17
2.6 Fishing Ground
Secara tradisional masyarakat nelayan sudah mengenal daerah tangkapan fishing ground secara turun temurun. Fishing ground tersebut diberikan
berdasarkan nama daratan terdekat, yaitu: Klosot Wringinan-paparan Jawa, Senggrong paparan Jawa, Tanjung Angguk paparan Jawa, Karang Ente
paparan Jawa, Grajagan, paparan Jawa, Pulukan, paparan Bali, Seseh paparan Bali, dan Uluwatu paparan Bali. Selain ke delapan daerah tersebut
ada juga penangkapan dengan menggunakan bagan tancap dan bagan apung yaitu teluk Pang-pang , teluk Banyubiru, dan teluk Senggrong. Ikan lemuru di Selat
Bali menyebar di 8 delapan daerah penangkapan utama, yaitu: Klosot, Senggrong, Tanjung Angguk, Karang Ente, dan Grajagan, serta teluk Pangpang di
paparan Jawa, sedangkan di paparan Bali terdapat di daerah penangkapan Pulukan, Seseh, dan Uluwatu.
Ikan lemuru ukuran kecil sempenit banyak tertangkap di daerah penangkapan Klosot wringinan, Senggrong, dan Teluk Pangpang, dengan
menggunakan alat bagan tancap dan apung. Sedangkan lemuru ukuran besar tertangkap di daerah penangkapan Tanjung Angguk, dan Karang Ente di paparan
Jawa, serta Seseh, dan Uluwatu di paparan Bali. Daerah daerah penangkapan tersebut sekaligus merupakan migrasi dari jenis ikan lemuru berdasarkan size
kategori. Jenis alat tangkap purse-seine melakukan tekanan penangkapan intensif di daerah penangkapan Tanjung Angguk, dan Karang Ente di paparan Jawa, serta
Seseh, dan Uluwatu di paparan Bali. Sedangkan jenis alat bagan hanya melakukan penangkapan di daerah penangkapan Klosot Wringinan, Senggrong, dan Teluk
Pang-pang Martinus et al, 2004.
2.7 Kebijakan Pemerintah Daerah
Untuk menjaga kelestarian sumberdaya lemuru, pada tanggal 31 Maret
1975, pemerintah, c.q. Direktorat Jendral Perikanan mengeluarkan SK. No.
123KptsUm1975 yang melarang penggunaan pukat cincin dengan besar mata
jaring pada bagian kantong kurang dari 2,54 cm 1 inchi. Peraturan ini tidak
dilaksanakan di perairan Selat Bali karena menurut nelayan banyak ikan-ikan lemuru yang menyangkut pada bagian insang macok pada jaring sehingga sulit
18
dilepaskan dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya dari jaring. Tanggal 20 Mei 1977 dikeluarkan SKB antara Pemerintah Daerah Jawa Timur
dan Bali, No. EK1391977 yang menetapkan jumlah pukat cincin yang beroperasi di perairan Selat Bali 50 buah untuk Muncar dan 50 buah untuk Bali.
SKB ini diperbaharui dengan SKB No. 156 Tahun 1978, EKLe1461978 tanggal 27 Desember 1978, yang menetapkan jumlah pukat cincin yang boleh beroperasi
dari Muncar sebanyak 73 unit dan dari Bali 60 unit. SKB ini diperbaharui lagi dengan SKB No. 126 tahun 1983-No. 236 tahun 1983 pada tanggal 4 Agustus
1983 yang memberikan ijin operasi bagi 125 unit pukat cincin dari Muncar dan 75 unit dari Bali.
Tahun 1985 dikeluarkan SKB baru dengan No. 7 tahun 1985 - No. 4 tahun 1985 dengan mengijinkan jumlah pukat cincin yang beroperasi dari Muncar
sebanyak 190 unit dan dari Bali sebanyak 83 unit. SKB tersebut diperbaharui pada tahun 1992 dengan dikeluarkannya SKB antara Gubemur Propinsi Jawa
Timur dan Bali No. 238 Tuhun 1992674 tahun 1992 tanggal 24 November 1992
tentang pengaturan pengendalian penggunaan pukat cincin purse-seine di Selat Bali, SKB terakhir ini disamping membatasi jumlah unit yang boleh beroperasi
sebanyak 283 unit, juga menetapkan besarnya mata jaring pada bagian kantong sekurang-kurannya 2,54 cm dan panjang jaring tidak boleh lebih dari 300 m dan
lebar jaring minimal 60 meter, serta ukuran mata jaring bagian kantong minimal 1 inchi 2,54 cm, sedangkan ukuran perahu pukat ancin yang boleh beroperasi
maksimal 30 GT Anonim, 2000 dalam Martinus et al, 2004. Hasil evaluasi SKB antara Gubemur Propinsi Jawa Timur dan Bali Nomor:
238 tahun 1992674 tahun 1992 tanggal 24 Nopember 1992 tentang pengaturan
pengendalian penggunaan pukat cincin purse-seine di Selat Bali yang dilaksanakan pada tanggal 7 Pebruari tahun 2000 di Denpasar Bali, menyatakan
bahwa perlu pengkajian lagi secara mendalam tentang quota SlUP Surat Ijin Usaha Penangkapan di Selat Bali sebanyak 273 unit 190 unit untuk Banyuwangi
Jawa Timur, dan 83 unit untuk Bali. Hal ini perlu dilakukan mengingat situasi adanya kecenderungan menurunnya sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali.
Sebagai indikasinya adalah jumlah pukat cincin yang beroperasi baik yang punya