didalamnya. Masing-masing law of salvage dan law of finds memiliki potensi yang bertentangan dengan pengertian pengelolaan warisan budaya, karena para pihak yang terkait hanya memperhatikan kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan umum. Sub bab ini kemudian membahas mengenai kepemilikan bangkai kapal beserta muatannya yang mengutamakan perlindungan terhadap pelestarian penemuan tersebut. Jadi Konvensi – konvensi internasional lebih 112 Ibid 113 Ibid 114 Terence P. McQuown, An Archaeological Argument for the Inapplicability of Admiralty Law in the Disposition of Historic Shipwrecks , 26 Wm. Mitchell L.J. 289 2000, hal. 313 berfokus pada kepemilikan publik daripada kepemilikan privat seperti yang dikemukakan sebelumnya dalam hukum bangsa – bangsa. Konvensi – konvensi internasional saat ini juga turut menyumbangkan pemikirannya terhadap isu terkait kepemilikan harta karun, misalnya saja pada UNCLOS 1982 dan UCH Convention 2001. Kedua konvensi ini membahas tentang kepemilikan warisan budaya bawah air di wilayah dasar laut di luar yurisdiksi negara atau perairan internasional. Setelah menganalisa ketentuan terkait pada pasal – pasal dalam UNCLOS dan UCH Convention, terdapat tiga gagasan dalam menentukan kepemilikan atas penemuan harta karun di perairan internasional, yaitu Warisan Bersama Umat Manusia Principle of Common Heritage of Mandkind, Hak Istimewa Negara Asal Preferential Rights of State of Origin, dan Kekebalan Berdaulat Sovereign Immunity .

1. Warisan Bersama Umat Manusia Principle of Common Heritage of